Milad Aisyiyah: Berbagi Kebaikan, Nasihat dari Ibuku
Oleh: Haidir Fitra Siagian
Organisasi perempuan di Indonesia yang bernama “Aisyiyah” merupakan satu di antara tujuh organisasi otonom Persyarikatan Muhammadiyah. Secara kelembagaan, Aisyiyah diberikan kewenangan mengatur rumah tangga sendiri, mengelola amal usaha dan melakukan berbagai kegiatan yang menjadi program kerjanya. Seluruh aktivitas maupun program kerja Aisyiyah tersebut senantiasa diarahkan untuk mencapai tujuan Persyarikatan Muhammadiyah, yakni menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Aisyiyah didirikan di Yogyakarta pada 27 Rajab 1335 H bertepatan dengan 19 Mei 1917 M oleh Siti Walidah yang biasa dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan. Beliau adalah istri dari K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Persyarikatan Muhammadiyah. Pasangan suami-istri ini memiliki keturunan yang sudah tersebar di berbagai belahan bumi ini. Termasuk Ibu Marifah dan Ibu Aminah, yang sekarang berdomisili dan menjadi warga negara Thailand. Tahun 2018 yang lalu, bersama Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Professor Ambo Asse didampingi Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Bangkok, Professor Mustari Mustafa, penulis berkesempatan bertemu langsung dengan kedua cucu K.H. Ahmad Dahlan ini di kediamannya, bersebelahan dengan Masjid Kampung Jawa, pinggiran Kota Bangkok.
Sebagai sebuah organisasi, saat ini Aisyiyah telah berdiri di seluruh pelosok Nusantara. Terdapat 34 Pimpinan Wilayah pada tingkat provinsi, dan 370 Pimpinan Daerah pada tingkat Kabupaten. Selanjutnya terdapat 2332 Pimpinan Cabang pada tingkat kecamatan atau satu kawasan dan 6924 Pimpinan Ranting setingkat dusun, desa, atau kelurahan. Untuk mendukung pelaksanaan program kerjanya dalam mencerahkan masyarakat, Aisyiyah memiliki amal usaha dalam berbagai bidang kehidupan; pendidikan, kesehatan, penyantunan anak yatim-fakir miskin, peningkatan kesejahteraan sosial, penguatan ekonomi keluarga dan pemberdayaan masyarakat terutama kaum perempuan.
Khusus dalam bidang pendidikan, Aisyiyah telah memiliki amal usaha sebanyak 4560 buah yang terdiri dari kelompok bermain anak-anak, pendidikan anak usia dini, taman kanak-kanak, rumah penitipan anak, sekolah dasar, SMP, SMA dan perguruan tinggi. Tidak banyak organisasi perempuan yang memiliki universitas atau perguruan tinggi, salah satunya adalah Aisyiyah. Jumlah tersebut di atas merupakan jumlah yang cukup besar bagi sebuah organisasi yang diurus oleh kalangan perempuan.
Demikian pula dalam bidang-bidang lainnya, yang tersebar di seluruh negeri. Kesemua amal usaha Aisyiyah ini adalah bagian penting dari prinsip kerjanya yakni berbagi kebaikan kepada sesama. Berbuat yang terbaik demi kemaslahatan bersama seluruh lapisan masyarakat, tidak ada perbedaan, apakah warga Muhammadiyah maupun yang bukan. Kesemuanya dikelola berdasarkan pedoman organisasi, transparan dan rasa tanggung jawab yang tinggi.
Pada tanggal hari ini, 19 Mei 2021, Aisyiyah berulang tahun atau milad yang ke-104. Usia yang sudah lebih dari satu abad. Saya teringat dengan kisah keluarga kami di Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatra Utara. Awalnya kami bukanlah warga Persyarikatan Muhammadiyah. Hingga pada akhir tahun 1970-an, ibu dan ayah berdialog dengan seorang pimpinan Muhammadiyah tentang berbagai hal, termasuk masalah “mangupa-ngupai” dan “manortor”. Kedua jenis kegiatan tradisional di kampung, yang oleh paham Muhammadiyah, dari beberapa aspek terdapat tata cara yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Setelah dialog tersebut, kedua orang tuaku, memutuskan bergabung dengan Persyarikatan Muhammadiyah.
Sejak masuk Muhammadiyah, setiap hari Senin siang sampai sore, ibu mengikuti pengajian di SD Muhammadiyah Jalan Merdeka No. 37 Sipirok. Kemudian setiap hari Kamis malam, ibu dan ayah mengikuti pengajian rutin di rumah salah seorang tokoh Muhammadiyah, namanya, Haji Borkat Hutasuhut (almarhum), kebetulan bertetangga sebelah dengan rumah kami. Ini berlangsung dalam rentang tahun 1980-1997 dan periode 2007 hingga sekarang. Setelah mengikuti pengajian-pengajian tersebut, semangat bermuhammadiyah dan beraisyiyah, bagi Ayah dan Ibu semakin mantap. Ketika Ayah meninggal dunia tahun 2011 dalam usia 72 tahun, beliau masih bertugas sebagai pemegang kunci Masjid Taqwa Muhammadiyah Sipirok, sekaligus bertindak sebagai muazzin dan imam rawatib.
Satu hal yang perlu dicatat bahwa meskipun sudah lama bergabung dengan Aisyiyah dan menjadi bagian dari perjuangan Aisyiyah, Ibundaku Hj. Nursyawalinah Pakpahan, tidak pernah menjadi pemegang tampuk kepemimpinan. Baik tingkat Ranting maupun tingkat Cabang. Dia hanya sebagai anggota atau bahkan hanya sebatas simpatisan saja. Bahkan mungkin tidak pernah mendapat SK sebagai pengurus dan tidak pernah memiliki kartu tanda anggota. Yang ada hanya tanda kartu pembayaran bulanan dan sejumlah kwitansi tanda terima sumbangan. Akan tetapi, jiwa kemuhammadiyahan atau keaisyiyahannya, jangan diragukan lagi. Semua anak-anaknya, masuk dalam organisasi Angkatan Muda Muhammadiyah pada zamannya.
Jika ada perhelatan yang dilakukan oleh Muhammadiyah atau Aisyiyah, ibuku tidak akan ketinggalan, kecuali ada gangguan kesehatan atau sedang bepergian ke daerah lain. Suatu ketika, saat masih di Makassar beberapa tahun lalu bersama kami, dia minta cepat pulang ke Sipirok. Alasannya dia sudah rindu pengajian Aisyiyah. Ada kalanya saat pengajian sampai ke tingkat Ranting di desa-desa, tidak segan-segan beliau ikut meskipun dengan naik truk terbuka.
Bersamaan dengan tema milad Aisyiyah ke-104 hari ini yakni : ‘Merawat Persatuan, Menebar Kebaikan di Masa Pandemi’, ada satu persamaan dengan nasihat yang disampaikannya kepada saya pada akhir bulan Ramadan yang lalu. Yakni terkait dengan wacana menebar kebaikan. Dalam konteks ini menebar kebaikan dapat dalam bentuk kegiatan langsung yang berhubungan dengan masyarakat luas, menyampaikan dakwah, dan segala sesuatu yang bersifat kebaikan.
Dalam kesempatan tersebut, beliau berpesan kepada saya agar memperbanyak usaha “Marsipaboaan tu na pade”. Maksudnya adalah agar kita senantiasa memberikan informasi yang baik kepada sesama. Jika ada kegiatan kebaikan yang dilakukan, apakah kegiatan organisasi, bersama teman sejawat, ataukah kegiatan pribadi yang bermuatan kebaikan, dapat disampaikan kepada khalayak. Sebab hal ini boleh jadi menjadi perhatian dan pertimbangan ataupun contoh teladan, motivasi, dorongan kepada orang lain untuk melakukan hal yang baik pula. Bukan dalam konteks untuk memamerkan atau sifatnya membanggakan diri. Sebab keteladanan yang dilakukan seseorang dapat menjadi media dakwah yang efektif kepada masyarakat untuk melaksanakan kebaikan-kebaikan yang bermanfaat bagi sesama. Wallahu’alam.
Wassalam
Haidir Fitra Siagian
Wollongong, 19 Mei 2021