Al-Hakam, Allah Yang Maha Menetapkan
Nama terbaik dan sifat Allah, al-Hakam, mengandung makna bahwa Dia Maha melerai dan memutuskan kebenaran dari kebatilan, menetapkan siapa di antara manusia yang taat dan yang maksiat, dan memberi balasan yang adil dan setimpal bagi siapapun yang telah berusaha, berbuat, dan beramal.
Kata al-Hakam yang terkait dengan nama dan sifat Allah dapat dijumpai dalam surat al-An’am (6) ayat 144. Jadi, makna al-Hakam dalam ayat ini adalah Allah yang Maha Pemberi putusan dan ketetapan yang pasti benar dan adil. Selain itu, kata hakam dalam al-Qur’an juga digunakan untuk menunjuk pihak yang dipandang mampu menjadi penengah atau juru damai. Namun demikian, hakam sebagai nama dan sifat Allah maupun sebagai penengah atau juru damai menunjukkan medan makna yang sama, yaitu pemberi putusan dan ketetapan.
Hamba al-Hakam meyakini bahwa pengaturan-Nya terhadap alam semesta dan kehidupan manusia itu pasti baik dan bermaslahat baginya. Menurut M. Quraisy Shihab, pengaturan-Nya dengan menetapkan sebab-sebab yang mengantarkan kepada terjadinya akibat, sebab-sebab yang pasti, tidak berubah hingga waktu yang telah ditetapkannya, seperti peredaran bumi, planet, dan benda di alam raya ini merupakan qadha’. Lalu, yang mengarahkan sebab-sebab tersebut, yakni menggerakkannya dengan pergerakan yang sesuai, harmoni, silih berganti, dan dengan kadar penuh menuju akibat-akibatnya yang terjadi dari waktu ke waktu adalah qadar-Nya.
Hamba al-Hakam mengimani qadha’ dan qadar-Nya tidak hanya dengan sikap ridha, tetapi juga harus dibarengi pengembangan karya akademik-ilmiah melalui tadabbur (permenungan), pengkajian dan riset ilmiah terhadap berbagai ciptaan Allah yang telah ditetapkan hukum kausalitasnya. Dengan etos intelektual tinggi, hamba al-Hakam bisa menghasilan temuan-temuan berharga dalam rangka mengembangkan sains dan teknologi.
Selain itu, hamba al-Hakam juga harus bersikap sami’na wa atha’na (mau mendengar, belajar, memahami, dan menaati) hukum-hukum syariat yang telah ditetapkan-Nya, karena ketetapan syariat-Nya itu diputuskan untuk kemaslahatan hidup manunia, agar dapat mewujudkan keselamatan, kedamaian, dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, al-Hakam harus menjadi referensi, rujukan, dan sumber hukum dalam menjalani kehidupan.
Meneladani al-Hakam mengharuskan hamba selalu bersyukur (berterima kasih) kepada-Nya atas segala ketetapan-Nya yang pasti benar, baik, bermaslahat, dan adil baginya. Hamba al-Hakam yang bersyukur pasti berupaya optimal dalam menunjukkan kesadaran hukum, baik hukum syariat maupun hukum alam, hukum kausalitas, dan hukum sosial kemanusiaan, sehingga ia senantiasa menjadi hamba yang taat asas dan hukum, pengembang sains dan teknologi, serta penegak hukum yang adil, benar, dan arif bijkasana.
Muhbib Abdul Wahab, Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekretaris Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM Edisi 13 Tahun 2018