Karakter Pilar Utama Generasi Muda di Era Disrupsi

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah— Muda memiliki definisi yang sangat beragam, hal itu disampaikan oleh Hanum Salsabiela Rais, seorang publik figur, jurnalis dan penulis novel best seller dalam acara Talk Show yang diselenggarakan oleh Pesantren Mhasiswa KH. Ahmad Dahlan (PERSADA), Sabtu (26/6).

Satu hal yang pasti, bahwa pemuda identik dengan progresivitas dan memiliki semangat revolusioner, sebagai seorang muslim tentunya harus berlandaskan pada wahyu Al-Qur’an. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Ar-Rum: 54,

“Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”

Menurut Hanum, muda itu fase di antara dua kelemahan, bukan bocah juga bukan orang yang udzur atau tua renta. Lebih jauh bahwa muda di sini ialah bukan soal usia, akan tetapi dia yang masih terus memikirkan masa depan, punya kekuatan dan semangat, punya visi dan tujuan, tidak hanya membicarakan masa lalu, tentunya harus dilandasi dengan akidah yang benar.

Ia berpesan agar anak muda jangan terjebak pada hal-hal yang kurang bermanfaat bahkan justru mendekati zina. Selain itu, pemuda juga harus mampu survive sekaligus straight. Di samping bertahan menyelamatkan diri dari arus perubahan juga mampu menjaga daya juang, tidak mudah menyerah dan tetap tegar.

Untuk menghadapi perubahan zaman, generasi muda perlu memiliki tiga pilar penting. Mengutip pada agenda World Economic Forum beberapa tahun yang lalu, tiga pilar tersebut ialah penguasaan literasi, kompetensi, dan karakter. Dalam hal ini, Hanum yang juga anggota DPRD DIY tersebut menempatkan karakter pada urutan pertama.

“Karakter yang dimaksud meliputi nilai religiusitas dan moral serta kinerja yang baik. Keduanya harus seimbang, tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Misal seseorang jujur tapi pemalas, kerja keras dan sangat pintar tapi culas juga tidak berintegritas. Artinya jujur saja tidak cukup, atau kerjakeras saja tidak cukup,” papar Hanum.

Ia menambahkan bahwa karakter tersebut juga meliputi sikap ulet, berdaya juang, punya kesetiakawanan, dan sebagainya.
Sebelum mengakhiri penyampaian materinya, beliau menyampaikan beberapa pesan lagi antara lain agar para mahasiswa yang merupakan bagian dari elemen generasi muda untuk mengembangkan kemampuan diri. Jangan sampai jadi orang yang merugi, ketika lulus kuliah hanya membawa lembar transkip nilai dan miskin pengalaman. Maksimalkan pengalaman di kampus meski dengan segala keterbatasan.

Kurangi bermedia sosial, dalam arti sebatas menikmati romantika hubungan tradisional di masa lalu, stalking dan sejenisnya. Bagi yang memiliki bakat menulis, agar jangan menghabiskan diri menulis status yang tidak bermanfaat, ikuti akun para peraih nobel di bidang-bidang tertentu sesuai minat masing-masing.

Jangan mengiba perhatian kepada orang, menonjolkan bahwa diri sedang dalam keadaan lemah. Meski sebenarnya memiliki segudang masalah, namun jangan sampai menunjukkannya di media sosial. Sebaliknya, tunjukkan bahwa diri memiliki kekuatan dan kesehatan, meski sebenarnya dalam banyak masalah.

Kepada para aktivis pergerakan, seperti anak-anak IMM harus siap menjadi generasi Muhammadiyah yang dapat mengharumkan nama baik bangsa. (Diyan)

Exit mobile version