Busyro Muqoddas, Praktik Bagus Nahi Mungkar dan Berdemokrasi

Busyro

Busyro Muqoddas, Praktik Bagus Nahi Mungkar dan Berdemokrasi

Oleh: Yudha Kurniawan

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin kembali membuat gaduh dengan menyebut Ketua PP Muhammadiyah Pak Busyro Muqoddas “berotak sungsang”. Tindakan nir-adab ini dilakukan Ngabalin menyusul sikap Pak Busyro mengkritisi sederet upaya pelemahan KPK.

Tindakan ini kontan disesalkan oleh publik, karena selain cacat etika, dalam kapasitasnya sebagai Tenaga Ahli Utama KSP jelas Ngabalin membuat blunder komunikasi yang serius. Sebagai oknum istana, tindakan Ngabalin otomatis menyeret Presiden Joko Widodo ke dalam kegaduhan baru yang mestinya tak perlu terjadi.

Belajar kepada Pak Moerdiono

Kehadiran Tenaga Ahli Utama di tubuh KSP semestinya dapat meringankan beban Presiden Joko Widodo. Ngabalin seharusnya memiliki kompetensi untuk mendukung terbentuknya citra Pak Joko Widodo sebagai sosok pemimpin yang demokratis. Namun dengan tindakannya yang emosional dan arogan justru Ngabalin membuat citra Pak Jokowi sebagai figur pemimpin yang tidak demokratis karena terkesan anti kritik.

Pada era Presiden Soeharto, komunikasi publik dikelola oleh Mensesneg Pak Moerdiono. Jika Ngabalin gaya bicaranya meledak-ledak dan terkesan grusa grusu, sebaliknya Pak Moerdiono sosok yang tenang dan santun. Semua kebijakan dan pernyataan Presiden Soeharto disampaikan oleh pak Moerdiono dengan mimik wajah tenang lengkap dengan gaya bicaranya yang “gendak-genduk”.

Ngabalin dan koleganya di KSP tak perlu meniru “gendak-genduk” nya Pak Moerdiono yang memang sudah gawan bayi tentu susah ditiru. Namun Ngabalin dan semua pembantu Pak Jokowi sebaiknya mengakui bahwa Pak Moerdiono itu kompeten mengelola komunikasi publik pemimpin negara.

Pak Moerdiono nampaknya sangat teliti dan berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga tak pernah ada blunder, ini yang perlu dicontoh oleh Ngabalin. Nampaknya Presiden Soeharto merasa terbantu sehingga Pak Moerdiono termasuk menteri yang awet di Kabinet Pembangunan.

Salam sayang dari Pak Busyro

Saat diminta komentar oleh media rupanya Pak Busyro sama sekali tidak marah kepada Ngabalin, bahkan kepada wartawan beliau justru menitipkan salam sayangnya. Ini adalah contoh bagus cara  berdemokrasi di Indonesia. Pak Busyro menganggap tindakan Ngabalin tak lebih hanya sebagai respon atas konsekuensi sikap kritisnya terhadap upaya pelemahan KPK.

Pak Busyro tidak “baperan” dan merasa tak perlu mengartikan tindakan Ngabalin sebagai hinaan yang harus diselesaikan di meja hijau. Sikap negarawan Pak Busyro ini harus ditiru oleh para pemimpin, politisi, pejabat, dan tokoh publik se tanah air. Iklim sehat berdemokrasi di Indonesia akan terbangun dengan baik jika para pelakunya adalah negarawan sejati yang  tidak “baperan”.

Secara moral-pun Pak Busyro Muqoddas telah melaksanakan teladan dari Nabi Muhammad SAW yang selalu sabar dan tidak marah ketika dicaci maki. Di sinilah Pak Busyro menjadi bintang lapangan, karena banyak figur tokoh di negeri ini yang naik pitam dan langsung nge-gas hanya karena dikritik. Pak Busyro tidak membenci pemerintah atau siapapun, beliau hanya membela kebenaran dan menegakkan prinsip nahi mungkar dalam alam demokrasi.

Gerakan nahi mungkar

Serangan Ngabalin kepada Pak Busyro barangkali dimaksudkan agar warga Muhammadiyah turut menyalahkan sikap kritis Pak Busyro. Ngabalin dengan manuver itu akan menggiring opini warga Muhammadiyah, agar menganggap yang pantas dilakukan persyarikatan ini sebatas beramal sholih dan beramar makruf dengan gerakan dakwahnya, dengan amal usaha pendidikannya, dengan penyantunan yatim dan fakir miskin, membangun rumah sakit, masjid, dan musholla.

Seolah Ngabalin ingin menyihir warga Muhammadiyah bahwa ber-nahi mungkar itu tabu dan bukan gelanggang berjuangnya Muhammadiyah. Sehingga siapapun tokoh Muhammadiyah yang pemberani, kritis, akan dianggap tidak sesuai dengan karakter persyarikatan sehingga akan dikritik balik oleh warga Muhammadiyah sendiri.

Namun warga Muhammadiyah sudah sangat cerdas dalam mengarungi dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan tetap mempertahankan karakternya sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf dan nahi mungkar sebagai sebuah paket lengkap. Nampaknya analisis Ngabalin sebelum bermanuver kurang cermat dan akhirnya blunder total, warga Muhammadiyah-pun tetap mendukung Pak Busyro. Bahkan ketua PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto-pun meradang dan menyerang Ngabalin, kendati tempo hari saat menerima konsesi pengelolaan lahan juga dikritik oleh Pak Busyro.

Nama adalah doa orang tua

Pak Busyro Muqoddas adalah putra ulama Muhammadiyah KH. Muhammad Muqoddas Syuhada. Ayahnya yang asli Banjarnegara datang ke Yogyakarta atas penugasan Hoofdbestuur Muhammadiyah untuk memimpin madrasah pendidik ulama. Kakek Pak Busyro adalah KH. R. Syuhada pengasuh pesantren Binorong Banjarnegara yang merupakan canggah dari Pangeran Diponegoro, sang pahlawan pengobar perang Jawa. Kyai Syuhada memiliki banyak putra dan 3 orang diantaranya cukup terkenal di Muhammadiyah dan Kauman, yaitu KH. Busyro Syuhada, KH. Abu Amar Syuhada, dan KH. Muh Muqoddas Syuhada.

Berbeda dengan KH. Muh Muqoddas Syuhada yang lebih dikenal sebagai ulama, KH. Busyro Syuhada dan KH. Abu Amar Syuhada di kalangan Muhammadiyah lebih dikenal sebagai pendekar pencak aliran Banjaran. Kedatangan mereka berdua ke Kauman Yogyakarta lebih dikenang dalam hal urusan pencak dengan pemuda Kauman. Pendekar-pendekar Kauman di zaman kolonial sempat menambah referensi ilmu pencaknya kepada pendekar Busyro Syuhada dan Abu Amar Syuhada. Kegiatan pencak di Kauman-pun terus tumbuh dan berkembang dari generasi ke generasi, yang akhirnya di tahun 1963 mendirikan Tapak Suci dengan tokohnya pendekar Barie Irsjad.

Muh Muqoddas Syuhada seluruh putra-putrinya aktivis Muhammadiyah, 2 di antaranya bahkan hingga menjadi Ketua PP Muhammadiyah yaitu (Alm) KH. Muhammad Muqoddas, Lc, dan Dr. Busyro Muqoddas. Barangkali dengan memberi nama yang baik, orang tua menaruh harapan dan doa untuk anak-anaknya. Muhammad Muqoddas yang namanya mirip sang ayah rupanya tumbuh menjadi seorang ulama sebagai mana KH. Muhammad Muqoddas Syuhada. Sedangkan Busyro Muqoddas yang diberi nama mirip dengan nama pakdhe-nya rupanya tumbuh menjadi pejuang hukum dan keadilan yang pemberani sebagaimana sifat pendekar besar KH. Busyro Syuhada.

Yudha Kurniawan, Ketua Umum Pimda 02 Tapak Suci Putera Muhammadiyah Kabupaten Bantul.

Exit mobile version