Membaca Indonesia: Peran Pemuda dan IMM dalam Mengawal Bangsa
Oleh: Preli Yulianto
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 jumlah pulau Indonesia sebanyak 16.056, dan terdiri dari 34 provinsi. Sementara itu, berdasarkan buku ensiklopedia merujuk pada buku pedoman pengolahan Sensus Penduduk 2010, jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia secara keseluruhan mencapai lebih dari 1.300 suku bangsa. Kemudian, berdasarkan data BPS merujuk pada Sensus Penduduk 2010 agama yang tersebar dan diakui di Indonesia ada 6 agama yakni: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Khonghucu.
Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia berada di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik sehingga letak Indonesia sangatlah strategis. Indonesia merupakan terbentuk dari bangsa-bangsa yang memiliki kultur heterogen hasil dari kesepakatan bersama (konsensus) dari beraneka ragam suku, ras, budaya, dan agamanya.
Terbentuknya NKRI tidak begitu saja instan tanpa proses melainkan melalui proses yang pelik hingga timbul persatuan keinginan hidup bersama (kolektif) saling pengertian (mutual understanding) dalam satu wadah. Peristiwa terbentuknya satu tujuan, semangat perjuangan (nasionalisme) tersebut, salah satunya yakni peranan pemuda menyamakan persepsi “Sumpah Pemuda” bahwa satu tanah air Indonesia, satu bangsa, dan satu bahasa hingga Indonesia mampu mewujudkan kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Kebinekaan Indonesia lahir dari proses yang panjang hingga menjadikan persatuan yang utuh atas dasar yang sama. Kebinekaan terwujud dari kontruksi intergrasi yang mengarah pada penyatuan seluruh unsur yang beda dari ragam suku, ras, budaya, dan agama hingga terwujud kesepakatan dalam bingkai satu tujuan, satu dasar falsafah (Pancasila), konstitusi (UUD 1945), hingga satu payung dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peran setiap eleman bangsa sangatlah penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan, dalam mewujudkan negara yang damai, berkeadilan sosial, berdaulat, dan berkemajuan. Peran berbagai kalangan sangatlah penting sebagai tonggak dalam mewujudkan hal tersebut maka, peran pemuda utamanya, mahasiswa (organisatoris) sangatlah penting demi mewujudkan perubahan Indonesia yang lebih baik.
Bhinneka Tunggal Ika
Berbagai refrensi menyebutkan bhinneka tunggal ika berasal dari bahasa Jawa Kuno yang secara harfiah mengandung arti bhinneka (beragam), tunggal (satu) ika (itu) jadi, beragam satu itu. Sedangkan, menurut Na’im dan Syaputra, dalam Naskah Subdirektorat Statistik Demografi BPS (2011) bahwa kesatuan pandangan, ideologi dan falsafah hidup bangsa Indonesia secara eksplisit tercantum dalam lambang negara yang bertuliskan “bhinneka tunggal ika”, yang mengandung makna “beraneka ragam (suku bangsa, agama, bahasa) namun tetap satu (Indonesia).
Dalam Buku Rosmawati (2017:59) menjelaskan dalam proses perumusan konstitusi Indonesia, jasa Muh. Yamin harus dicatat sebagai tokoh yang pertama kali mengusulkan kepada Bung Karno agar Bhinneka Tunggal Ika dijadikan sesati negara. Di sela-sela sidang BPUPKI anatara Mei-Juni 1945, Muh. Yamin menyebut-nyebut ungkapan bhinneka tunggal ika itu sendirian. Namun I Gusti Bagus Sugriwa (temannya dari Buleleng) yang duduk disampingnya ikut menyambut sambungan ungkapan itu dengan “tan hana drama mangrwa”. Sambutan spontan ini di samping menyenangkan Muh. Yamin, sekaligus menunjukan bahwa di Bali ungkapan bhinneka tunggal ika itu masih hidup dan dipelajari orang.
Proses bangsa ini merdeka dari belenggu penjajah tidak lah mudah, prosesnya sangatlah pelik. Semboyan bangsa ini lahir dari karateristik bangsa ini yang berbeda-beda dan memiliki kesadaran kolektif yang terhimpun dari penyatuan persepsi oleh petinggi-petinggi intelektual bangsa Indonesia kala itu.
Catatan Indonesia dan Peran Pemuda
Kiprah pemuda dalam mengawal peradaban bangsa tidak bisa dielakan lagi, bagai mana tidak torehan yang disuguhkan pemuda benar-benar mengguncangkan dunia. Benar adanya yang dikatakan bung Karno pernah mengatakan, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, dan beri aku 10 pemuda niscaya akan ku guncangkan dunia”.
Sekitar tahun 1800-an pemuda berkumpul dengan spirit untuk bagai mana mewujudkan mimpi-mimpi itu. Selanjutnya, tahun 1928 pemuda kembali berkumpul dengan spirit persatuan merundingkan suatu kesepakatan yang dikenal dengan ikrar “Sumpah Pemuda”.
Berikut ini merupakan bunyi ikrar sumpah pemuda yakni: pertama, Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kedua, Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia. Ketiga, Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Di tegah heterogennya bangsa ini pemuda mampu menghimpun kekuatan dalam menyatukan visi perjuangan pada masa bangsa ini terjajah dahulu. Semangat pemuda mampu menggelorakan semangat bersama hingga mampu mewujudkan kemerdekaan.
Setelah munculnya momentum emas kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 hingga lengsernya rezim orde lama ditandainya keluarnya surat perintah 11 Maret 1966 yang memunculkan narasi Orde Baru. Hal tersebut, tidak lepas dari pada kiprah pemuda diantaranya mahasiswa dalam memunculkan harapan-harapan baru bagi bangsa ini.
Gerakan reformasi 20 Mei 1998 hingga kemudian melengserkan Soeharto pada 21 Mei 1998 membuktikan kiprah pemuda diantaranya mahasiswa dalam menegakkan keadilan. Melihat polemik yang terjadi sekarang ini tentu menjadi catatan penting bagi iron stock yakni pemuda untuk berperan aktif untuk tetap kritis, solutif, dan kontributif. Pemuda dengan julukan “The Power of Young” juga bisa membumikan gagasan-gagasan yang bisa ditawarkan guna menorehkan tinta emas dalam membangun peradaban.
IMM Satu Tujuan, Meskipun Berbeda-beda
Kader IMM dari Sabang sampai Merauke maupun di luar negeri memiliki beragam ras, suku, dan budaya, bahkan agama. Hal ini lah yang menjadi realita dalam Ikatan, menjadikan bukti bahwa keaneragaman bukan menjadikan halangan untuk bersatu, dibingkai dalam satu tujuan.
Sering kita dihadapkan dengan problematika berbeda pandangan pemikiran lantaran berbeda ras, suku, dan budaya ataupun lainnya. Dalam hal ini, kita harus belajar dari K.H. Ahmad Dahlan yang memiliki kepemimpinan yang visioner, berempati terhadap perbedaan pandangan atau pendapat. Pandangannya tersebut bersifat inklusif relativis seperti kata Rasid (2018) bahwa KH. Ahmad Dahlan memandang positif terhadap perbedaan yang ada dan menganggap bahwa itu bukanlah perbedaan yang hakiki/mutlak namun disebabkan karena adanya perbedaan faktor-faktor luar.
Justru perbedaan pendapat merupakan kekayaan intelektual yang harus ditumbuh kembangkan dalam IMM karena dengan adanya perbedaan akan adanya diskusi yang sifatnya mencari kebenaran dalam mencari solusi untuk menuai kesepakatan. Adanya diskusi tersebut akan menimbulkan jiwa kritis, selama perbedaan pandangan tersebut bisa terkrucutkan dalam satu tujuan tidak menjadi masalah karena akan memunculkan solusi ataupun kesepakatan persepsi guna melakukan transformasi sosial.
Meneropong IMM dalam Mengawal Bangsa
Sejak awal berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) 14 Maret 1964 kiprahnya dibenturkan dengan adanya gerakan yang melenceng dari amanat UUD 1945 seperti, PKI yang bringgas hingga memuncakkan gerakan tahun 1965. Lantas apa yang diperbuat IMM dalam memerangi gerakan komunis yang mengkampayekan gerakan atheis? Gerakan konfrontasi dilakukan IMM guna memerangi dominasi identitas gerakan melalui identitas IMM yang menjadikan warna dominasi gerakan PKI menjadi warna gerakan tahuid.
Warna merah yang tersemat dalam atribut IMM sejatinya memiliki histroris dan filosofis mendalam, bukan hanya sekedar warna yang tertangkup di dalamnya melainkan sebagai symbol perjuangan yang mengakar dalam catatan peradaban IMM. Selain itu, warna IMM memiliki makna sebagai simbol penolakan dan penegasan terhadap gerakan separatisme alias kelompok yang melenceng dari cita-cita kemerdekaan Indonesia kala itu. Seperti halnya, yang diungkapkan oleh Rosyad Sholeh warna merah merupakan simbol perlawanan, antitesis terhadap gerakan PKI maupun CGMI.
Kemudian, IMM pada gejolak 1998 melakukan manuver gerakan yang seirama dengan Amien Rais yang waktu itu sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah sering mengobarkan pentingnya suksesi. IMM mengundang ke kampus-kampus untuk mengedukasi mahasiswa, dan kader IMM kala itu bergerak tidak mengatasnamakan organisasi (IMM) melainkan melebur dalam gerakan lain (aliansi) dengan menanggalkan identitas IMM dengan tujuan melindungi, menyelamatkan IMM, dan juga atas dasar tradisi organisasi pada zaman itu. Pasalnya, pernah kejadian pada organisasi seperti HMI yang kala itu ingin dibubarkan oleh pemerintah orde lama, lantaran pada waktu itu HMI terlalu terang-terangan dalam melakukan manuver.
Aktivis IMM 1998, Bandarsyah dalam Hasan (2021:76) menceritakan IMM berani melakukan demonstrasi menggunakan bendera organisasi pasca penembakan Trisakti 14 Mei 1998. Sebab itulah banyak yang menganggap IMM gila, sementara organisasi mahasiswa ekstra lain tidak berani karena takut dibubarkan. IMM terus menumbuhkan sikap kritis hingga kepemimpinan Habibie. Tahun 2000, masa kepemimpinan Gusdur, kader IMM membentuk KAMMU (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muhammadiyah) dengan Amien Rais sebagai titik sentral pergerakannya.
Akademisi Rocky Gerung (2019), menjelaskan bahwa gerakan mahasiswa itu gerakan intelektual, gerakan fikiran, dan itu sudah dibuktikan IMM. DNA Mahasiswa itu kritis, tak ada satu kekuatan pun yang bisa menghentikan fikiran kritis Mahasiswa. Apabila di tengah kritis politik, karena tugas mahasiswa mengkritik ekskapisme.
Torehan IMM terus mengelora dalam berkiprah terhadap bangsa Indonesia, membumikan gagasan dan membangun peradaban. Gerakan mahasiswa itu gerakan intelektual bukan hanya gerakan massa, maka IMM berupaya membuktikan itu. Torehan IMM dalam berkarya dengan menerbitkan buku IMM di Era 4.0 : Refleksi dan Harapan yang secara resmi di launching pada 9 April 2021 menjadi salah satu bukti IMM membumikan gagasan, membangun peradaban. Selain Itu, IMM launching batch 2 Djazman English Sholarship Toefl Class guna memberdayakan kader-kader IMM untuk bisa menduniakan gerakan IMM untuk Indonesia dan umat yang berkemajuan.
Preli Yulianto, Kader PC IMM UM Palembang/Penulis Muda Sumsel