Asy–Syahîd, Allah Yang Maha Menyaksikan
SALAH SATU sifat Allah yang terdapat dalam al-Asma’ al-Husna adalah asy-Syahîd atau Allah Yang Maha Menyaksikan. Kata asy-Syahîd tersusun dari akar kata yang tersusun dari huruf-huruf syin, ha’, dan dal. Makna dasarnya berkisar pada “kehadiran”, pengetahuan, informasi, dan kesaksian. Kata asy-Syahîd sebagai nama Allah dalam Al-Qur`an diulang sebanyak 20 kali. Lafaz asy-Syahîd sebagai nama Allah dalam Al-Qur`an diulang sebanyak 20 kali.
Allah Asy-Syahîd, Allah Maha Menyaksikan segala peristiwa dan mengetahui hakikat sesuatu secara terperinci. Tidak ada yang tersamarkan atau terlewatkan. Persaksian-Nya sempurna dan menyeluruh, baik lahir maupun batin, dekat atau jauh, samar atau jelas, yang telah, sedang, atau akan terjadi, di mana pun dan kapan pun tanpa ada batasnya.
Persaksian Allah adalah paling sempurna, meliputi persaksian lahir dan batin, gaib dan nyata, awal dan akhir, syariat dan hakikat, dunia dan akhirat. Allah berfirman,
يَوۡمَ يَبۡعَثُهُمُ ٱللَّهُ جَمِيعٗا فَيُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوٓاْۚ أَحۡصَىٰهُ ٱللَّهُ وَنَسُوهُۚ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ شَهِيدٌ ٦
yang artinya, “Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS. Al- Mujâdilah: 6)
Tatkala kita memahami makna yang terkandung dalam nama asy-Syahîd, niscaya kita akan lebih menjaga setiap perbuatan sebab Allah senantiasa menyaksikan seluruh gerak-gerik kita, baik terang-terangan maupun tersembunyi. Dengan begitu, perbuatan kita akan terjaga dari hal-hal yang sekiranya menentang keridhaan Allah Swt.
Mengingat Allah Maha Menyaksikan apa yang kita lakukan, kelak Dia akan menuntut tanggung jawab terhadap apa yang kita lakukan tersebut. Karena itu, melakukan sebuah pekerjaan atau amal dengan kualitas terbaik, menjadi sebuah keniscayaan.
Seorang hamba yang meneladani nama asy-Syahîd, senyatanya mampu menjadi pribadi yang jujur di mana pun dan kapan pun. Ia mampu menjadi saksi yang jujur dan menegakkan persaksian karena Allah. Lebih dari itu, ia harus mampu menjadi teladan yang baik bagi orang lain, sehingga kebaikannya dapat disaksikan dan diteladani oleh sesama.
Ahmad Fatoni, Lc., M.Ag, Kaprodi Pendidikan Bahasa Arab FAI UMM
Sumber: Majalah SM Edisi 11 Tahun 2019