Suara Muhammadiyah: Dari Bahasa Daerah Sampai Penanaman Nasionalisme
Oleh: Ahmad Reva Dany Fawwaz
Media massa cetak muncul beriringan dengan kemunculan dan perkembangan organisasi-organisasi yang bersifat nasional. Adapun salah satu media massa cetak yang berkaitan dengan pengembangan organisasi adalah Suara Muhammadiyah yang dibawa dari organisasi Muhammadiyah dari Yogyakarta. Pada masanya Suara Muhammadiyah dipandang sebelah mata karena dianggap sebagai media internal dakwah Muhammadiyah yang hanya menyebarkan kajian Islam berbasis organisasi ini.
Pada perkembanganya Suara Muhammadiyah tidak hanya menyiarkan apa yang dilakukan persyarikatan, tetapi juga hadir di kalangan masyarakat untuk memberikan kajian tentang agama yang juga menjunjung tinggi rasa nasionalisme. Hal ini tertulis dalam Tim Pusat Data dan PenelitianPengembangan Suara Muhammadiyah (2019: 13) yang menyatakan, pada awal abad ke XX Suara Muhammadiyah juga mempromosikan ide mengenai kemajuan dengan salah satunya mempromosikan toko buku.
Selain itu, Suara Muhammadiyah memiliki misi dari segi konstitusi dan segi operasional. Segi konstitusi sendiri ialah Suara Muhammadiyah merupakan pers yang senantiasa memiliki komitmen pada nilai- nilai luhur bahasa dan berbagai perangkat peraturan konstitusional, selama hal tersebut tidak bertentangan dengan ideologinya. Segi operasional, Suara Muhammadiyah merupakan pers yang geraknya senantiasa berpegang teguh pada fungsifungsi yang bernilai edukasi, partisipasi, kontrol, dan formasi (Pamular, 2018: 13).
Suara Muhammadiyah atau yang biasa disingkat dengan SM merupakan salah satu majalah tertua yang tetap konsisten terbit hingga saat ini. Sama halnya dengan media massa lainnya, perkembangan SM juga terdapat dalam isi dan juga kebahasaannya. Seiring dengan berkembangnya kemampuan penyebarannya, SM mampu meluas ke wilayah timur Nusantara.
Upaya SM dalam mengusung bahasa Indonesia pun secara tidak langsung menanamkan rasa nasionalisme kepada masyarakat Indonesia yang pada saat itu masih kental dengan bahasa daerahnya masing-masing. Sehingga terjadi pengembangan jati diri bangsa sebagai cikal bakal pergerakan nasional.
Terdapat tiga elemen yang ada dalam Suara Muhammadiyah. Pertama upaya memurnikan ajaran Islam. Kedua, gagasan untuk memajukan Islam dan Indonesia. Ketiga, usaha membangun kesadaran kebangsaan. Suara Muhammadiyah tetap berperan sebagai pers pergerakan.
Dengan semangat pembaharuan, Suara Muhammadiyah memberikan kontribusi membangun mental dan spiritual umat lewat aritikel-artikelnya. Sampai tahun 1922 penyebaran SM masih terbatas di pulau Jawa dan menggunakan bahasa Jawa dan Melayu. Pada 1923, SM mulai menggunakan bahasa Indonesia dalam setiap penerbitannya.
Penyebaran Suara Muhammadiyah pada awalnya hanya di daerah Jawa, khususnya Yogyakarta. Hal ini berkaitan dengan bahasa penutur yang digunakan, yaitu Jawa dan Melayu. Bahkan pada awalnya menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa ragam ngoko sebagai budaya Jawa (Wawancara, GNR 4 Juni 2020). Alasan Suara Muhammadiyah pada awalnya menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa penuturnya karena pada awal perkembangan-nya, Suara Muhammadiyah diorientasikan sebagai dakwah bil qalam disekitar daerah Yogyakarta.
Suara Muhammadiyah menggunakan bahasa Indonesia jauh sebelum peristiwa sumpah pemuda pada tahun 1928. Hal ini menyebabkan Suara Muhammadiyah diapresiasi sebagai media pelopor perjuangan. (wawancara, GNR 4 Juni 2020). Suara Muhammadiyah mengingat bahwa posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional , sehingga menjadikanya sebagai salah satu usaha untuk menanam kan jati diri bangsa. Bahasa Indonesia digunakan Suara muhammadiyah agar seluruh masyarakat Indonesia saat itu dapat memahami pesan-pesan yang terdapat dalam Suara Muhammadiyah.
Penanaman budaya literasi Suara Muhammadiyah dapat menjadi edukasi akan pentingnya budaya literasi bagi kemajuan peradaban suatu bangsa. Buku dapat dianalogikan sebagai jendela dunia yang tergembok. Untuk membuka jendela itu dibutuhkan kunci yaitu dengan membaca. Kegiatan membaca dapat mengembangkan pola pikir, mental, dan kepribadian berupa jati diri.
Menjadikan membaca sebuah tren yang membuat kegiatan membaca dilakukan terus menerus menyebabkan terciptanya budaya literasi. Budaya literasi memiliki kontribusi besar pada peningkatan intelektual suatu bangsa. Bangsa yang cerdas dan berpengetahuan luas menjadikan peradaban bangsa tersebut lebih maju. Semua itu dapat tercipta dengan membudayakan baca tulis sehingga budaya literasi mendarah daging dan menjadi identitas bangsa.
Membaca dan menulis dapat memperkaya pengetahuan yang nantinya memberikan dorongan untuk berpikir kritis dan rasional. Oleh karena itu budaya literasi dapat dikatakan sebagai upaya pengembangan jati diri. Jika budaya literasi direalisasikan serentak berskala nasional dapat menyebabkan pengembangan jati diri kebangsaan.
Budaya literasi adalah masalah serius yang sering kali disepelekan di Indonesia. Dengan kesadaran menyadari betapa terpuruknya negara Indonesia diharapkan dapat menjadi acuan akan meningkatnya budaya literasi di kalangan generasi penerus bangsa. Sekali lagi pentingnya budaya literasi perlu ditekankan kembali dan diaktualisasikan untuk merealisasikan impian pemerintah yaitu Menuju Indonesia Emas 2045.
Ahmad Reva Dany Fawwaz, SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta
Disarikan dari Karya Tulis Lawatan Sejarah Tahun 2021, Berawal Dari Bahasa Daerah Sampai Penanaman Nasionalisme: Peran Suara Muhammadiyah Awal Abad XX