YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Melihat pendidikan yang semakin hari tidak memiliki arah yang jelas terutama dalam setiap pergantian Menteri. Maka dalam momentum Hari Pendidikan Nasional (02/05/2021), IMM FAI melakukan kegiatan diskusi online dengan tema “Raport Merah Nadiem : Pendidikan tanpa visi yang jelas”. Dalam kegiatan diskusi ini turut mengundang dua pemateri yaitu Drs. Yuliani Putri Soebardi dari Sarang Lidi sekaligus pemberantas korupsi di dunia pendidikan dan IMMawan Fikri Haikal aktivis Ruang Chandu sekaligus Ketua PP Creative Minority Darul Hikmah IMM FAI UAD.
Diskusi ini diawali dengan sambutan dari IMMawan Rendi yang mewakili Kabid Hikmah IMM FAI yang berhalangan hadir. Dalam sambutannya IMMawan Rendi menyampaikan “Tema ini diangkat sebagai salah satu refleksi daripada hari pendidikan pada tanggal 2 Mei 2021. Perlu diketahui bersama bahwa diskusi yang di angkat bermula ketika setiap Mentri membuat peta jalan pendidikan yang berbeda-beda. Sehingga menjadikan pendidikan Indonesia tidak jelas fungsinya”.
“Kemudian jika dilihat di UUD 1945 yang diamanatkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, lalu bagaimana hasilnya sekarang?. Para pelajar dan mahasiswa hanya dijadikan sekrup dari pada kapitalisme yang disiapkan untuk bekerja, bekerja, dan bekerja daripada proses pada mencerdaskan itu sendiri” Lanjut nya.
Pendidikan seharusnya dapat membebaskan, menjadikan manusia yang mampu memanusiakan manusia, dan berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan UUD 1945. Namun dengan ketidakjelasan pendidikan saat ini belum mampu sampai ke taraf hal itu.
Menurut Drs. Yuliani selaku pemateri pertama memandang bahwa visi misi dari setiap pergantian menteri seharusnya berkesinambungan bukan berubah-ubah karena akan berdampak langsung pada anak-anak baik itu siswa, mahasiswaa, dan semua pemangku pendidikan. Bagi Drs. Yuliani semua Mentri pendidikan memiliki raport merah karena visi dan misi dari kebijakan yang ada tidak pernah jelas arahnya.
“Dunia pendidikan tidak bisa ditambal sulam, karena kalau hanya tambal sulam maka tidak berjalan sesuai apa yang dicita-citakan atau diamanatkan oleh UUD 1945. Salah satu contohnya adalah pemerintah telah mengeluarkan hampir 400 Triliun untuk dunia pendidikan namun tidak ada yang tercapai dan masih jauh dari yang dicita-citakan” pungkasnya.
Namun Drs Yuliani juga mengatakan bahwa jika hanya mengamati terkait pendidikan di era pandemi saat ini terlihat kurang fair. Hal ini dikarenakan pemerintah telah secara masif melakukan perubahan dalam setiap kebijakan. Oleh karena itu, Drs Yuliani mengajak mahasiswa untuk menyeruakan terkait revolusi pendidikan.
“Revolusi pendidikan itu bukan kita harus berdarah-darah, namun dari revolusi pendidikan itu kita harus hentikan dulu pendidikan itu, dan semua yang terlibat didalam pendidikan ditata ulang. Termasuk tenaga pengajarnya, pengaturannya, semua ditata ulang kembali dan tidak boleh di tambal sulam”. Kata Drs. Yuliani
Pendidikan saat ini juga telah terkapitalisasi yang dimana orientasinya adalah profit. Maka untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang sesuai dengan UUD 1945 tidak akan bisa tercapai. Sekolah hanya akan bisa diakses oleh yang memiliki uang, padahal baik yang kaya maupun yang miskin berhak memperoleh pendidikan yang sama. Hal ini juga disebabkan oleh banyaknya pungli dan korupsi di sektor pendidikan itu sendiri. Yang sampai saat ini tidak ada kebijakan yang jelas dalam mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.
Selajutnya, IMMawan Haikal selaku pemateri kedua sepakat atas adanya kapitalisasi dalam dunia pendidikan. Menurutnya kapitalisasi pendidikan awal mulanya adalah dengan hadirnya liberalisasi pendidikan. Hal ini, diperkuat oleh UU nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal asing dan UU tahun 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Yang tentu bersifat sistemik pada program-program turunannya atau kebijakan-kebijakanya.
“secara filosofis pendidikan adalah upaya untuk memenuhi masyarakat atau memenuhi aspirasi masyarakat. Aspirasi yang dimaksudkan adalah aspirasi pragmatisnya. Yaitu Output dari pendidikan seharusnya dimana kita mendapatkan pekerjaan yang layak dengan potensi dan soft skill kita yang layak pula untuk memenuhi dunia kerja. Namun realitanya berbeda terbalik”. Pungkasnya.
“Yang luput dari pembacaan kita bersama bahwasanya bagaimana menciptakan anak bangsa yang berperadaban artinya pendidikan ini bagaimana mewujudkan suatu bangsa yang maju. Maju dalam tanda kutip bahwasanya dia mampu melakukan inovasi yang tentunya memiliki etika moral dalam membangun suatu struktural masyarakat. Sehingga tidak ada lagi eksploitasi, ekspansi dan akumulasi didalam dunia struktur kehidupan pribadinya.”. Lanjut Haikal
IMMawan Haikal juga menyorot salah satu kebijakan Kemendikbud terkait Kampus mereka yang menurutnya hanya untuk kepentingan investasi dan korporasi untuk masuk dalam dunia pendidikan. Dan diakhir penyampaian materinya dia menegaskan bahwa raport merah dari IMM FAI UAD adalah lambang atau simbol dari sikap politik terhadap hadirnya kebijakan kampus merdeka dan ketidakjelasan arah kebijakan Nadiem. (Riz)