Allah adalah Ar-Râfi‘, yaitu Yang Maha Meninggikan atau Yang Maha Mengangkat. Sekalipun nama Ar-Râfi‘ tidak disebut di dalam al-Qur’an, namun beberapa ayat memberi petunjuk tentang makna dari asma-Nya ini.
Dinyatakan dalam al-Qur’an bahwa Allah mengangkat derajat siapa saja yang Allah kehendaki (Qs al-An‘am: 83; Yusuf: 76). Allah meninggikan derajat sebagian manusia di atas sebagian manusia yang lain dalam masalah rezeki atau kehidupan sosio-ekonomi (Qs az-Zukhruf: 32). Demikian halnya dalam kaitannya dengan fungsi kekhalifahannya di bumi (Qs al-An‘am: 165). Para rasul-Nya pun Dia tinggikan sebagiannya di atas yang lain (Qs al-Baqarah: 253).
Allah pun meninggikan derajat orang yang beriman dan orang yang berilmu (Qs al-Mujadilah: 11) dan sebaliknya merendahkan derajat orang yang tidak beriman dan tidak berpengetahuan. Sebagaimana disebut di dalam hadis, Allah pun meninggikan orang yang rendah hati dan sebaliknya merendahkan orang yang sombong.
Selain meninggikan siapa saja yang Dia kehendaki, Allah juga meninggikan apa saja yang Dia kehendaki. Allah meninggikan gunung (al-Baqarah: 63, 93) dan langit (ar-Ra‘d: 13; ar-Rahman: 7; al-Ghasyiyah: 18; an-Nazi‘at: 28).
Allah dapat dan berhak mengangkat derajat sekehendak-Nya karena Allah adalah rafî‘ud-darajât (Qs Ghafir: 15), yang dipahami di kitab-kitab tafsir dalam dua makna: pertama, bahwa Dialah yang paling tinggi derajatnya, yang ketinggiannya melampaui segala derajat; dan kedua, bahwa Dialah yang mengangkat derajat malaikat dan hamba-hamba-Nya yang mukmin dan mukhlis, serta yang meninggikan langit dan benda-benda langit. Dengan demikian, Ar-Râfi‘ dapat diartikan sebagai Yang Mahatinggi, yang dengan ketinggian-Nya Dia meninggikan siapa saja dan apa saja yang Dia kehendaki.
Manusia yang menyadari dirinya sebagai hamba Ar-Râfi‘, akan mengakui ketinggian-Nya dan mengakui kerendahan dirinya sendiri, sehingga ia ingin selalu mendekat kepada-Nya untuk meraih ketinggian derajat. Hamba Ar-Râfi‘ mengharapkan ketinggian derajat hanya dengan bersandar kepada-Nya, dan tidak kepada selain-Nya. Kemuliaannya ia raih dengan jalan ketakwaan kepada Allah, dan bukan dengan ketundukan kepada selain-Nya. Ia percaya bahwa kemuliaan di sisi Ar-Râfi‘ sajalah yang merupakan kemuliaan sejati, dan bahwa kemuliaan di sisi Ar-Râfi‘ hanya dapat digapai dengan taufik-Nya. Ia pun percaya bahwa tanda ia mendapat taufik-Nya adalah ia selalu mendekatkan diri kepada-Nya.
Al-Ghazali menjelaskan bahwa nama Ar-Râfi‘ adalah peringatan kepada hamba-Nya agar meninggikan kebenaran, yaitu dengan mendukung yang benar dan membantu para penolong agama-Nya. Nama Ar-Râfi‘ sendiri berhubungan erat dengan nama al-Khâfidh, yang berarti Yang Maha Merendahkan.
Izza Rohman, Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PWM DKI Jakarta
Sumber: Majalah SM Edisi 6 Tahun 2018