1. Kecemasan
Perasaan khawatir atau takut tersebut sebenarnya hal yang baik bagi seorang Muslim, bukan hal yang buruk, selama dia dapat meletakkan rasa takutnya itu secara proporsional, yaitu dapat meletakkan rasa cemas dan takut (al khauf) dan rasa harap (ar raja).
Jika dalam hati seorang muslim hanya dipenuhi oleh rasa cemas dan takut , sementara rasa harap sangat tipis, akan melahirkan sikap putus asa dari rahmat Allah swt. Sebaliknya jika rasa cemas dan takut sangat tipis, sedangkan rasa harap sangat besar, akan melahirkan sikap berani berbuat maksiat atau tidak takut berbuat dosa. Tentu ini juga tidak baik.
Keseimbangan rasa takut (al khauf) dan rasa harap (ar raja’) tersebut ditunjukkan oleh firman Allah SWT mengenai para nabi dan para wali-Nya.
”Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas.” (QS Al Anbiyaa` [21] : 90).
Pada ayat lain Allah swt berfirman:
”Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap.” (QS As Sajdah [32] : 16).
Terkait dengan rasa takut itu, yang sebaiknya diperhatikan adalah kita mesti mengendalikan rasa takut ke arah yang benar, yaitu mendorong perbaikan amal, bukan ke arah yang tidak benar, yaitu membuat putus asa dari rahmat Allah.
Seorang muslim hendaknya terus memperbaiki kualitas ibadahnya dengan memperhatikan: keikhlasan (beribadah hanya mengharap ridha dan pahala dari Allah swt, bukan mengharap pujian atau keuntungan dunia semata) dan sesuai dengan sunnah (melakukan ibadah sesuai dengan perintah Allah dan rasulNya)
Jika hal ini dapat dilakukan maka perasaan takut akan diterima atau tidaknya amal ibadah kita akan dapat kita kurangi. Selanjutkan kita serahkan kepada Allah yang maha kuasa serta yang maha mengetahui yang gaib dan yang nyata, termasuk ibadah puasa yang kita lakukan. Sembari terus beristighfar (mengarapkan ampunan dosa kepada Allah atas segala kesalahan yang pernah kita lakukan).
2. Kesedihan
Perasaan inilah yang seharusnya dimiliki oleh setiap muslim. Sedih karena bulan ramadhan yang akan berakhir ini akan berangkat meninggalkan orang yang mencintainya. Walaupun mungkin nanti akan kembali tetapi tidak ada jaminan kita akan bertemu kembali dengannya karena bisa jadi nyawa kita sudah diambil oleh Allah swt.
Maka tidak salah jika ada orang yang mengibaratkan bulan ramadhan ini seperti seorang tamu yang datang bertamu kerumah seorang muslim. Seperti pada untaian kata berikut ini
“SURAT PERPISAHAN”
Saudaraku,
Aku akan pulang…
Sudah hampir 30 hari aku bertamu, namun seringkali aku ditinggal sendirian.
Walau sering dikatakan istimewa namun perlakuanmu tak luar biasa.
Oleh-olehku nyaris tak kau sentuh…
AlQuran hanya dibaca sekilas kalah dengan update status smartphone dan tontonan.
Shalat tak lebih khusyu, kalah bersaing dengan ingatan akan lebaran.
Tak banyak kau minta ampunan, karena sibuk menumpuk harta demi THR dan belanjaan.
Malam dan siang mu tak banyak dipakai berbuat kebajikan, kalah dengan bisnis yang sedang panen saat Ramadhan.
Tak pula banyak kau bersedekah, karena khawatir tak cukup buat mudik dan liburan.
Saudaraku, aku seperti tamu yang tak diharapkan. Hingga, sepertinya tak kan menyesal kau kutinggalkan.
Padahal aku datang dengan kemuliaan, seharusnya tak pulang dengan kesiaan.
Percayalah, Aku pulang belum tentu kan kembali datang.
Sehingga seharusnya kau menyesal telah menelantarkan.
Masih ada beberapa hari lagi kita bersama,
Semoga kau sadar sebelum aku benar-benar pulang.
Karena TIDAK ADA JAMINAN umurmu akan bertemu lagi, di Ramadhan yg akan datang
Saudaramu,
RAMADHAN
Redaksi surat diatas bersumber dari pesan WAG (WhatsApp Grup) yang penulis terima. Pada intinya bahwa ramadhan akan menjadi saksi nyata kita kepada Allah bagaimana kita dalam melayaninya jika dia adalah seperti tamu. Dan akan menjadi penyesalan jika selama dia bertamu ke rumah, kita tidak pernah melayaninya.
Saudaraku. bersyukurlah bagi kita yang selama ramadhan ini terus memperbaiki diri kita dengan mengisi hari demi hari dengan bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah) dengan menjalankan puasa, Allah akan membalasnya dengan ampunan atas dosa yang telah kita lakukan. Sebagaimana rasulullah telah bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu., Nabi SAW bersabda: “Barang siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan dengan keimanan dan keikhlasan, maka diampuni dosanya yang telah berlalu”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 37 dan Muslim: 1266)
Demikian juga bagi muslim yang dalam menjalankan ibadah puasanya senantiasa diiringi dengan melaksanakan amal shalih seperti shalat tarawih, witir, qiyamullail, sedekah, zakat, membaca Alquran dan amal sunnah lainnya. Sebagaimana hadis rasul
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Rasulullah SAW menganjurkan agar mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan, akan tetapi tidak mewajibkannya. Beliau bersabda: “Siapa yang mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan dengan iman dan ikhlas, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (Hadis Shahih, riwayat Bukhari: 36 dan Muslim: 1267. teks hadis riwayat al-Bukhari).
Semoga kecemasan dan kesedihan yang kita rasakan sekarang ini benar- benar menjadi tanda bahwa kita memang telah mengisi ramadhan ini dengan amalan ibadah dengan semaksimal mungkin hanya mengharap ridha Allah swt. Serta bukti kerinduan kita seraya berdoa agar dipertemukan kembali dengan ramadhan di tahun depan.
Diantara doa yang bisa panjatkan adalah
اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْهُ آخِرَ الْعَهْدِ مِنْ صِيَامِنَا إِيَّاهُ، فَإِنْ جَعَلْتَهُ فَاجْع لْنِيْ مَرْحُوْمًا وَ لاَ تَجْعَلْنِيْ مَحْرُوْمًا
Artinya: Ya Allah, janganlah Kau jadikan bulan Ramadan ini sebagai Bulan Ramadan terakhir dalam hidupku. Jika Engkau menjadikannya sebagai Ramadan terakhirku, maka jadikanlah aku sebagai orang yang Engkau sayangi.
Demikianlah doa yang dianjurkan Rasulullah SAW dibaca di akhir Ramadhan.
Amin ya rabbal alamin