Al-Lathîf, Yang Maha Lembut

Al-Lathîf

Ilustrasi Dok Amuba

Al-Lathîf, Yang Maha Lembut

Lafaz al-Lathîf mempunyai makna lembut, dan jika digunakan untuk menyifati Allah bermakna Yang Maha Lembut. Di dalam al-Qur’an sifat Maha Lembut ini disebutkan tujuh kali dalam tiga bentuk kata, yakni alLathîf (QS. al-An’am [6]: 103; al-Mulk [67]: 14), Lathîfun (QS. al-Syûrâ [42]: 19; al-Hajj [22]: 63; Luqman [31]: 16; Yusuf [12]: 100), Lathîfan (QS. al-Ahzab [33]: 34). Sifat Maha Lembut ini menggambarkan kelembutan Allah kepada makhluk-Nya. Kelembutan ini tercerminkan dalam dua hal, yakni pertama, kelembutan dalam bentuk selalu memberi anugrah kepada makhluk-Nya dengan penuh Kasih Sayang; dan kedua, kelembutan dalam menyaksikan seluruh perbuatan hati dan fisik makhluk-Nya sampai hal yang sangat kecil dan tersembunyi.

Kelembutan Allah yang terkait dengan selalu memberi anugrah kepada makhluk-Nya berdasarkan kasih dan sayang-Nya berbentuk ajaran wahyu dan rezeki, sebagaimana dijelaskan oleh Allah,

وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَىٰ فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا

Ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui (QS. al-Ahzab: 34).

اللَّهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَن يَشَاءُ ۖ وَهُوَ الْقَوِيُّ الْعَزِيزُ

Allah Maha lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezeki kepada yang di kehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa (QS. al-Syura: 19).

Kemudian kelembutan Allah yang terkait dengan perbuatan makhluk-Nya adalah Allah melihat seluruh perbuatan hati dan fisik makhluk sampai hal yang paling kecil dan tersembunyi. Allah berfirman,

لَّا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ ۖ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ [٦:١٠٣]

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui (QS. al-An’am: 103).

Dengan menghayati sifat Allah Yang Maha Lembut tersebut, kita harus selalu mengabdi dan bersyukur kepada-Nya karena seluruh kebutuhan kita telah disediakan oleh Allah. Kemudian kita juga harus selalu berbuat sesuai ajaran wahyu Allah, karena sekecil apapun perbuatan baik kita Allah akan mencatatnya, dan sekecil dan selembut apapun perbuatan buruk kita, akan selalu disaksikan oleh Allah. Selanjutnya, kita harus selalu memupuk kehati-hatian dalam berbuat, dan selalu memohon bimbingan-Nya. Wallahu a’lam.

Ustadi Hamzah, Department of Religious Studies Faculty of  Ushuluddin (Islamic Theology & Thought) State Islamic University Sunan Kalijaga

Sumber: Majalah SM Edisi 9 Tahun 2018

Exit mobile version