Berpengharapan Kepada Allah
Oleh: Bahrus Surur-Iyunk
Dalam bahasa Arab berpengharapan atau harapan itu disebut ar-raja’, berasal dari kata raja – yarju –raja’an. Dalam kajian akhlak tasawuf, ar-raja’ ialah bergantungnya hati seorang hamba dalam meraih keridhaan dan kebaikan Allah di kemudian hari. Raja’ merupakan sikap perbuatan hati yang mencakup kerendahan dan ketundukan. Tidak boleh ada pengharapan kepada makhluk, kecuali kepada Allah. Raja` juga dimaknai sebagai berprasangka baik kepada Allah, karena mengetahui keluasan rahmat dan kasih sayang-Nya.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah membagi raja` dalam 3 bagian. Dua bagian termasuk raja` yang terpuji, sedangkan satunya adalah raja` yang tercela. Pertama, seseorang berpengharapan kepada Allah disertai dengan amalan taat kepada Allah dalam pancaran cahaya petunjuk-Nya. Sebagai seorang hamba, ia senantiasa mengharap pahala dari-Nya.
Allah berfirman dalam QS. Al-An’am ayat 160, “Barangsiapa yang datang dengan membawa amal kebaikan, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang datang dengan membawa perbuatan jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).”
Kedua, seseorang yang berbuat dosa lalu bertaubat darinya, dan ia senantiasa mengharap ampunan, kebaikan dan kemurahan Allah. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dari Abu Said Al-Khusriy dinyatakan, “Setelah seluruh penduduk surga telah masuk ke dalam surga dan seluruh penduduk neraka pun telah masuk ke neraka, Allah berfirman, “Keluarkan siapa saja penghuni neraka yang ada (terselip) iman di dalam hatinya meskipun sebesar biji sawi.” Lalu, orang tersebut dikeluarkan (oleh malaikat atas ijin Allah) dari neraka. Akan tetapi tubuh mereka sudah menghitam bagaikan arang. Hamba tersebut dilemparkan ke dalam sungai kehidupan (nahru al- Hayya atau Hayyat). Imam Malik ragu tentang nama yang benar dari sungai tersebut hayya atau hayyat. Kemudian mereka berubah bagaikan biji yang tumbuh sesudah banjir. Tidakkah engkau lihat biji itu tumbuh berwarna kuning dan berlipat-lipat.”
Ada juga sebuah hadis yang menceritakan tentang seorang hamba yang paling akhir dikeluarkan dari neraka. Nabi bersabda, “Sungguh ‘Aku tahu seorang penduduk neraka yang paling akhir keluar darinya, seorang penduduk surga yang paling akhir masuk ke dalamnya. Dialah seorang lelaki yang keluar dari neraka dengan merangkak. Maka, Allah berkata kepadanya, ‘Pergilah, masuklah engkau ke dalam surga’. Lalu dia mendatangi surga, namun dikhayalkan dalam pikirannya bahwa surga telah penuh.
Maka, dia kembali seraya berkata, ‘Wahai Rabb-ku, aku mendapati surga telah penuh’. Allah berkata kepadanya, ‘Pergilah, masuklah engkau ke dalam surga!’. Sekali lagi dia mendatangi surga, namun kembali dikhayalkan bahwa surga telah penuh. Dia pun kembali seraya berkata, ‘Wahai Rabb-ku, aku mendapati surga telah penuh’.
Allah berkata lagi kepadanya, ‘Pergilah, masuklah ke dalam surga! Sesungguhnya engkau memiliki semisal dunia dan sepuluh kalinya, atau engkau memiliki sepuluh kali dunia’. Nabi Saw bersabda, ‘Laki-laki itu berkata, ‘Apakah Engkau memperolok-olok aku, padahal Engkau adalah Raja? Abdullâh bin Mas’ûd r.a berkata, ‘Aku melihat Rasulullâh tertawa sampai nampak gigi gerahamnya. Orang ini adalah penduduk surga yang paling rendah derajatnya’. (HR. Bukhari Muslim)
Ketiga, adapun berpengharapan yang menjadikan pelakunya tercela ialah seseorang yang terus-menerus dalam kesalahan-kesalahannya, lalu mengharap rahmat Allah tanpa dibarengi amalan. Raja` yang seperti ini hanyalah angan-angan belaka, sebuah pengharapan yang dusta.
Dengan kisah tentang penghuni neraka yang akhirnya masuk surga di atas, Rasulullah ingin menyampaikan bahwa mesti selalu ada pengharapan atau optimisme dalam diri seorang mukmin. Yaitu, bahwa seseorang yang masih ada iman di dalamnya dan tidak menyekutukan Allah sedikitpun akan selalu dimasukkan ke dalam surga Allah. Tentu saja, saat di Akhirat nanti akan melalui proses “pembakaran” di neraka. Bisa sebentar, bisa agak lama dan bisa jadi sangat lama hingga tubuhnya menghitam bagaikan arang sangat kecil. Semua tergantung pada amal perbuatan yang dilakukan saat di dunia.
Sebagai hamba Allah, kita tentu berupaya sekuat tenaga agar bisa masuk surga tanpa harus dicelupkan terlebih dahulu ke dalam neraka yang pedih itu. Kalau bisa diusahakan dan dibersihkan saat hidup di dunia, mengapa harus menunggu dibersihkan di Akhirat?! Allah berfirman dalam QS. Al-Kahfi: 110, “Katakanlah (wahai Muhamamd): Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya“. Wallahu a’lamu