Menyoal Penjajahan Modern dan Peran IMM Melawannya

imm

Menyoal Penjajahan Modern dan Peran IMM Melawannya

Oleh: Fathan Faris Saputro

Ada yang mengatakan merdeka itu bebas, bertindak seenaknya dan semaunya. Tinggal kita merangkainya dan mendefinisikan kemerdekaan dengan keadaan suatu individu atau kelompok atau juga sebuah Negara dimana mereka bisa berbuat bebas tanpa ada kekangan dari pihak luar dan semua yang menyangkut dengan dirinya akan ditentukan oleh masing-masing tanpa ada paksaan dan tekanan dari luar.

Kita tahu Bangsa Indonesia sudah merdeka selama 76 tahun, Dimulai dari proklamasi pada tahun 1945 sampai detik ini, 2021. Secara demikian adanya deklarasi kemerdekaan Indonesia telah merdeka. Penjajahan Kolonial Belanda maupun Jepang telah usai. Hal ini memberikan kita kesimpulan bahwa secara fisik Negara kita sudah tidak terjajah.

Namun benarkah Indonesia sudah lepas dari penjajahan? Mari kita membuat analogi. Semisal ketika kita menanam sebuah biji, sebut saja biji jagung. Ketika kita menaruhnya di tanah, kita anggap kita sudah memerdekakan biji jagung tersebut. Selanjutnya biji jagung akan tumbuh. Semakin lama usianya akan semakin besar dan menghasilkan buah yang banyak dan tentunya memiliki manfaat yang banyak bagi manusia.

Contoh tersebut dapat kita analogikan pada pertumbuhan bangsa ini 76 tahun bangsa ini tumbuh dan hidup merdeka. 76 tahun yang lalu biji Bangsa ini ditanam. Tapi apakah pertumbuhan bangsa ini seperti pertumbuhan jagung tersebut? Kenyataan dan realitanya Bangsa ini belum tumbuh. Sekalipun tumbuh, pertumbuhannya terhambat dan lambat. Mengapa ini bisa terjadi? Banyak sekali faktor yang menyebabkanya. Nampaknya terlalu lama dijajah membuat Indonesia mengalami gangguan mental, yaitu inferiority complex. Sehingga ketika dilepas butuh waktu yang lama untuk lepas dari pengaruh ketergantungan itu.

Penjajahan Indonesia Abad Modern

Tapi, menurut saya. Bangsa Indonesia tidak mengalami ketergantungan. Indonesia sudah bebas dari itu. Nyatanya Indonesia sudah menjadi salah satu Negara berpengaruh. Indonesia pernah merasakan nikmatnya swasembada beras, dan lainnya. Kalau begitu apa yang masih membuat bangsa ini kerdil atau tidak bisa tumbuh?

Memang benar penjajah telah hengkang. Namun tanpa kita sadari dan kita perhatikan mereka telah datang kembali, datang untuk menguasai Indonesia. Ini sudah nampak sejak pemerintahan otoriter Soeharto di masa Orde Baru. Entah karena salah kapra atau memang sudah terpedaya, Orba dengan terang-terangan membukakan pintu gerbang bagi penjajah untuk masuk kembali dengan dalil Investasi dan pinjaman luar negeri.

Meminjam uang kepada Bank Dunia, kontrak dengan perusahaan asing untuk mengelola minyak bumi dan tambang lainnya adalah pintu gerbang bagi para penjajah untuk kembali menjajah Indonesia. Kalau dahulu mereka menjajah secara fisik namun sekarang yang dijajah mental dan harkat martabat kita. Kita sedang dijajah. Penjajahan yang lebih sadis. Kita telah dipermalukan, dipermalukan semalu-malunya. Kita diperbudak, diperbudak di tanah kelahiran kita. Apa kata dunia? Keamatiran pemerintah untuk menandatangani kontrak dengan asing adalah perkara yang sulit untuk ditebus sampai hari ini atau bahkan tidak bisa ditebus. Pemerintah harus bertanggung jawab untuk semua keresahan yang mereka sebabkan ini.

Tidak hanya dengan jalan menguasai isi bumi bangsa ini. Penjajah gaya baru juga menguasai pemerintahan. Pemerintah sudah menjadi antek asing lainnya. Negeri Yahudi perusak dunia, yang menyebarkan kerusakan dan perang di mana-mana. Penjajah yang satu ini mengobrak-abrik persatuan dan ideologi umat Islam sebagai agama yang dianut kebanyakan rakyat Indonesia. Para penguasa yang beragama Islam pun diracuni dengan ideologi kebarat-baratan yang rapuh.

Sekarang mari kita tengok Era-reformasi. Masa ini seharusnya bisa kita gunakan untuk memajukan Bangsa sebab Orde Baru telah jatuh. Ya, Soeharto telah jatuh. Masyarakat khususnya umat Islam seharusnya bisa merubah keadaan Bangsa ini karena sudah merdeka dari Orba. Namun karena asing yang licin dengan mudah mereka masuk lagi. Mereka masuk ke partai-partai politik Islam untuk memecah persatuan umat.

Kita lihat pasca Reformasi ketika Amien Rais akan bergabung ke PPP, Amien Rais diadu dengan petinggi-petinggi PPP padahal Amien Rais sudah mau memimpin PPP. Begitu juga ketika beliau diadu dengan Yusril, padahal Yusril sudah siap menjadi sekjend PPP jika Pak Amien menjadi pemimpinnya. Pada waktu itu memang Amien Rais sangat ditakuti asing karena kemampuannya menyatukan umat kita bisa lihat pada saat penggulingan Soeharto. Kiat penjajah untuk mengadu domba berhasil sehingga Amien Rais yang notabene anak seorang tokoh Masyumi dan pernah menjadi Top Leader-nya muhammadiyah malah mendirikan partai sekuler nasionalis.

Urgensi IMM untuk Merebut Kembali Tanah Surga

Islam datang bukan hanya mengatur urusan vertikal dengan Tuhan. Tapi Islam datang membawa syariat lengkap bagi manusia. Ekonomi, politik dan semuanya, telah diatur oleh syariat Islam. Selayaknya bagi kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah menggunakan hukum kita, hukum Islam dan bukan malah menggunkan hukum warisan penjajah.

Tapi masalahnnya bagaimana kader IMM bisa menegakkan hukum Allah tersebut? Ya kita harus tetap berusaha. Ada dua cara untuk menggapai itu, pertama, dengan jalan menyatukan partai-partai Islam. Dan yang kedua, dengan jalan revolusi mental.

Dari kedua cara itu, cara yang pertama lebih bagus. Sebab Indonesia ini berpolitik dan kita bisa berjuang lewat jalur politik. Dari sekian parpol Islam, kita satukan sebagaimana fungsi parpol yang pernah dilakukan Soeharto dahulu. Kita berjuang dalam satu partai dan hanya satu lambang partai Islam. Inilah harapan besar kita.

*) Instruktur PC IMM Lamongan dan alumni DAMNAS Jakarta Timur

Exit mobile version