Ke Mana Saja Hidupmu, Kamu Pasti Menuju Tuhan

hidup

Foto Dok Ilustrasi

Ke Mana Saja Hidupmu, Kamu Pasti Menuju Tuhan

Hai manusia, Sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.(QS.Al Insyiqaq : 6)

Manusia hidup di dunia ini baik disadarinya atau tidak adalah dalam perjalanan kepada Tuhannya (mati). untuk menerima pembalasan-Nya dari perbuatannya yang buruk maupun yang baik.

Qatadah mengatakan dalam Tafsir Ibnu Katsier, “Sesungguhnya jerih payahmu, hai anak Adam, benar-benar lemah. Maka barang siapa yang menginginkan jerih payahnya dicurahkan untuk ketaatan kepada Allah, hendaklah ia melakukannya, dan tiada kekuatan baginya untuk mengerjakan ketaatan kecuali dengan pertolongan Allah.”

Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Al-Hasan ibnu Abu Ja’far, dari Abuz Zubair, dari Jabir  mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

“قَالَ جِبْرِيلُ: يَا مُحَمَّدُ، عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحَبِبْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُلَاقِيهِ”

Jibril berkata, “Hai Muhammad, hiduplah kamu sesukamu, maka sesungguhnya kamu bakal mati. Dan sukailah apa yang engkau inginkan, maka sesungguhnya engkau akan meninggalkannya. Dan beramallah sesukamu, maka sesungguhnya kamu akan menjumpai (balasan)nya.”

Hisab objektif atau Subjektif Allah?

Hal ini selaras dengan ayat-ayat berikutnya. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.(Al-Insyiqaq: 7-8)/ Manusia akan menerima perhitungan di akhirat dengan mudah, tiada kesulitan. Dengan kata lain, tidak dilakukan hisabsecara detail(obkektif)semua amal perbuatannya. Secara subjektif atas rahmat Allah, manusia akan dimudahkan hisabnya. Dan mereka akan berkumpul kembali dengan sanak keluarganya dalam kegembiraan di surga.

قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ حَمْزَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَبَّادِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: سمعتُ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي بَعْضِ صَلَاتِهِ: “اللَّهُمَّ حَاسِبْنِي حِسَابًا يَسِيرًا”. فَلَمَّا انْصَرَفَ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الْحِسَابُ الْيَسِيرُ؟ قَالَ: “أَنْ يَنْظُرَ فِي كِتَابِهِ فَيَتَجَاوَزُ لَهُ عَنْهُ، إِنَّهُ مَنْ نُوِقش الحسابَ يَا عائشةُ يَوْمَئِذٍ هَلَكَ”.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Abdul Wahid ibnu Hamzah ibnu Abdullah ibnuz Zubair, dari Abbad ibnu Abdullah ibnuz Zubair, dari Aisyah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. dalam salah satu salatnya mengucapkan doa berikut: Ya Allah, hisablah diriku dengan hisab yang mudah.Setelah beliau selesai dari salatnya, aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan hisab yang mudah?” Rasulullah Saw. menjawab: Ia melihat kepada kitab catatan amal perbuatannya, lalu Allah memaafkan kesalahan yang tercatat di dalamnya. Hai Aisyah, sesungguhnya orang yang diteliti dalam hisabnya di hari itu pasti binasa.

Sebaliknya, Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak,   “Celakalah aku.” Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)” (Al-Insyiqaq: 10-11). Mereka sedang diperiksa dengan sangat teliti (objektif), mereka sesang menagis membantah keketapan Allah dengan segala argumentasinya.

Mereka adalah orang-orang kafir kepada Allah, selama hidupnya menolak perintah Allah, tidak mau taat, tidak mau beribadah. .Karena  Sesungguhnya dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya) (ayat 14) . Iniah inti paham atheis kafir.Andaikata mau beribdah, itu bukan karena Allah melainkan karena ujud dan riya’.Inilah orang munafiq. Sesungguhnya orang yang diperiksa dengan pemeriksaan yang teliti dan ketat pasti akan binasa.  

Qisah tamsil

Ada tiga orang hamba mendapat tawaran seekor kuda dari raja.

Orang pertama menerima pemberian itu tanpa tanya maksud pemberian itu. Lalu kuda itu ia gunakan terus menerus untuk berbagai keperluan tak menentu dan bersenang-senang, tanpa perawatan sampai kuda itu meninggal.

Orang kedua menerima kuda itu, dan menanyakan untuk apa pemberian kuda itu. Dijawab oleh kurir bahwa kuda itu harus dipakai untuk menghadap raja karena dia akan dijadikan menantu raja dan kelak berhak mewarisi kekayaan raja. Maka orang itu segera memacu kuda itu terus menerus, tanpa berhenti dan tanpa perawatan hingga kuda itu meninggal di tengah jalan. Selanjutnya dia berjalan kaki menuju istana raja, melewati hutan dan gurun pasir.

Orang ketiga, menerima kuda itu, dan menanyakan kuda itu untuk apa. Dijawab oleh kurir bahwa kuda itu harus dipakai untuk menghaap raja karena ia akan dijadikan menantu dan berhak mewarisi harta raja. Maka orang itu lalu menggunakan kuda itu untuk menghadap raja. Ia gunakan kuda itu sebagaimana mestinya. Ia beristirahat dan merawat kuda itu dan merawat dirinya sebagaimana mestinya. Jika kudanya lapar kuda diberi makan, jika capai istirahat. Jika malam pun berhenti.

Maka hamba manakah uang akan sampai kepada Sang Raja? Jawabnya adalah orang yang ketiga.

Siapakah ketiga hamba itu?

Orang pertama mungkin adalah kita, orang yang diberi amamat hidup di dunia tetapi tidak tahu bagaimana dia harus hidup dan tidak tahu ke mana tujuan hidup ini. Dia hanya bersenang-senang dengan hidup ini selama hidupnya. Dan kelak dia akan merugi. Itulah kehidupan orang kafir.

Orang kedua mungkin adalah kita, orang yang diberi amanat hidup di dunia. Dia tahu apa hakikat hidup dan tahu tujuan hidup ini. Karena itu lantas ia gunakan hidup ini semata-mata hanya untuk beribadah saja, khusuk dan asyik dalam ibadahnya sehingga lupa kepada merawat diri, keluarga, dan masyarakat sekitar. Akhirnya ia hidup melarat badan melarat harta, rugi di dunia, tidak sampai ke ridlo Allah di akhirat.

Orang ketiga adalah kita. Ia hidup tahu apa hakikat hidup dan tahu tujuan hidupnya. Oleh karena itu, ia berusaha keras untuk mencapainya. Ia tidak terlena dan tidak lengah. Ia merawat diri dan fasilitas yang dia punyai untuk digunakan menuju tujuan hakiki yang dicita-citakan. Istirahat, makan, minum, mencari dan membawa bekal secukupnya, dan terus berjalan dengan kecepatan yang teratur dengan kuda yang dimiliki menuju istana sang Raja.

Kematian

Sekalilagi, kita akan mati. Qs. Jumat ayat 8 Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata.” Ke mana saja kita berlari, kematian itu akan menjumpaik kita.

Setiap makhluk bernyawa, termasuk manusia seperti kita, akan mati. Ke mana setelah mati, tiada lain kepada Allah Tuhan kita. Semua amal kita akan disempurnakan, artinya dihisab. Orang yang beruntung adalah orang yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga Allah.

Wardi,S.Pd, MA, PCM Semin Majelis Pustaka

Exit mobile version