Allah Memperkenalkan (50) Menyuruh Kebajikan
Oleh: Lutfi Effendi
Ramadhan telah tiba, kembali kami tampilkan uraian singkat tentang Al Qur’an sebagai tadarus singkat selama bulan Ramadhan. Tadarus ini, meneruskan tulisan sejenis yang diupload Ramadhan tahun lalu. Moga Bermanfaat.
Pada tulisan kali ini, ditampilkan Qs Al Baqarah ayat 44:
اَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ اَنْفُسَكُمْ وَاَنْتُمْ تَتْلُوْنَ الْكِتٰبَ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ
a ta`murụnan-nāsa bil-birri wa tansauna anfusakum wa antum tatlụnal-kitāb, a fa lā ta’qilụn
Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti? (Qs Al Baqarah 44)
Qs Al Baqarah ayat 44 ini masih merupakan lanjutan dari QS Al Baqarah ayat 40, 41, 42 dan 43. Kalau sebelumnya sudah ada 11 seruan kepada Bani Israil. Kini ditambah dengan beberapa pertanyaan yang intinya satu seruan. Yaitu seruan untuk mebaca kitab, mengamalkan isinya dan menyuruh orang lain untuk mengerjakannya. Sehingga menjadi 12 seruan. Tetapi ingat meski seruan ini diperuntukkan kepada Bani Israil tetapi seruan ini juga berlaku untuk umat Nabi Muhammad saw.
Di dalam ayat ini Allah SwT mempertanyakan sikap sejumlah orang Bani Israil yang menyuruh orang berbuat kebajikan tetapi malah dia sendiri tidak melakukan kebajikan itu. Padahal mereka tahu bahwa kebajikan itu ia peroleh dari Kitab yang ia baca. Dalam kehidupan sekarang ini, banyak orang yang melakukan hal ini, sehingga ilmu atau ajaran yang ia dapat tidak berdampak untuk dirinya sendiri Bahkan yang lebih parah, ia menyruh berbuat kebajikan tetapi dirinya sendiri berbuat maksiat.
Orang-orang yang denikian, ibarat seorang calo bus yang meneriakkan jurusan yang dituju dan menyuruh orang lain untuk memasukinya tetapi ia sendiri tidak ikut di dalam bus tersebut. Demikian pula jika para Dai, para Kiai yang menyuruh orang melakukan amalan ahli surga tetapi ia sendiri tidak melakukannya dan bahkan melakukan amalan ahli neraka, bisa-bisa ia tidak akan sampai ke surga.
Meski isinya mempertanyakan sikap yang hanya menyuruh saja, tetapi inti ajaran atau seruan keduabelas ini adalah untuk mebaca kitab, mengamalkan isinya dan menyuruh orang lain untuk mengerjakannya. Kalau untuk umat Muhammad saw saat ini adalah membaca Kitab Suci Al Qur’an.
Inti seruan keduabelas inilah yang dilaksanakan KHA Dahlan sehingga gemanya hingga saat ini terasakan melalui pergerakan Persyarikatan Muhammadiyah. Bagaimana ia mengajarkan Qs Al Maun tidak hanya mengajar di dalam pengajian, tetapi sampai pengamalannya di lapangan. Demikian pula dengan surat atau ayat lain yang diajarkannya, ia sendiri ikut mengamalkannya.
Dalam hal ini, Kiai Dahlan pernah menerangkan bagaimana cara mempelajari Al-Qur’an, yaitu ambillah satu, dua atau tiga ayat, dibaca dengan tartil dan tadabbur (dipikirkan). Pertama, bagaimana artinya? Kedua, bagaimanakah tafsir keterangannya? Ketiga, bagaimana maksudnya? Keempat, apakah ini larangan dan apakah kamu sudah meninggalkan larangan itu? Kelima, apakah ini perintah yang wajib dikerjakan? Sudahkah kita menjalankannya.
Jika metode ini kita kerjakan, maka niscaya kita akan mempelajri Al Qur;an sekaligus akan dapat mengamalkannya. Tidak hanya mempelajarinya saja, tetapi orang lain yang disuruh melaksanakannya.
Lalu apa yang bisa kita ambil dari pelajaran di atas?
Pelajaran Al Qur’an hendaknya tidak sekadar cara membacanya, tetapi sampai kepada pengamalannya. Untuk lebih memudahkan pengamalan, maka baiknya Al Qur’an itu dipelajari dari awal dan kemudian diamalkan. Kenapa dari awal, susunan Al Qur’an yang ada saat ini tentu telah disusun sedemikian rupa agar mudah dipahami dan diamalkan oleh umat Nabi Muhammad saw.Perintah yang terdapat dari awal merupakan perintah-perintah mendasar dan lebih mudah dikerjakan. Semakin lama semakin sulit.
Misalnya perintah mengeluarkan sebagian rezeki, pertama diperintahkan dengan infak yang besarannya tidak ditentukan dan bersifat sukarela (Qs Al Baqarah ayat 3), kemudian perintah berikutnya zakat yang tentu jumlahnya sudah tertentu dan bersifat wajib. (Qs Al-Baqarah ayat 43). Karenanya, ada baiknya pengamalan Al-Qur’an dimulai dari ayat Basmallah yang paling mendasar kemudian pengamalan akan naik setapak demi setapak sesuai urutan ayat yang dipelajarinya. Waallahu a’lam bisshawab (*)