Pendidikan Berlandas Iman
Oleh Dr Mas’ud HMN
Peringatan Hari Pesantren 21 Oktober 2017 lalu memberi kesan ganda. Satu pihak pendidikan Agama mendapatkan tempat yang khas ditanah air kita ini, di pihak lain gejala kemunduran moral, terjun bebas. Kejahatan terhadap anak, premanisme, narkoba kian merajalela. Artinya—meskipun kesimpulan ini belum tentu sepenuhnya benar—bahwa pendidikan Pesantren belum cukup berpangaruh signifikan untuk mencapai masyarakat Indonesia yang beriman dan bermoral.
Yang jelas, Pendidikan adalah tanggung jawab imani yang merupakan beban atau tantangan serius abad ini yang harus dipikul bersama. Begitu pendidikan dibiarkan tak terurus, atau melupakan iman sebagai unsur pentingnya pendidikan masyarakat akan menimbulkan malapetaka.
Dari aspek demikian tanggung jawab imani berarti mengejewantahkan keyakinan Ketuhanan untuk kemanusiaan. Dengan kata lain pendidikan punya tangung jawab dalam fungsinya yang bisa diuraikan sebagai berikut.
Yaitu aspek pertama bagaimana manusia sadar dengan ketidaktahuannnya. Oleh karena itu ia harus berusaha mencari tahu, (how to understand). Yang kemudian berupaya mencari sumber pengetahuan. Entah dari wahyu yang diturunkan kepada para nabi dengan Al-Qur’an atau dari logika berpikir, penalaran. Pengetahuan yang lebih tinggi dapat diperoleh dari sumber wahyu. Sebab Allah itu Dialah Yang Maha Tahu.
Seperti firman Allah dalam Al Qur an “Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui (surat at Thalaq :112). Pada intinya fungsi pendidikan untuk mencapai kompetensi berpikir (how to do). Tujuannnya untuk mampu memenuhi tugas kemanusiaannya di muka bumi.
Kedua, pendidikan dengan fungsi tafakkur (mendekat) kepada sang pencipta. Ini artimya bagaimana manusia bertafakkur sebagai makhluk dalam menjalani kehidupannya. Berusaha dengan menjaga relasi vertikal (hablun minallah) dan relasi horizonal (hablun minnnas). Harapannya dengan berupaya dekat dengan pencipta, terjadi proses kontrol diri, tidak tamak, tidak sombong. Berupaya dekat dengan lingkungan sosial agar dapat bermafaat bagi orang lain. Tercipta hubungan sosial muamalah yang baik (how to working toghether).
Tafakkur ini sebagai fungsi penddikan penting dan strategis. Sesuai dengan petunjuk agama dalam firman Allah ayat 115 Surat Al-Baqarah. Agar manusia bertafakur kepada Allah. Hal ini tentunya tidak terlepas dari fungsi mawas diri (how to self control).
Ketiga, fungsi teologis. Yaitu bagaimana manusia tahu dengan kuasa Allah, chaliknya. Manusia sebagai mkhluk, semata-mata pengabdi kepadaNya.
Dari tiga fungsi di atas yakni, al ilm, tafakkur dan teologis itulah pendidikan untuk kemanusiaan. Itulah tantangan utana pendidikan. Dengan kata lain inilah pendidikan pencerahan mengentaskan kesengsaraan.
Karena tanpa pendidikan timbul kebodohan dan kemiskinan. Ketiga variabel ini berkelindan antara satu dan lainnnya. Pada intinya satu lingkaran berkaitan. Kebodohan disebabkan kurangnya pendidikan, gagal atau kurangnya pendidikan menyebabkan kemiskinan.
Ketidakberhasilan pendidikan, dengan akibat seperti dikemukan di atas, sungguh suatu tantangan luar biasa bagi kemanusiaan. Pertanyaannya bagaimana pendidikan dapat mencerahkan dan mensejahteraakan.
Persoalan ini sudah banyak diseminarkan, didiskusikan. Bahkan sudah banyak dilakukan uji coba. Belum berhasilnya pendidikan seperti yang diharapkan tentu banyak faktor yang menjadi hambatan dan penghalangnya. Namun demikian kita jangan berhenti mencari solusi yang terbaik, yang mungkin ditawarkan.
Dalam upaya pencarian solusi, saya tertarik dengan upaya lois Prayer di Amerika Latin tentang keterbelakangan dan kemiskinan. Mereka memang dari penganut Katolik yang tertarik haluan pikiran kaum kiri.
Itulah agaknya mengapa dalam bukunya yang terkenal, ia mengangkat penddikan yang membebaskan. Artinya membuka tirai kalbu kaum jelata Brazil untuk menyadari pendidikan haruslah dari diri sendiri. Kesejahteraan kaum tertindas tak datang dari pemerintah yang borjuis.
Sama halnya di Indonesia tahun 70-an menawarkan pendidikan membangun manusia yang utuh, yang memiliki keteguhan iman kompetensi intelektual dan skill kerja yang andal. Namun hasil pendidikan seperti diukur dari indeks manusia menjadi kreteria kemajuan satu bangsa Indonesia belum termasuk negara berhasil.
Pada penghujung esay ini penulis ingin memberi catatan bahwa sesungguhnya upaya mencerdaskan kehidupan bangsa tidak boleh tercerai dari imani. Meskipun matlamatnya tetap yakni mencerdasakan atau mencerahkan dan mensejahterakan.
Pendidikan harus mengilmukan manusia, kemudian, mentafakkurkan manusia dan mentauhidkan manusia. Dalam persfektif demikianlah kita berbicara pendidikan kemanusiaan. Hari depan dan hal yang menyertainya seperti pecerahan serta keesjehtaraan merupakan tanggung jawab bersama Itulah fungsi penddikan untuk masa depan.
Mas’ud HMN, Doktor Dosen Pascasarjana Univeritas Muhammmadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta