SURABAYA, Suara Muhammadiyah – Sejumlah aktivis lingkungan hidup Muhammadiyah di Surabaya bersama Walhi yang tergabung bersama berbagai elemen di dalamnya seperti Rukun Tani Sumberejo Pakel, dan Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria (Tekad Garuda) menggelar aksi di Kota Surabaya, Jakarta dan Banyuwangi, Kamis (17/06/2021). Mereka mendesak agar HGU milik PT. Bumi Sari dicabut dan kriminalisasi terhadap warga Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, dihentikan.
Menurut keterangan pers release, Aksi Nasional ini merupakan akibat dari penetapan dua warga Pakel bernama Muhadin dan Sagidin yang turut dalam perjuangan malah dikriminalisasi oleh Polres Banyuwangi, tanaman-tanaman dan pondok-pondok warga Pakel yang berada di areal perkebunan juga dirusak oleh orang-orang yang diduga dari pihak PT Bumi Sari.
Di Jakarta, aksi dilakukan di Kantor Mabes Polri dan Kantor Kementrian ATR/BPN. Sementara di Banyuwangi, ratusan warga Pakel menggeruduk Polres Banyuwangi dan Kantor ATR/BPN Banyuwangi.
Aksi Nasional Pakel ini, adalah salah satu agenda perjuangan Warga Rukun Tani Sumberejo Pakel yang sudah berlangsung sejak 1925, berbagai rentan peristiwa telah dilalui dalam perjuangan Warga Pakel untuk merebut kembali hak atas tanahnya, karena sekitar 300 hektar tanah Warga Pakel telah di rampas oleh PT Bumi Sari, dan sekitar 800 hektar tanah mereka juga dikuasai oleh Perhutani.
Di Mabes Polri, Ketua Rukun Tani Sumberejo Pakel Harun dan selaku mediator tim hukum Tekad Garuda, Wawa, juga turut menyerahkan petisi dukungan terhadap perjuangan warga, “Jadi, kami juga menyerahkan plakat petisi yang kita buat di Change.org di mana sebanyak 15.000 orang sudah menandatangani petisi tersebut,” jelas Wawa.
Menurutnya, dalam kasus ini, warga tidak hanya melakukan aksi, tetapi juga bisa beraudiensi dengan pihak Polri dan ATR/BPN. Mereka membahas tiga hal dengan perwakilan Kabag Puspenmas Humas Mabes Polri Rina. Pertama, persoalan kriminalisasi terhadap warga. “Kami minta Mabes Polri untuk menghentikan kriminalisasi terhadap warga,” tegasnya.
Kedua, mereka meminta diusut dugaan korupsi perizinan HGU yang dilakukan ATR/BPN sehingga memunculkan HGU PT Bumi Sari yang sejatinya di HGU itu tidak ada wilayah Pakel yang masuk dalam konsesi HGU PT Bumi Sari.
“Ketiga, kami menyerahkan dokumen-dokumen baik akta 1929 sampai HGU PT Bumi Sari yang 2018, yaitu HGU 155, dan juga keputusan Mendagri yang menyatakan bahwa wilayah yang diklaim sebagai wilayah PT Bumi Sari adalah wilayah Pakel,” terangnya.
Ketika ditanya mengenai keterlibatan Lembaga Hukum dan HAM PP Muhammadiyah di dalam Tekad Garuda, Wawa berharap, “Ya kalau di Tekad Garuda, kami akan tetap konsisten untuk mendampingi kasus-kasus ekologi yang lain. Dan karena LBH PP sudah masuk dalam barisan Tekad Garuda, ya artinya harus juga terlibat aktif dalam mendampingi kasus-kasus ekologi yang lainnya, begitu”.
Rere selaku koordinator Walhi Jatim juga turut merespon terkait kolaborasi aktivisme ekologi yang dilakukan bersama kelompok agama ini, “Melihat meluasnya konflik-konflik agraria dan perampasan hak yang sekarang terjadi, tim jejaring ini justru akan semakin diperlukan. Termasuk karena munculnya berbagai aturan yang semakin mempermudah investasi masuk, semakin memperlemah partisipasi masyarakat melalui Omnibus law maupun undang-undang Minerba yang baru. Tugas tim hukum, tim kolaboratif ini saya pikir justru akan menjadi semakin relevan”.
Rere juga berharap agar jaringan kolaborasi ini tetap solid kedepannya. “Sama dengan peran berbagai macam lembaga dan berbagai sisinya itu ya, Teman-teman hukum, teman-teman akademisi, termasuk juga dengan teman-teman tokoh agama. Mereka punya porsi masing-masing di tempatnya yang kalau dipakai dengan baik untuk membela hak-hak masyarakat, saya yakin dia akan menuju kepada perbaikan dari struktur tata kelola baik pemerintahan, lingkungan, dan sebagainya. Jadi penting begitu kemudian melibatkan teman-teman dari sektor agama, Karenakan banyak hal yang terkait dengan ekologi itu pasti terkait juga dengan keagamaan,” imbuhnya.
Dari Surabaya, Herman warga Desa Pakel yang turut aksi, menjelaskan mengapa aksi nasional ini harus digelar. “Sebenarnya kami melakukan aksi karena penyebab pertamanya itu kenapa kita ke BPN? Tujuan kita ke BPN itu karena kami mencurigai ada korupsi perizinan, makanya kami meminta untuk ATR/BPN untuk mencabut HGU PT Bumi Sari,” paparnya.
Ketika ditanya harapan yang diinginkan sebagai salah satu bagian dari masyarakat Desa Pakel, Herman mengungkapkan sederhana saja.
“Kalau petani, semua petani di Pakel mungkin harapannya sederhana, cuma pengen bertani dengan tenang. Kalau memang proses hukum, ya ayo diproses dengan benar. Kalau memang Pakel salah, ya udah. Tapi, ini bukan masalahnya. Udah dua kali proses hukum tersangka, tapi kita di pengadilan menang lagi dinyatakan tidak bersalah. Padahal, nggak ada apa-apa. Sejujurnya cuman itu keinginan kami cuman. Ingin bertani dengan tenang tanpa gangguan dari pihak mana pun,” bebernya. (Adi)