Membangun Visi Indonesia Ke Depan
Oleh Prof DR H Haedar Nashir, M.Si.
Ketika para elite dan warga bangsa saat ini tengah berkompetisi politik untuk meraih kemenanangan dalam Pemilu 2019 baik untuk pemilihan Presiden dan Wakil Pesiden maupun angggota parlemen DPR dan DPD, terbersitkah dalam pikiran mereka tentang Indonesia mau dinawa kemana? Artinya apakah mereka memikirkan Indonesia sebagai bangsa dan negara ini sungguh merupakan amanat sekaligus beban yang sangat berat untuk mereka pikirkan dan mereka wujudkan mebjadi negara berkemajuan dengan khazanah alam, sejarah, dan kebudayaannya yang luar biasa.
Visi atau apa yang hendak diwujudkan ke depan menjadi sangat penting. Tetapi visi yang bukan sekadar slogan dan iming-iming politik yang indah, tetapi benar-benar wajib dijalankan sehingga tercapai. Bukan sekadar ambisi meraih atau mempertahankan kekuasaan, untuk setelah menang kemudian tidak menjalankannnya secara amanah. Sebab betapa besar harapan rakyat Indonesia untuk menjadikan Indonesia benar-benar berkemajuan secara jiwa dan raga!
Khazanah Indonesia
Indonesia sunggun merupakan angugerah Allah yang lua4 biasa untuk disyukuri dan diolah dengan amanah dan spirit kekhalifahan. Indonesia sangat kaya raya baik alam maupun kebudayaannya. Jumlah pulau di Indonesia ialah 17.504 menurut Deputi Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, dengan 16.056 pulau pada tahun 2017 terdaftar dibakukan di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menurut Pusat Survei dan Pmetaan ABRI/TNI tahun 1987 jumlah pulau Indonesia 17.503, sebanyak 5.707 telah bernama, termasuk 337 nama pulau di kawasan sungai. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional tahun 2002 melaporkan data lebih besar, yaitu 18.306 pulau. Sementara Departemen Dalam Negeri tahun 2004 menyampaikan data jumlah pulau di negeri ini 17.504, dengan rincian 7.870 pulau telah memiliki nama, sementara 9.634 tidak bernama. Dari ribuan pulau tersebut sekitar 6.000 yang berpemghuni (Wikipedia Indonesia, 2018).
Kepulauan Indonesia menurut Vlekke dari segi georgrafis tampak bukan merupakan kesatuan. Pandangan tersebut boleh jadi dibaca secara verbal bahwa antara daratan dan lautan itu terpisah. Tetapi bagi bangsa Indonesia lautan dan daratan merupakan satu kesatuan integral yang tidak dapat dipisahkan. Dalam Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 dinyatakan, bahwa laut Indonesia, termasuk laut di sekitar, di antara, dan di dalam kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada masa penjajahan berdasar Ordonansi Hindia Belanda tahun 1939, bahwa pulau-pulau di Indonesia dipisahkan oleh laut, serta laut di sekitar dan di antara pulau bukanlah bagian dari kepulauan Indonesia, kecuali sekeliling 3 mil dari garis pantai. Dengan Deklarasi Djuanda laut dan daratan atau pulau merupakan satu kesatuan utuh berdasar prinsip negara kepulauan (Archipelagic State), setelah perjuangan diplaomasi politik yang panjang akhirnya Deklarasi Djuanda 1957 tersebut diakui dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB ketiga tahun 1982, yang kemudian dipertegas tahun 1985 bahwa Indonesia adalah negara kelulauan.
Indonesia sebagai kepuluan dihimpit benua Asia dan Australi, yang iklimnya sangat ditentukan oleh angin muslim. Pada bulan-bulan dari November sampai Maret berhembus angin dari arah barat dan membawa hujan dari lautan India ke Indonesia. Dalam rentang Juni sampai September angin musim berhembus dari arah tenggara dan membawa udara kering dari benua Australia ke bagian dari kepulauan Indonesia yang berada di sebelah selatan Khatulistiwa yaitu Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, Jawa, serta sebagian dari wilayah Kalimantan dan Sumatra. Angin tenggara yang kering tersebut yang menyebabkan kemarau di daerah-daerah tersebut, pada saat yang sama sesudah melampaui garis khatulistiwa berubah menjadi angin Baratdaya yang basah dan membawa hujan ke Sumatra Utara, Kalimantan Tengah dan Utara, serta Sulawesi Utara. Demikianlah di daerah-daerah tersebut hampir tak mengenal musim kemarau. Selain itu, curah hujan di berbagai daerah di Indonesia memang berbeda-beda tergantung pada musim-musim tersebut (Koentjaraningrat, 1976: 2).
Kekayaan alam di seluruh kepulauan Indonesia baik di lautan maupun daratan dan udara sungguh kaya dan merupakan bentangan anugerah Allah yang patut disyukuri oleh seluruh anak negeri. Gugusan kepulauan nan luas, indah, dan kayaraya ini telah memikat hati seorang Eduard Douwes Dekker atau Multatuli hingga menjulukinya sebagai Zamrut di Khatulistiwa. Dalam titik sejarah yang kritis dan di atas perjuangan ratusan tahun para mujahid bangsa yang berkorban dengan segenap jwa-raga, Indonesia akhirnya bebas dari cengkreman penjajah dan hadir sebagai negara merdeka sebagaimana ungkapan syukur para pendiri bangsa: “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”.
Identitas Kebangsaan
Dalam konteks perjuangan kebangsaan, Indonesia adalah sebuah identitas dan energi politik perlawanan terhadap kaum penjajah yang nista. Ketika Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) dan Mohammad Hatta berjuang di negeri Belanda dengan membawa nama Indonesia. Sementara di dalam negeri hadir sosok-sosok dr Soetomo, dr Wahidin Soedirohoesodo, HOS Tjokroaminoto, Ahmad Dahlan, Agus Salim, Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, Sutardjo Kartohadikusumo, Soekarno, Muhammad Hatta, dan seluruh anak bangsa yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Semua arus perrgerakan itu hadir untuk dan atasnama INDONESIA yang bercita-cita untuk menjadi bangsa dan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur, yang dalam referensi kaum Muslimin menjadi negeri Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.
Indonesia adalah identitas sebuah bangsa yang majemuk, yang dalam kepusparagamannya telah membentuk diri menjadi satu: Bhineka Tunggal Ika. Putra-putri generasi bangsa ketika behimpun dalam Sumpah Pemuda 1928 dengan penuh gelora telah menjadikan Indonesia sebagai titik temu untuk “Bertanah air yang satu, berbangsa yang satu, dan berbahasa yang satu” yakni Indonesia. Puncaknya pada 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta atasnama seluruh rakyat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, yang dikuti dengan penetapakan Konstitusi Dasar UUD 1945 yang di dalamnya terkandung Pancasila sebagai fondasi dasar dan utama kelahiran Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di tengah kemajemukan yang terus berproses membentuk diri sebagai bangsa yang toleran, damai, dan dewasa itu komitmen dan peran umat Islam sebagai mayoritas sungguh besar, yang oleh antropolog Kontjaraningrat dan sejarawan Sartono Kartodirdjo disebut sebagai kekuatan perekat integrasi bangsa.
Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 merupakan puncak perjuangan seluruh rakyat Indonesia yang berrkorban dengan segala jiwa-raga dari satu generasinke generasi berikutnya di seluruh kepulauan Nusantara ratusan tahun lamanya. Dari Aceh sampai Papua serta dari Miangas sampai pulau Rote seluruh kekuatan rakyat telah berjuang penuh penderitaan. Para pendiri bangsa memahami sepenuhnya penderitaan bangsa Indonesia akibat penjajahan yang panjang dan pentingnya arti kemerdekaan,sehingga spirit perjuangan kemerdekaan itu diabadikan dalam alinea Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”.
Indonesia sebagai negara-bangsa bukan hanya merdeka dan berdiri di atas perjuangan rakyat yang penuh pergumulan, tetapi juga menetapkan fondasi ideologi dan konstitusi dasar yang kokoh serta fundamental yaitu “suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Selain itu ditetapkan pula tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia yakni untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
Hal-hal yang mendasar sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 itu merupakan nilai-nilai dan landasan konstitusional yang harus menjadi pijakan, bingkai, dan orientasi utama dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sekaligus dan seluruh komponen bangsa sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tersebut jelas dasar, arah, dan cita-citanya untuk menjadi misi dan visi masional sepanjang masa. Sehingga Indonesia itu bukan sekadar ragad-fisik dan infrastruktur, tetapi menurut Soepomo “bernyawa” atau mempunyai nyawa serta menurut Soekarno memiliki “filosofisch grondslaag” yaitu fondamen, filosofi, pemikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, dan hasrat yang sedalam-dalamnya di mana di atasnya diletakkan bangunan Indonesia yang kekal dan abadi dengan tujuan nasional merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dalam keadaan yang sebenar-benarnya.
Sumber: Majalah SM Edisi 21 Tahun 2018