Hukum Mengenakan Pakaian Terkena Najis Ketika Shalat
Pertanyaan :
Assalamu ‘alaikum wr.wb.
Kita ragu apakah pakaian kita terkena najis atau tidak, sedang kita dalam perjalanan (musafir). Kemudian kita langsung melaksananakan shalat karena sudah masuk waktu. Nah, setelah selesai shalat, ternyata kita tahu kalau pakaian kita terkena najis. Sah kah shalat yang kita lakukan tersebut? Haruskah kita mengulanginya lagi?
Majelis Tabligh PCM Pujud, Riau (disidangkan pada 29 Rajab 1440 H / 05 April 2019 M)
Jawaban:
Wa ‘alaikumussalam wr.wb.
Kemudian menjawab pertanyaan kedua, dalam ibadah shalat terdapat beberapa syarat sah, salah satunya adalah suci dari kotoran (najis), baik itu suci badan, pakaian maupun tempat. Jika sebelum melaksanakan shalat, badan, pakaian, atau tempat tersebut terdapat najis maka hendaknya dibersihkan terlebih dahulu sesuai ukuran besar najisnya. Apabila najis itu berupa air kencing bayi yang belum menerima asupan makanan selain ASI, yang dalam kajian fikih termasuk dalam najis mukhaffafah (ringan), maka cukup diperciki air sampai basah, apabila najis itu berupa kotoran ayam misalnya, yang dalam kajian fikih termasuk najis mutawasithah (pertengahan), maka dibersihkan dahulu najisnya kemudian disiram dengan air, dan apabila najis itu berupa jilatan anjing atau dalam kajian fikih termasuk najis mughalazhah (berat), maka dicuci tujuh kali salah satunya menggunakan tanah atau bahan pembersih lainnya.
Dalam kasus di atas ada beberapa butir yang ingin kami sampaikan,
- Ketika seseorang mendapati najis sebelum melaksanakan shalat sedangkan ia sudah berwudu, maka ia wajib membersihkan najisnya dan tidak perlu mengulang wudunya.
- Apabila terdapat keraguan mengenai kesucian pakaian ketika hendak melaksanakan shalat, maka berlaku kaidah,
الأَصْلُ بَقَاءُ مَا كَانَ عَلَى مَا كَانَ.
Asal itu tetap sebagaimana semula, bagaimana pun keberadaannya.
Artinya, kondisi bagaimana pun pakaian itu akan tetap dihukumi suci sebagaimana hukum awalnya hingga ada bukti yang menunjukkan ketidaksucian pakaian tersebut.
- Apabila ia sedang melaksanakan shalat kemudian mendapati najis pada pakaian yang memungkinkan untuk dilepas atau dibersihkan seketika itu, seperti sandal, peci atau surban, maka shalatnya tetap sah. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Sa’id al-Khudriy,
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فَخَلَعَ نَعْلَيْهِ فَخَلَعَ النَّاسُ نِعَالَهُمْ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لِمَ خَلَعْتُمْ نِعَالَكُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ رَأَيْنَاكَ خَلَعْتَ فَخَلَعْنَا قَالَ إِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ بِهِمَا خَبَثًا فَإِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَقْلِبْ نَعْلَهُ فَلْيَنْظُرْ فِيهَا فَإِنْ رَأَى بِهَا خَبَثًا فَلْيُمِسَّهُ بِالْأَرْضِ ثُمَّ لِيُصَلِّ فِيهِمَا [رواه أحمد].
Dari Abu Sa’id al-Khudriy (diriwayatkan) bahwasannya Nabi saw shalat kemudian melepas sandalnya dan orang-orang pun ikut melepas sandal mereka, ketika selesai beliau bertanya: Mengapa kalian melepas sandal? Mereka menjawab: Wahai Rasulullah, kami melihat engkau melepas sandal maka kami juga melepas sandal kami, ” beliau bersabda: “Sesungguhnya Jibril menemuiku dan mengabarkan bahwa ada kotoran di kedua sandalku, maka jika di antara kalian mendatangi masjid hendaknya ia membalik sandalnya lalu melihat apakah ada kotorannya, jika ia melihatnya maka hendaklah ia gosokkan kotoran itu ke tanah, setelah itu hendaknya ia shalat dengan mengenakan keduanya [HR. Ahmad].
- Apabila ia sedang melaksanakan shalat kemudian mendapati najis pada pakaian yang tidak memungkinkan untuk dilepas atau dibersihkan seperti pada baju, celana dan kain sarung maka dibatalkan shalatnya, kemudian dibersihkan najisnya dan diulangi kembali shalatnya. Hal itu dikarenakan suci dari kotoran/najis merupakan syarat sahnya shalat.
- Apabila ia mendapati najis setelah melaksanakan shalat, maka shalatnya tetap sah dan tidak perlu mengulanginya. Hal ini dipahami dengan mafhum muwafaqah pada hadis tentang sahnya shalat salah seorang sahabat yang bertayamum kemudian menemukan air setelah melaksanakan shalatnya.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 15 Tahun 2020