Wakaf Kepala Keluarga
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Saya Akbar Wicaksosno dari Wonosobo, Jawa Tengah. Mohon maaf kepada Majelis Tarjih PP Muhammadiyah saya bertanya via email.
Saya mau bertanya bagaimana saya yang sebagai kepala keluarga akan berwakaf? Apakah ketika saya berwakaf sudah mencakup keluarga saya atau wakaf yang saya keluarkan hanya untuk diri saya sendiri?
Jazaakumullah khairan katsiiran.
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Akbar Wicaksono, Wonosobo, Jawa Tengah (Disidangkan pada Jumat, 27 Jumadilakhir 1441 H / 21 Februari 2020 M)
Jawaban:
Wa ‘alaikumus salam wr. wb.
Terimakasih atas kepercayaan saudara atas pertanyaan yang diajukan kepada kami, sebelumya kami akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian wakaf.
Wakaf secara harfiah berasal dari kata- وقفا وقف – يقفyang artinya menghentikan, berhenti, terhenti, perhentian, penundaan, tinggal, menahan. Sedangkan pengertian wakaf secara istilah dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, dikemukakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum pewakaf untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sejalan dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Berkaitan dengan definisi tersebut, bahwasannya wakaf dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang, hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 7 tentang Wakaf yang menyatakan bahwa wakif meliputi:
- Perseorangan
- Organisasi
- Badan Hukum
Adapun penjelasan mengenai syarat wakif perseorangan dijelaskan pada Pasal 8 ayat (1) yaitu, dewasa, berakal sehat, tidak terhalang melakukan perbuatan hukum dan pemilik sah harta benda wakaf. Adapun wakif organisasi memiliki persyaratan yang dijelaskan dalam ayat (2) yaitu, apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan. Begitu pula syarat wakif badan hukum telah dijelaskan dalam ayat (3) yaitu memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.
Adapun syarat dan rukun wakaf adalah sebagai berikut :
- Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya, dengan syarat mempunyai ketentuan untuk melepaskan hak milik, balig, berakal dan tidak dalam paksaan.
- Harta wakaf adalah barang yang akan diwakafkan, dengan syarat barang merupakan barang yang bernilai, tahan lama dipergunakan, dan hak milik wakif murni dan tidak ada batas minimal dalam berwakaf.
- Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada nadzir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
- Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
- Mauquf alaih adalah pihak yang ditunjuk untuk memperoleh manfaat dari peruntukan harta benda wakaf sesuai pernyataan kehendak wakif yang dituangkan dalam akta ikrar wakaf.
- Akta ikrar wakaf adalah bukti pernyataan kehendak wakif untuk mewakafkan harta benda miliknya guna dikelola nadzir sesuai dengan peruntukan harta benda wakaf yang dituangkan dalam bentuk akta.
Berdasarkan definisi dan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa wakaf itu dapat bersifat perseorangan atau kelompok terhadap harta miliknya. Jika harta tersebut milik perseorangan, maka hal itu adalah wakaf perorangan, dan jika harta tersebut milik kelompok perorangan, dan semuanya berniat untuk mewakafkan, maka menjadi wakaf kelompok perorangan. Berkaitan dengan pertanyaan saudara, jika harta tersebut milik pribadi saudara, maka wakaf tersebut adalah wakaf pribadi saudara, dan jika harta tersebut milik bersama dalam keluarga, dan semuanya berniat untuk berwakaf maka menjadi wakaf semua keluarga. Sebagaimana dalam hadis,
عَنْ أَمِيْرِ الْمُئْمِنِيْنَ أَبِ حَفْسٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى المِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إَنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ [رواه البخاري].
Dari Amirul Mukminin Abu Hafs, aku mendengar ‘Umar bin Khattab ra. berkata, Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan [H.R. al-Bukhari no. 1907].
Sehubungan dengan hal itu, jika ditinjau dari barang yang akan diwakafkan, apabila barang tersebut milik bersama atau milik keluarga, maka hendaknya dirundingkan terlebih dahulu bersama keluarga, apakah barang tersebut benar-benar akan diwakafkan atau tidak, apabila disetujui untuk diwakafkan, maka wakaf tersebut bisa diartikan sebagai wakaf keluarga. Tetapi jika barang tersebut milik pribadi kepala keluarga, maka dia bisa meniatkan untuk dirinya sendiri.
Yang perlu ditambahkan di sini adalah penjelasan mengenai ikrar wakaf. Meskipun wakaf dilakukan oleh perseorangan maupun bersama, ikrar wakaf tetap dilakukan oleh satu orang saja dan dua orang saksi. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Pasal 32 ayat (5) yaitu “Dalam hal wakif organisasi atau badan hukum maka nama dan identitas wakif sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (4) huruf (a) yang dicantumkan dalam akta adalah nama pengurus organisasi atau direksi badan hukum yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan aggaran dasar masing-masing”.
Karena permasalahan yang terjadi di sini mengenai wakaf yang dilakukan oleh kepala keluarga dan/atau keluarga, maka nama yang dicantumkan dalam ikrar wakaf adalah nama kepala keluarga tersebut. Sebagaimana jika wakaf dilakukan oleh suatu organisasi atau badan hukum, dan nama yang dicantumkan dalam akta adalah nama pengurus organisasi atau direksi badan hukum, maka demikian pula dengan wakaf yang dilakukan oleh kepala keluarga dan keluarga. Namun meskipun demikian, keluarga tetap mendapatkan pahala, jika barang wakaf tersebut milik kepala keluarga dan keluarga (milik bersama).
Berikut dalil-dalil yang berkaitan dengan perintah Allah untuk berwakaf, yaitu dalam al-Quran surah al-Baqarah (2) ayat 267 dan surah Ali-Imran (3) ayat 92:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَ مِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُ الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَ لَسْتُمْ بِآخِذِيْهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ [البقرة: 267].
“Wahai orang-orang yang beriman infaqkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya Maha Terpuji”. (Q.S. Al-Baqarah: 267).
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمٌ [ال عمران : 92].
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apa pun yang kamu infakkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya” [Q.S. Ali-Imran (3): 92]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Waallahu a’lamu bi ass-shawaab
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 24 Tahun 2020