BEIRUT, Suara Muhammadiyah – Berdirinya Israel tahun 1948 di tanah Palestina itu sulit dilepaskan dari proyek kolonialisme dan imperialisme Barat. Belum lagi politik di Timur Tengah yang sangat kompleks serta kepentingan dengan kekuatan ril yang nyata di Timur Tengah dan Dunia Arab tiada lain adalah Amerika Serikat.
Demikian disampaikan Dubes RI untuk Lebanon Hajriyato Y Thohari dalam Pengajian Nasional Gerakan Solidaritas Palestina dan Politik Timur Tengah, Jum’at (21/5/2021). Setelah deklarasi berdirinya Israel, dalam tempo empat jam saja Amerika langsung memberikan pengakuan dan sejak itu terlibat dalam memproteksi Israel dengan semakin kuat dan jejaknya menjadi yang paling besar.
Hajriyanto mengungkapkan kemerdekaan Palestina ada di beberapa pundak, tapi yang pertama dan utama adalah Amerika. “Amerikalah yang paling besar tanggung jawabnya. Pasalnya, penulis skenario Israel – Palestina pasca Perang Dingin adalah Amerika,” tuturnya.
Pada tahun 2020 Amerika, negara adidaya tunggal yang berkuasa di dunia menyodorkan proposal Peace to Prosperity atau disebut juga Deal of the Century. Amerika terus berpihak luar biasa terhadap Israel yang di dalamnya memuat bahwa Yerusalem diberikan kepada Israel seutuhnya.
Amerika Serikat juga memberikan mimpi Israel yaitu menjadikan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Amerika menambrak keputusan Liga Bangsa Bangsa (LBB) yang menyatakan bahwa Yerusalem merupakan kota internasional.
Menurut Hajriyanto perlu diteliti terkait sikap Amerika selama ini yang sudah seperti kebudayaannya mendukung Israel. “Saya melihatnya ini adalah soal kebudayaan dan juga opini,” tambahnya.
Ketua PP Muhammadiyah tersebut memaparkan lima motif Amerika mengapa terlibat di Timur Tengah. Yaitu pengamanan akses terhadap minyak, dukungan dan proteksi atas Israel, pengamanan basis-basis dan pangkalan AS di Timur Tengah, mempertahankan rezim-rezim yang berkuasa di negara-negara Arab sehingga tertap menjadi aliansi setianya, dan membendung gerakan radikalisme dan terorisme Islam.
“Ini seperti Pancasila-nya politik luar negeri AS di Timur Tengah. Sila utamanya melindungi Israel yang memimpin sila-sila yang lainnya,” imbuh Hajriyanto.
Perang Palestina
Palestina terus menjadi sorotan termasuk perang yang sudah berlangsung terlalu lama tanpa penyelesaian. Namun, bila diperhatikan beberapa kali perang terjadi setiap 4-5 tahun sekali.
Apa yang terjadi bukan konflik tetapi perang, bukan perang konvesional, tapi perang yang asimetris. Israel merupakan negara penjajah terus menindas bangsa Palestina yang dijajah. Perang yang bersifat asimetris tersebut sangat besar korbannya (jiwa, luka, dan infrastruktur) semakin menambah persoalan.
Masyarakat internasional berutang kepada bangsa Palestina, yaitu sebuah kemerdekaan bangsa Palestina terus tertunda untuk hidup berdampingan dan setara. Penjajahan dan agresi Israel terhadap Palestina buka saja pantas dikecam, tapi merupakan pelanggaran berat hukum internasional. “Sebenarnya sederhana perampok dan yang dirampok, penjajah dan yang dijajah,” kata Hajriyanto.
Indonesia meminta Majelis Umum PBB mengambil tiga langkah, pertama yakni menghentikan kekerasan dan aksi militer Israel untuk mencegah makin banyak korban jiwa berjatuan; selain melalui gencatan senjata langsung, Indonesia mengusulkan penempatan pasukan perdamaian internasional di Yerusalem untuk memastikan keselamatan rakyat Palestina dan melindungi status Masjid Al-Aqsa
Langkah kedua yaitu Majelis Umum PBB menempatkan akses kemanusiaan dan perlindungan rakyat sipil. Semua badan PBB harus menekan Israel untuk membuka akses pengiriman bantuan kemanusiaan kepada rakyat Palestina terdampak perang
Langkah ketiga adalah Majelis Umum PBB mesti mendorong dimulainya perundingan multilateral kredibel untuk mencapai solusi dua negara. Semua negara harus menghentikan segala upaya sistematis dilakukan Israel selama ini untuk tidak menyisakan apapun lagi untuk dirundingkan dengan Palestina.
Hamas dan Israel akhirnya menyepakati gencatan senjata berlaku mulai pukul dua dini hari waktu setempat. Perang Gaza berlangsung sebelas hari sejak 10 Mei lalu yang telah menewaskan 230 warga Palestina, termasuk anak-anak dan juga menewaskan 12 orang di pihak Israel yang mencakup tiga warga asing
Masih menurut Hajriyanto, Gaza yang mampu bertahan hampir dua minggu ini luar biasa. Bandingkan dengan tahun 1967 antara Arab – Israel yang juga disebut perang 6 hari. Padahal perang diikuti oleh Palestina, Yordania, Lebanon, Suriah, dan Mesir kalah oleh Israel. (Riz)