UAH Kena Fitnah
Oleh Fahd Pahdepie
Ustadz Adi Hidayat (UAH) kena fitnah. Saya kira, saya harus bersuara. Nanti saya ceritakan sebabnya. Fitnah-fitnah ini sudah tak bisa dibiarkan. Jika kita tinggal diam, bangsa ini dalam bahaya karena kita membiarkan mereka yang terus memecah belah masyarakat hidup tenang, ongkang-ongkang kaki dan merasa menang.
Bagi saya, ini bukan soal siapa kita, berada di kubu politik yang mana, apa agama kita, suka orangnya atau tidak, dan seterusnya. Yang jelas, fitnah, kabar bohong, narasi kebencian dan perpecahan tak boleh mengisi ruang publik kita dan memanipulasi pikiran masyarakat. Dampaknya akan luar biasa dalam jangka panjang. Saya akan memakai kasus UAH untuk membedah persoalan ini.
Baru-baru ini, aksi UAH yang menggalang dana untuk Palestina memang mencengangkan publik. Dalam enam hari ia sanggup menggalang dana lebih dari 2 juta USD dari para jamaahnya, masyarakat Indonesia secara umum, kurang lebih Rp 30 miliar nilainya. Barangkali ini salah satu donasi untuk Palestina yang terbesar yang dikumpulkan seorang individu dalam waktu kurang dari seminggu.
Saya pribadi berkesempatan mengikuti perjalanan bagaimana UAH menggalang donasi ini. Bahkan sejak masih rencana. Siang itu, 16 Mei 2021, via WhatsApp kami berbincang soal urgensi membantu Palestina. UAH baru saja mengunggah video berjudul ‘Palestina Memanggil’ yang mengajak masyarakat Indonesia berdonasi. Saya jawab di pesan WA itu, “Saya akan gerakkan teman-teman juga. Bismillah. Nanti saya ikut campaign”. Penggalangan dana pun terus bergerak.
Lima hari berselang, tanggal 21 Mei 2021, UAH mengirim saya pesan yang lain. Sebuah tautan ke video Youtube. Saya tercengang membaca judulnya. “Berita Terkini! ~ Mengejutkan!! Ust Adi Hidayat Terserat, UAS Ungkap Aliran Dana Donasi Palestina.”
Dari judulnya, kita tahu ini salah satu teknik membuat konten viral, dibuat seolah heboh, sengaja salah ketik, dirancang sedemikian rupa agar mendorong orang untuk penasaran. Seperti bisa kita duga, isinya ambigu, nggak nyambung, tempel sana-sini, sama sekali tidak seperti judulnya, provokatif.
Yang mengagetkan adalah nama channel-nya: Suara Istana. Jumlah subscribernya pun tidak sedikit 448 ribu. Video itu sendiri sudah ditonton 72 ribu kali. Dari obrolan saya dan UAH siang itu, ini tak bisa dibiarkan. Bayangkan ada puluhan ribu orang yang berpotensi menerima kabar bohong dan fitnah ini, bisa jadi di antara mereka terprovokasi atau menelannya mentah-mentah. Lalu termakan benci.
“Saya akan bertanya ke sejumlah pihak. Tapi saya bisa pastikan itu bukan istana.” Ujar saya pada UAH. Meski sudah yakin ini akun abal-abal yang dibuat orang-orang tak bertanggung jawab, saya tetap bertanya kepada sejumlah kolega di lingkaran istana. Jelas terkonfirmasi, “Istana tidak mungkin membuat narasi seperti itu.” Ujar seorang pejabat di sana.
Saya tahu pasca Pilpres 2019 sebenarnya ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan situasi dengan terus membuat narasi kebencian dan perpecahan. Di media sosial kita akrab dengan istilah BuzzeRp vs Kadrun. Dua-duanya sama-sama ngeyel dan mengeruhkan percakapan publik kita. Tapi saya bisa pastikan mereka ini liar, tak bertuan, bensin mereka adalah rasa benci yang akut. Mereka tak senang masyarakat kita guyub rukun.
Namun, meski didera fitnah, penggalangan donasi UAH jalan terus. Antusiasme publik untuk ikut membantu Palestina tak bisa dibendung. Hasilnya itu tadi, dana 30 miliar rupiah terkumpul dalam waktu enam hari saja. Saat penggalangan dana ditutup karena Palestina-Israel memutuskan untuk melakukan gencatan senjata, publik malah marah dan bertanya, “Kenapa donasinya ditutup, Ustadz?” Mereka masih ingin membantu. Tapi donasi memang harus ditutup, semua ada waktunya.
Tanggal 23 Mei, saya kembali berkomunikasi dengan UAH. Saat itu saya mendapatkan informasi bahwa dana sudah terkumpul sekitar 2 juta USD. Penggunaan dana akan dibagi tiga. Bagian pertama, 1 juta USD, senilai Rp 14,3 miliar, akan diserahkan melalui MUI disaksikan langsung oleh Dubes Palestina. Bagian kedua, 750 ribu USD, senilai Rp 10,5 miliar, diserahkan melalui International Networking for Humanitarian (INH) untuk langsung disampaikan ke Gaza. Dan bagian ketiga, sekitar 250 ribu USD, akan dialokasikan untuk membantu pendidikan pelajar-pelajar Palestina.
Seluruh dana donasi masuk melalui rekening yayasan MIRA (Ma’had Islam Rafiatul Akhyar), diaudit oleh Kantor Akuntan Publik, dan ikut disupervisi oleh Bank Syariah Indonesia (BSI) karena menggunakan rekening bank tersebut. Tanggal 24 Mei semua dana itu diserahkan melalui MUI dan INH, disaksikan langsung oleh Dubes Palestina, disiarkan secara live melalui streaming Youtube, diliput dan diberitakan puluhan media nasional. Saya ikut mendampingi UAH di acara itu, ditemani sahabat saya Arief Rosyid yang merupakan Komisaris Independen BSI.
Hari itu publik heboh. Bangga sekaligus terharu. UAH mengatakan bantuan itu bukan dari dirinya, ia hanya perantara, tetapi dari rakyat Indonesia. “Saya tegaskan ini dari rakyat Indonesia. Untuk memenuhi janji konstitusi kita.” Katanya. Wakil Ketua MUI, Buya Anwar Abbas, dan Sekretaris Jendral MUI, Amirsyah Tambunan, menyambut gembira langkah UAH yang menitipkan dananya kepada MUI, institusi resmi yang diakui negara.
Saat menerima secara simbolis, Dubes Palestina untuk Indonesia Zuhair al-Shun mengatakan, “Kami sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya untuk bangsa Indonesia atas seluruh dukungan dan dorongan untuk rakyat Palestina untuk mencapai kemerdekaan yang akan datang. Bagi kami, Palestina adalah Indonesia dan Indonesia adalah Palestina.” Ujarnya. Saya kira, kita pun akan terharu jika bangsa kita dibantu bangsa lain yang peduli.
Tanggal 25 Mei Ketua Umum MUI, KH. Miftachul Akhyar menyerahkan secara resmi bantuan itu kepada pihak Palestina. Malam harinya, saya ditelepon Sekjen MUI dan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional MUI, Prof. Sudarnoto Abdul Hakim, untuk dimintai pendapat mengenai teknis penyaluran dana donasi yang sudah diserahkan. Semua terdokumentasi dengan baik, terkoordinasi dengan pihak-pihak berwenang negara baik di Indonesia maupun Palestina.
Sayangnya, tukang fitnah memang tak pernah senang melihat sesuatu seperti ini. Syahwat mereka untuk memecah belah tak bisa dibendung. Subuh 26 Mei 2021, hari ini, saya mendapatkan WA lagi dari UAH. Kali ini beberapa ‘screenshot’ dari berbagai ‘channel’, di antaranya diberi nama Kabar Istana (65.1 ribu subscribers) dan Suara Inspirasi. Judul-judul videonya pun provokatif dan menyesatkan: ‘Mengemis Minta Maaf, Adi Hidayat Akui Gelapkan Dana Sumbangan’, ‘Dana 30 M Digelapkan, Polisi Amankan Ust Adi Hidayat’, ‘Gelapkan Dana Sumbangan, Tiba-tiba Ust Adi Hidayat Kena Azab Begini’. Dilengkapi gambar thumbnail rekaan.
Saya kira, kita tak bisa tinggal diam. Pihak-pihak tak bertanggung jawab ini memang sengaja menyebar fitnah dan ingin memecah belah. Pagi tadi saya sarankan UAH untuk segera mengambil tindakan hukum, saya juga meminta izin beliau untuk bergerak dengan cara saya. Hari ini saya sudah komunikasikan masalah ini kepada berbagai pihak, mulai dari DPR hingga MPR, dari TNI hingga Polri, juga teman-teman di pemerintahan. Kita tak bisa biarkan ini terus terjadi.
Teman-teman bisa ramai-ramai melaporkan akun-akun itu, jangan lupa screenshot untuk dijadikan bukti, juga ikut memberi klarifikasi kepada mereka yang sudah terlanjur termakan fitnah. Ini bukan tentang membela UAH saja, lebih dari itu, ini tentang menolong bangsa ini dari perpecahan. Lihatlah akun-akun Youtube yang saya sebut di atas, di sana fitnah begitu nyata dan terang benderang, dari mantan kepala negara sampai pemuka agama, publik dibentur-benturkan untuk saling benci.
Ini saatnya kita bergerak. Tukang fitnah harus kita lawan. Tak ada pilihan lain!
Fahd Pahdepie, Ikatan Alumni Darul Arqam Muhamamdiyah Garut (Ikadam)