Darurat Covid-19, Fatwa Majelis Tarjih: Shalat Idul Adha di Lapangan dan Masjid Ditiadakan

idul adha

Foto Dok Ilustrasi

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan Edaran tentang Imbauan Perhatian, Kewaspadaan, dan Penanganan Covid-19, Serta Persiapan Menghadapi Iduladha 1442 H/2021 M. Salah satu poinnya yaitu Shalat Idul Adha di lapangan/masjid/tempat fasilitas umum sebaiknya ditiadakan atau tidak dilaksanakan.

Majelis Tarjih PP Muhammadiyah seperti dalam Edaran tersebut menyarankan agar Salat Iduladha bagi yang menghendaki dapat dilakukan di rumah masing-masing bersama anggota keluarga dengan cara yang sama seperti salat Id di lapangan. Dikarenakan kondisi persebaran Covid-19 saat ini sangat tinggi dan cepat serta sangat membahayakan.

Fatwa Majelis Tarjih Bahwa salat Iduladha dapat dilaksanakan di rumah karena adanya masyaqqah untuk dilaksanakan di lapangan didasarkan kepada,

  1. Nilai dasar ajaran Islam tentang perwujudan maslahat yang mengharuskan pelaksanaan perlindungan lima kepentingan pokok di antaranya adalah perlindungan jiwa (ḥifẓ an-nafs) dan dalam mewujudkan ḥifẓ an-nafs itu pelaksanaan salat Iduladha dalam kondisi Covid-19 sekarang ini dilakukan di rumah masing-masing.
  2. Asas bahwa pelaksaan ajaran Islam tidak boleh menimbulkan mudarat dan dalam pelaksanaannya diberi kemudahan sebagaimana ditegaskan dalam beberapa kaidah fikih. Berdasarkan kaidah tersebut untuk menghindari mudarat penularan Covid-19, maka salat di lapangan yang melibatkan kumpulan banyak orang harus dihindari, sehingga karenanya salat Iduladha dikerjakan di rumah. Kaidah dimaksud adalah:

3. Hadis Nabi saw, هَذاَ عِيْدُناَ أَهْلَ اْلإِسْلاَمِ (‘Ini adalah hari raya kita, pemeluk Islam’) sebagaimana disebutkan oleh al-Bukhārī. Meskipun sabab al-wurūd hadis ini adalah masalah menyanyi di hari raya, namun al-Bukhārī memegangi keumuman hadis ini, bahwa hari Id itu adalah hari raya umat Islam yang dirayakan dengan salat Id, sehingga orang yang tidak dapat mengerjakannya sebagai mana mestinya, yaitu di lapangan, dapat mengerjakannya di rumahnya.

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhārī dengan lafal sedikit berbeda pada dua tempat lain, yaitu hadis nomor 909 dan 3716 dalam Ṣaḥīḥ-nya. Al-Bukhārī menyebutkan bahwa Sahabat Anas Ibn Mālik mempraktikkan seperti ini di mana ia memerintahkan keluarganya untuk ikut bersamanya salat Id di rumah mereka di az-Zāwiyah (kampung jauh di luar kota). Ibn Rajab (w. 795/1393) dalam kitab syarahnya terhadap al-Bukhārī, yaitu Fatḥ al-Bārī Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, menyatakan bahwa salat Id di rumah itu dianut oleh para ulama terkemuka seperti Ibrāhīm an-Nakhaʻī (w. 96/715), Mujāhid (w.102/721), ‘Ikrimah (w. 107/725), al-Ḥasan al-Baṣrī (w. 110/728), Ibn Sīrīn (w. 110/729), ‘Aṭā’ (w. 114/732), Abū Ḥanīfah (w. 150/767), al-Auzaʻī (w. 157/774), al-Laiṣ (w. 175/791), Mālik (w. 179/795), asy-Syāfiʻī (w. 204/820), dan Imam Aḥmad (w. 241/855) [Ibn Rajab, Fatḥ al-Bārī Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, IX: 75, bab 25].

4. Suatu pertimbangan bahwa tidak pernahnya Nabi saw mengerjakan salat Id (baik Idulfitri maupun Iduladha) di rumah bukanlah sunah tarkiah karena memang tidak ada keperluannya untuk mengerjakannya di rumah pada zaman Nabi saw, sebab tidak ada musibah yang menghalangi pengerjaannya di lapangan. Karena tidak pernahnya Nabi saw mengerjakan salat Id di lapangan bukan sunah tarkiah, maka dibolehkan mengerjakannya di rumah.

5. Pelaksanaan salat Iduladha di rumah tidak membuat suatu jenis ibadah baru. Salat Iduladha ditetapkan oleh Nabi saw melalui sunahnya. Salat Iduladha yang dikerjakan di rumah adalah seperti salat yang ditetapkan dalam sunah Nabi saw. Hanya tempatnya dialihkan ke rumah karena pelaksanaan di tempat yang semestinya, yaitu di lapangan yang melibatkan konsentrasi orang banyak, tidak dapat dilakukan. Juga tidak dialihkan ke masjid karena halangannya adalah ketidakmungkinan berkumpulnya orang banyak di suatu tempat. Oleh karena terhalang di tempat yang semestinya, yakni di lapangan, maka dialihkan ke tempat di mana mungkin dilakukan, yakni di rumah.

6. Dengan meniadakan salat Iduladha di lapangan maupun di masjid karena adanya ancaman Covid-19 tidaklah berarti mengurang-ngurangi agama. Ketika dibolehkan salat Iduladha di rumah bagi yang menghendakinya, pertimbangannya adalah melaksanakannya dengan cara lain yang tidak biasa, yaitu dilaksanakan di rumah, karena dituntut oleh keadaan di satu sisi, dan di sisi lain dalam rangka mengamalkan bagian lain dari petunjuk agama itu sendiri, yaitu agar selalu memperhatikan riʻāyat al-maṣāliḥ, perwujudan kemaslahatan manusia, berupa perlindungan diri, agama, akal, keluarga, dan harta benda dan menjaga agar tidak menimbulkan mudarat kepada diri dan orang lain.

Bahkan sebaliknya, tidak ada ancaman agama atas orang yang tidak melaksanakannya, karena salat Id adalah ibadah sunah. Dalam pandangan Islam, perlidungan diri (jiwa dan raga) sangat penting sebagaimana Allah menegaskan dalam Al-Qur’an, yang artinya “Barangsiapa mempertahankan hidup satu manusia, seolah ia memberi hidup kepada semua manusia” [QS al-Māidah (5): 32]. Menghindari berkumpul dalam jumlah banyak adalah upaya untuk memutus rantai pandemi Covid-19 dan berarti pula upaya menghindarkan orang banyak dari paparan virus korona yang sangat mengancam jiwa ini. Semoga Allah senantiasa melindungi umat Islam dan bangsa Indonesia dari segala bahaya serta selalu dalam limpahan rahmat dan karunia-Nya. (Riz)

Download Selengkapnya Edaran PP Muhammadiyah Imbauan Perhatian Covid-19 dan Persiapan Iduladha 1442-2021

Exit mobile version