Waktu Shubuh di Indonesia Terlalu Cepat 8 Menit
Oleh: Agus Mustofa
Sejumlah kawan bertanya kepada saya: “Apakah benar waktu shubuh di Indonesia terlalu cepat 8 menit dari yang seharusnya?”
Pertanyaan itu muncul, karena sedang menjadi pembicaraan di kalangan jamaah masjidnya. Dan juga mereka dapati menjadi pembicaraan di grup-grup WhatsApp.
Bahkan, kemudian menjadi fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih PP Muhammadiyah. Di akhir bulan Maret 2021. Di mana, waktu shubuh menurut edaran Muhammadiyah itu seharusnya 8 menit lebih siang. Dibandingkan dengan jadwal yang dikeluarkan oleh pemerintah, Depag. Selama ini.
Di dalam bulan Ramadan ini, misalnya. Jadwal Depag menunjukkan waktu Shubuh di Surabaya dimulai pukul 04:15 wib. Maka, menurut jadwal baru yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah menjadi 04:23 wib.
“Kami butuh penjelasan lebih jauh dari orang yang memahami masalah falakiyah ini,” kata Ramsono, ketua takmir masjid Al Mubarok Tuban.
“Jika berkenan, kami mengundang Pak Agus untuk menjelaskan kepada jamaah kami, sebelum datangnya bulan Ramadan,’’ pintanya.
Maka, sayapun meluncur ke Tuban pada Minggu, 11 April 2021. Memberikan kajian di dua masjid. Al Mubarok dan Darussalam. Dalam kajian “Menyongsong Ramadan”. Shubuh dan Duha.
Mereka mengaku harus berhati-hati untuk menerapkan jadwal baru itu. Meskipun sudah ditetapkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah. Dan sudah dipublikasikan dalam bentuk surat edaran kepada seluruh masjid Muhammadiyah.
Menurutnya, dampaknya akan luar biasa kepada jamaah. Dan masyarakat sekitar. Apalagi terkait dengan bulan puasa. Akan berpengaruh juga pada jadwal waktu imsak. Yang akan lebih siang dari biasanya.
Maka, sayapun menjelaskan masalahnya secara dalil Qur’ani dan Astronomi. Bahwa, Al Qur’an menjadikan waktu fajar sebagai patokan bagi dilaksanakannya shalat Shubuh itu.
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Fajar. Sesungguhnya shalat Fajar itu dipersaksikan.” [QS. Al Israa’: 78]
Ayat ini menyampaikan kewajiban shalat fardu. Mulai dari tergelincir matahari, yakni shalat Zhuhur, Ashar, dan Maghrib. Dilanjutkan shalat saat malam saat sudah tampak gelap, yakni shalat Isya. Ditambah dengan shalat Fajar, alias shalat Shubuh.
Secara Astronomi, jadwal waktu shalat itu dijelaskan oleh posisi matahari. Seperti terlihat pada gambar. Di mana shalat shubuh dilakukan pada saat matahari masih berada di bawah horizon, sejauh S derajat.
Ternyata, besarnya derajat itulah yang menjadi pangkal perbedaan. Antara jadwal lama yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan jadwal baru yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah.
Menurut pemerintah, fajar Shubuh itu terjadi ketika matahari berada di posisi 20 derajat di bawah ufuk. Sedangkan menurut Muhammadiyah, fajar Shubuh baru terjadi ketika posisi matahari berada 18 derajat di bawah ufuk.
Jadi, ada perbedaan sebesar 2 derajat. Di mana menurut ilmu Astronomi setiap derajat posisi matahari terhadap Bumi adalah setara dengan 4 menit. Sehingga, perbedaan 2 derajat itu setara dengan waktu 8 menit.
“Kami ingin memperoleh second opinion dari Pak Agus. Manakah yang benar menurut ilmu Astronomi,” kata Rasmono, pensiunan perwira polisi yang mualaf itu.
Menurut Astronomi, ternyata fajar itu memiliki tiga kategori. Yang pertama, adalah Astronomical Dawn. Yakni, rona merah yang membedakan antara malam dan pagi hari. Itu terjadi ketika matahari berada pada posisi 18 derajat di bawah ufuk.
Lebih rendah dari 18 derajat itu, menurut pengukuran Astronomi, fajar belum terjadi. Langit masih didominasi oleh warna gelap.
Yang kedua, adalah Nautical Dawn. Yakni, rona merah yang semakin terang di langit timur, sehingga menyebabkan sejumlah bintang tidak lagi kelihatan. Karena, kerdipan bintang-bintang kalah terang oleh cahaya matahari yang semakin membias di atmosfer bumi. Ini terjadi ketika matahari berada pada posisi 12 derajat di bawah ufuk.
Dan yang ketiga, adalah Civil Dawn. Yakni, rona merah yang lebih terang lagi. Sehingga benda-benda di sekitar kegiatan sehari-hari kita tampak nyata. Sampai terbitnya matahari. Ini mulai terjadi ketika matahari berada pada posisi 6 derajat di bawah ufuk.
Kondisi terjadinya ketiga macam fajar itu bisa dilihat pada gambar. Di mana, fajar yang paling awal memang terbentuk saat matahari berada di posisi 18 derajat di bawah ufuk. Dan itulah, fajar pertama kali sebagai penanda datangnya waktu shubuh. Karena, sebelum itu langit memang masih berada pada kondisi gelap malam, menurut kriteria Astronomi.
Maka, ketika kriteria fajar dikembalikan kepada pendekatan Astronomi, jawabannya menjadi jelas. Sesuai kriteria Astronomical Dawn. Yakni, saat matahari berada pada posisi 18 derajat di bawah horizon.
Dengan kata lain, waktu Shubuh yang selama ini didasarkan pada posisi matahari 20 derajat itu sesungguhnya terlalu cepat 8 menit.
“Dan demi waktu shubuh ketika fajar mulai menyingsing” [QS. At Takwir: 18]
Wallahu a’lam bissawab
Dimuat di Harian DisWay, Jum’at 16 April 2021
Agus Mustofa, Alumni Teknik Nuklir UGM, Penulis Buku-Buku Tasawuf Modern, dan Founder Kajian Islam Futuristik.