Prof Sudarnoto: Akar Persoalan Utama di Palestina Adalah Spirit Imperialisme Israel

JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Peristiwa kekerasan yang terjadi saat penghujung Ramadhan baru-baru ini adalah kelanjutan dari serangkaian tragedi di Palestina. Tragedi kemanusiaan di Palestina sejak 1940-an tersebut merupakan peristiwa bersejarah yang sangat kelam di Abad ke-21, karena secara kasat mata genosida telah dilakukan oleh Israel.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Prof Dr Sudarnoto Abdul Hakim, MA mengungkapkan peristiwa pengusiran penduduk di Syaikh Jarrah adalah contoh yang sangat gamblang dan sebelumnya telah dilakukan di tempat-tempat lain. Sehingga masyarakat Palestina tak memiliki tempat tinggal (homeless) begitu juga pemutusan akses air serta perlakuan diskriminasi lainnya.

Menurut laporan Al-Jazeera dalam 11 hari serangan Israel, terhitung 251 warga Palestina gugur baik di Gaza maupun Tepi Barat termasuk anak-anak. Ribuan warga dirawat, puluhan ribu mengungsi, serta ratusan rumah dan gedung luluh lantak. “Ini bukan pertempuran, bukan peperangan, tetapi penghancuran, genosida,” tutur Prof Sudarnoto dalam Pengajian Nasional Gerakan Solidaritas Palestina dan Politik Timur Tengah, Jum’at (21/5/2021). Turut hadir menjadi narasumber Dubes RI untuk Lebanon Hajriyato Y Thohari, dan Ketua Lazismu PP Muhammadiyah Prof Hilman Latief, PhD.

Prof Sudarnoto mengungkapkan bahwa akar persoalan utama di Palestina adalah spirit imperialisme Israel. Yaitu melakukan okupasi, mengambil tanah-tanah milik Palestina sedikit-demi dengan berbagai cara. “Jadi kemiskinan dan kesengsaraan yang dialami oleh rakyat dan bangsa Palestina adalah kesengsaraan struktural. Karena ini dilakukan oleh sebuah negara,” imbuhnya.

Sangat disayangkan keputusan-keputusan Internasional melalui PBB dan Dewan Keamanan selalu dipotong dengan hak veto. Maka harus ada langkah-langkah kongrit dari berbagai negara anggota PBB untuk melakukan gerakan reformasi terhadap PBB.

“Transformasi kelembagaan menjadi sangat penting sehingga veto dapat diatur sedemikian rupa agar lebih fleksibel dan jangan menyentuh persoalan-persoalan penistaan terhadap kemanusiaan sebagaimana terjadi di Palestina,” ungkap Prof Sudarnoto.

Beragam upaya perlu dilakukan melalui diplomasi kemanusiaan baik oleh negara maupun civil society seperti Muhammadiyah, NU, maupun Majelis Ulama Indonesia. Begitu juga apa yang dilakukan melalui program MuhammadiyahAid maupun Lazismu harus seiring dengan langkah-langkah diplomatik yang dilakukan oleh negara.

Langkah kongkrit lainnya yaitu program kemanusiaan seperti membangun rumah sakit Indonesia kedua di Palestina, tepatnya di Tepi Barat yang diinisiasi MUI. Sebelumnya telah berdiri juga rumah sakit Indonesia di Gaza yang turut mendapat dukungan dari Muhammadiyah dalam membantu rakyat Palestina.

Ketua Lazismu PP Muhammadiyah Prof Hilman Latief, PhD dalam sambutannya menyampaikan bahwa Muhammadiyah sudah setiap tahun memiliki program di Palestina, seperti program untuk pengungsi baik di Palestina maupun negara tetangga.

Lazismu dalam beberapa waktu ini terus mengupdate fundraising untuk Palestina yang mendapatkan antusiasme luar biasa. “Mudah-mudahan cukup efektif dan tentu saja kita tetap melakukan fundraising untuk domestik nasional dalam rangka menjalankan kinerja aksi layanan Lazismu secara nasional,” tuturnya. (Riz)

Exit mobile version