• Tentang SM
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Media Siber
  • Term & Condition
  • Privacy Policy
  • Hubungi Kami
Sabtu, Mei 24, 2025
Suara Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
No Result
View All Result
suaramuhammadiyah
No Result
View All Result

Kesetaraan Gender dari Kaca Mata Hamka dan Hasbi ash-Shiddiqy

Suara Muhammadiyah by Suara Muhammadiyah
8 Juni, 2021
in Analog
Reading Time: 2 mins read
A A
0
Kesetaraan Gender dari Kaca Mata Hamka dan Hasbi ash-Shiddiqy

Wooden Plank Textured Background Material

Share

Judul Buku: Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an Studi Pemikiran Para Mufasir

Penulis: Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A.

Baca Juga

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah

Muhammadiyah Kritik DPR Langgar Keputusan MK

Ukuran: 15 x 23 cm

Tebal: xiv + 350 hlm

Cetakan: Pertama, Desember 2020

Penerbit: Suara Muhammadiyah

Usaha menafsirkan Al-Qur’an sebenarnya sudah dimulai semenjak zaman para sahabat. Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, para sahabat pertama-tama menelitinya, karena antara ayat satu dengan ayat yang lainnya saling terhubung atau saling menafsirkan. Cara yang kedua merujuk kepada penafsiran Nabi Muhammad SAW, sebagaimana fungsi beliau sebagai mubayyin terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Dan yang ketiga, apabila mereka tidak menemukan keterangan tentang ayat tertentu dalam Al-Qur’an serta tidak sempat menanyakannya kepada Rasulullah SAW, maka para sahabat berijtihad dengan bantuan pengetahuan bahasa Arab, melihat tradisi bangsa Arab dan keadaan orang-orang Yahudi dan Nasrani di Arabia pada saat ayat diturunkan, dan menggunakan kekuatan logika mereka sendiri. Baru yang terakhir, sebagian sahabat ada yang menanyakan beberapa masalah, khususnya yang terkait dengan sejarah Nabi-Nabi atau kisah-kisah yang tercantum di dalam Al-Qur’an kepada tokoh-tokoh Ahlul Kitab.

Upaya seperti ini pun sejatinya terus berlangsung hingga zaman kita sekarang. Sebut saja Syaikh Abdurrauf As-Sinkili, K.H. Muhammad Soleh bin Umar As-Samarani, K.H. Bisri Mustofa, hingga yang saat ini masih hidup Muhammad Quraish Shihab. Mereka semua merupakan mufasir Indonesia abad modern yang memiliki cara pandang berbeda dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an karena latar belakang pendidikan, sosial budaya yang berbeda. Sehingga bentuk, metode dan corak penafsiran mereka juga berbeda-beda.

Melihat permasalahan kesetaraan gender yang hingga saat ini belum selesai di dalam internal umat Islam sendiri. Buya Yunahar Ilyas melalui buku yang ditulisnya ini ingin memperjelas dan sekaligus mempertegas posisi perempuan di dalam Islam dari perspektif Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) dan M. Hasbi ash-Shiddiqy. Pemilihan kedua tokoh ini merupakan representasi penting dunia pemikiran Islam di Indonesia. Bukan saja karena keduanya melahirkan kitab tafsir Al-Qur’an, tapi keduanya juga mendapatkan pengaruh cukup besar dari pembaru Islam abad-20, yakni Muhammad Rasyid Ridha dan Muhammad Abduh.

Dalam buku ini, Buya Yunahar ingin mengajak kita memahami dengan runut ketokohan dan intelektualitas Hamka dan Hasbi yang keduanya sama-sama menyemarakkan kegembiraan beragama melalui persyarikatan Muhammadiyah, serta sebagai agensi yang tidak lepas dari latar belakang sosio-kultur lingkungan hidupnya. Dengan demikian, segala kalangan pembaca dapat menikmati penjelasan tentang akar dan bentuk pemikiran feminisme Islam tanpa dibawa pada kerumitan istilah filsafat. Isu-isu tentang kesetaraan gender yang dipilih pun juga kontekstual dan universal seperti kesetaraan dalam penciptaan, hak kenabian, hak dalam perkawinan, kepemimpinan dalam keluarga, hak waris, hingga peran di arena publik.

Dalam buku ini disampaikan pula bahwa intisari rasionalitas semua doktrin Al-Qur’an tentang kesetaraan gender terletak pada pengertian tentang kesetaraan itu sendiri. Pada buku ini juga, kesetaraan diartikan secara proporsional, sehingga perbedaan status, hak, dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan tidak dapat dinilai sebagai diskriminasi terhadap perempuan lantaran berbeda. Hal tersebut lebih disebabkan oleh fitrah masing-masing dan yang lain bersifat teknis fungsional. (Diko Ahmad Riza Primadi)

Beli Bukunya di Suara Muhammadiyah Store

Tags: feminismeHamkaHasbi ash-ShiddiqymuhammadiyahYunahar Ilyas
Suara Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah

Related Posts

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah
Berita

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah

28 September, 2024
Prof Dr Abdul Mu'ti
Berita

Muhammadiyah Kritik DPR Langgar Keputusan MK

22 Agustus, 2024
Tingkatkan Taraf Hidup Rakyat, Muhammadiyah MoU dengan BCA Syariah
Berita

Tingkatkan Taraf Hidup Rakyat, Muhammadiyah MoU dengan BCA Syariah

2 Juli, 2024
Next Post

Ragam Amal Ramadhan SDIT Muhammadiyah Manggeng

Please login to join discussion
  • Kotak Pos
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Pedoman Media

© SM 2021

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora

© SM 2021

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In