Edaran PP Muhammadiyah Kewaspadaan Covid-19 dan Menghadapi Idul Adha 1442 H

Mars Muhammadiyah tanfidz

Muhammadiyah Dok SM

EDARAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
NOMOR 05/EDR/I.0/E/2021
TENTANG
IMBAUAN PERHATIAN, KEWASPADAAN, DAN PENANGANAN COVID-19, SERTA PERSIAPAN MENGHADAPI IDUL ADHA 1442 H/2021 M

BISMILLĀHIRRAḤMĀNIRRAḤĪM

Assalamualaikum wr. wb.

Dengan memperhatikan kondisi perkembangan laju Covid-19 yang sangat parah dan mengkhawatirkan keselamatan jiwa, Pimpinan Pusat Muhammadiyah perlu memberikan panduan kepada pimpinan Persyarikatan dan warga Muhammadiyah sebagai berikut.

  1. Warga Muhammadiyah agar terus mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan banyak melakukan ibadah seperti salat, puasa, zikir, tadarus Al-Qur’an dan sebagainya dengan terus berdoa agar pandemi Covid-19 segera berakhir.
  2. Warga Muhammadiyah agar sama-sama berusaha mengatasi Covid-19 dengan tetap tinggal di rumah kecuali untuk kepentingan yang sangat urgen dan jika ditinggalkan akan menimbulkan masalah/kemudaratan seperti kepentingan pekerjaan bagi yang sangat membutuhkan, pemenuhan kebutuhan pangan dan kesehatan, dengan memperhatikan protokol kesehatan yang ketat dan mempertimbangkan keselamatan jiwa.
  3. Kegiatan Persyarikatan yang diselenggarakan secara tatap muka/luring (offline) dengan melibatkan orang banyak/menimbulkan kerumunan agar tidak dilaksanakan untuk sementara waktu dan dapat dioptimalkan pelaksanaannya secara daring (online) menggunakan fasilitas teknologi.
  4. Sebagai langkah pencegahan sebagai bagian dari kehati-kehatian mencegah kemudaratan yang lebih besar akibat tingginya kasus positif Covid-19, masjid dan musala untuk sementara waktu agar dinonaktifkan terlebih dahulu dari segala aktivitas yang melibatkan jamaah. Segala ibadah baik yang sunah maupun fardu yang melibatkan jamaah hendaknya dilaksanakan di rumah. Azan sebagai penanda masuknya waktu salat tetap dikumandangkan pada setiap awal waktu salat wajib dengan mengganti kalimat “ḥayya ‘alaṣ-ṣalah” dengan “ṣallū fī riḥālikum” atau lainnya sesuai dengan tuntunan syariat.
  5. Proses pembelajaran/perkuliahan di amal usaha Muhammadiyah bidang pendidikan harus mengikuti kebijakan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) dan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 secara disiplin dan ketat (Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 08/EDR/I.0/F/2020 tanggal 24 Muharam 1442 H/12 September 2020 M tentang Pembelajaran/Perkuliahan di Amal Usaha Muhammadiyah Bidang Pendidikan dalam Kondisi Darurat Covid-19 dan Surat Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 87/I.4/F/2021 tanggal 10 Dzulqa’dah 1442 H/21 Juni 2021 M perihal Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah/Madrasah/Pesantren Muhammadiyah Tahun Ajaran Baru 2021/2022).
  6. Warga Muhammadiyah agar memiliki empati dan peduli kepada tenaga kesehatan, relawan, dan rumah sakit Muhammadiyah/‘Aisyiyah yang menangani pasien Covid-19. Hal ini mengingat pengorbanan yang sangat besar dari para tenaga kesehatan, relawan, dan rumah sakit sebagai benteng terakhir yang berjuang menangani Covid-19 namun akhir-akhir ini menghadapi opini dan stigma yang merugikan tenaga kesehatan, relawan, dan rumah sakit.
  7. Warga Muhammadiyah diinstruksikan mengikuti kebijakan dan pandangan Pimpinan Pusat tentang pandemi Covid-19  dan vaksinasi. Agar tidak terlibat perdebatan yang mengarah kepada tidak percaya Covid-19 dan menolak vaksinasi, yang mencerminkan sikap tidak menghargai ilmu serta beragama secara bayani, burhani, dan irfani. Berdasarkan pertimbangan rasional dan  ilmiah yang diajarkan Islam,  Muhammadiyah memandang Covid-19 bukan hasil konspirasi akan tetapi nyata adanya sebagai pandemi. Mencegah dan mengatasinya menunjukkan sikap keagamaan dan keilmuan untuk penyelamatan jiwa (ḥifẓ an-nafs). Oleh karena itu bagi Muhammadiyah segala usaha mengatasi Covid-19 termasuk vaksinasi adalah ikhtiar untuk pencegahan, penurunan risiko penularan dan menghilangkan kedaruratan, selain juga bertujuan untuk menjaga keberlangsungan generasi (Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01/EDR/I.0/E/2021 tanggal 29 Jumadilawal 1442 H/13 Januari 2021 M tentang Pembatasan Kegiatan Persyarikatan Selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat dan Tuntunan Vaksinasi untuk Pencegahan Covid-19).
  8. Warga Muhammadiyah agar menggalakkan sikap berbuat baik (ihsan) dan saling menolong (taāwun) di antara warga masyarakat, terutama kepada kelompok rentan, misalnya dengan cara berbagi masker, hand sanitizer, mencukupi kebutuhan pokok dari keluarga yang terdampak secara langsung atau terkena Covid-19 dan melaksanakan isolasi mandiri di rumah, tidak melakukan panic buying (pembelian barang karena panik/penimbunan barang berdasarkan rasa takut), dan tindakan nyata lainnya.
  9. Khusus terkait dengan Iduladha 1442 Hijriah dan rangkaiannya Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan sebagai berikut.

– kurban sebaiknya dikonversi berupa dana dan disalurkan melalui Lazismu untuk didistribusikan kepada masyarakat yang sangat membutuhkan di daerah tertinggal, terpencil, dan terluar atau diolah menjadi kornet (kemasan kaleng);

– penyembelihan hewan kurban dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) agar lebih sesuai syariat dan higienis;

– jumlah hewan yang disembelih di luar RPH hendaknya dibatasi (tidak terlalu banyak) untuk menghindari kemubaziran dan distribusi yang merata, disembelih oleh tenaga profesional, mengurangi kerumunan massa, dan pemenuhan protokol kesehatan yang ketat sehingga dapat menjamin keamanan dan keselamatan bersama;

– hewan kurban berupa kambing atau domba sebaiknya disembelih di rumah masing-masing oleh tenaga profesional dan apabila mampu dapat disembelih sendiri oleh orang yang berkurban (ṣāḥibul-qurbān); dan

– pembagian daging kurban diantar oleh panitia ke rumah masing-masing penerima dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.

Semoga Allah SWT melimpahkan berkah dan rahmat-Nya bagi bangsa Indonesia.

Naṣrun min Allāhu wa fatḥun qarīb

Wassalamualaikum wr. wb.

Yogyakarta, 21 Zulkaidah 1442 H

2 Juli             2021 M

Ketua Umum,                                                            Sekretaris,

 

Prof. Dr. H. HAEDAR NASHIR, M.Si.                   Dr. H. AGUNG DANARTO, M.Ag.

NBM 545549                                                          NBM 608658

 

Lampiran Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Nomor  : 05/EDR/I.0/E/2021

Tanggal : 21 Zulkaidah 1442 H/2 Juli 2021 M

TUNTUNAN SALAT IDULADHA DAN KURBAN

PADA MASA DARURAT PANDEMI COVID-19

Situasi terkini pandemi Covid-19 di Indonesia, berdasarkan data Pemerintah melalui website covid19.go.id, terjadi peningkatan penambahan kasus per hari yang sangat tinggi sejak bulan Maret 2020. Pada tanggal 1 Juli 2021 mencapai 24.836  kasus Covid-19 dalam sehari yang tersebar pada 33 provinsi, sehingga total pasien yang terjangkit virus corona di Indonesia kini mencapai 2.203.108 orang terhitung sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret tahun lalu. Tercatat, ada lima provinsi dengan penambahan kasus baru Covid-19 tertinggi. Kelima provinsi itu yakni DKI Jakarta (7.541 kasus baru), Jawa Barat (6.179 kasus baru), Jawa Tengah (2.624 kasus baru), Jawa Timur (1.397 kasus baru), dan DIY (895 kasus baru). Angka positif rate juga mengalami peningkatan tajam menjadi >25% di Indonesia (sumber: vaksin.kemkes.go.id).

Peningkatan jumlah kasus secara tajam mengakibatkan risiko kolapsnya fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) di Indonesia karena kurangnya ruang perawatan pasien Covid-19, kurangnya jumlah tenaga kesehatan dan kurangnya suplai logistik medis seperti oksigen, alat pengaman diri (APD) beserta obat-obatan yang diperlukan. Bed Occupancy Rate (BOR) rumah sakit untuk pasien covid sudah mencapai >90% di sejumlah daerah. Sementara fasilitas isolasi mandiri (komunal/pribadi) di luar fasyankes yang layak masih sangat terbatas. Keterbatasan fasilitas isolasi mandiri ini menyebabkan banyaknya angka kunjungan ke rumah sakit dan menyebabkan rumah sakit tidak mampu menampung dan merawat pasien secara optimal. Banyak pasien harus menunggu di IGD dan bahkan banyak yang tidak bisa mendapat perawatan di rumah sakit karena rumah sakit sudah tidak bisa lagi menerima pasien covid.

Beberapa faktor yang menyebabkan kondisi ini adalah masuknya varian baru virus corona (Alpha, Beta, dan Delta) ke Indonesia dengan tingkat penularan yang sangat tinggi pada saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro yang tidak efektif menekan mobilitas warga, baik yang masuk dari luar negeri maupun perpindahan antar daerah. Selain itu ketaatan warga terhadap protokol kesehatan tergolong rendah dan pencapaian vaksinasi Covid-19 masih minim.

Kondisi tersebut diperkirakan akan berlangsung sampai beberapa bulan ke depan, hingga pemberlakukan pembatasan mobilitas masyarakat efektif dilakukan dan angka pasien Covid-19 di fasyankes turun secara berarti.

Sehubungan dengan hal di atas, dan dengan merujuk kepada Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 26 Rajab 1441 H / 21 Maret 2020 M yang menjadi Lampiran Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 02/EDR/I.0/E/2020 Tentang Tuntunan Ibadah Dalam Kondisi Darurat Covid-19, dan Fatwa tanggal 03 Zulkaidah 1441 H/24 Juni 2020 M yang menjadi Lampiran Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 06/EDR/I.0/E/2020 Tanggal 03 Zulkaidah 1441 H/24 Juni 2020 M, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah memandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang beberapa hal yang terkait pelaksanaan Salat Iduladha dan Kurban pada tahun 1442 H/2021 M, sebagai berikut:

Pertama: Salat Iduladha:

  1. Hukum asal pelaksanaan salat Iduladha adalah sunah muakkadah, dan dilaksanakan di lapangan (al-muṣallā).
  2. Oleh karena kondisi persebaran Covid-19 saat ini sangat tinggi dan cepat serta sangat membahayakan, maka pelaksanaan salat Iduladha tahun 1442 H dilaksanakan di rumah masing-masing.

Kedua: Ibadah Kurban

  1. Melaksanakan ibadah kurban hukumnya sunah muakkadah.
  2. Bahwa pada masa pandemi Covid-19 yang saat ini sangat tinggi dan cepat serta sangat membahayakan, di mana banyak orang yang terdampak langsung, baik secara kesehatan, ekonomi dan keuangan, umat Islam pada khususnya dan warga masyarakat pada umumnya dituntut untuk meningkatkan tolong menolong, solidaritas sosial dan mengutamakan membantu mereka yang terdampak langsung oleh musibah ini.
  3. Bagi yang memiliki keterbatasan dana atau kemampuan keuangan dan hanya mampu melaksanakan salah satu dari keduanya (kurban atau infak) dianjurkan dengan sangat untuk memprioritaskan bantuan kepada mereka yang membutuhkan, sesuai dengan tuntunan hadis-hadis, khususnya hadis hadis riwayat Ibn ‘Umar bahwa orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling banyak memberi manfaat kepada sesamanya dan bahwa amal yang paling dicintai Allah adalah memberikan kegembiraan kepada, membayarkan utang dari, dan memberikan santunan untuk sesama.
  4. Dalam kaitan dengan pelaksanaan ibadah kurban, bagi mereka yang memiliki kemampuan dana (keuangan) untuk melaksanakan ibadah kurban sekaligus melakukan infak guna membantu mereka yang membutuhkan, hendaknya melaksanakan keduanya (kurban dan infak) dengan ikhlas.

Ketiga: Tuntunan Teknis Penyembelihan Kurban

  1. Disalurkan melalui Lazismu supaya dapat ditasarufkan (didistribusikan) secara lebih luas ke banyak tempat.
  2. Dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
  3. Apabila tidak dapat dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH), maka dapat dilakukan oleh panitia kegiatan kurban dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat seperti pembatasan jumlah panitia yang terlibat, pembatasan jumlah hewan kurban yang akan disembelih, pengaturan atau pembagian waktu penyembelihan (tidak sekaligus), pembagian tempat pelaksanaan di beberapa lokasi dan pendistribusian daging kurban langsung disampaikan ke rumah-rumah serta aturan lainnya sesuai protokol kesehatan yang berlaku, misalnya mengukur suhu tubuh, memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menyemprotkan disinfektan dan lain-lain yang perlu.
  4. Khusus untuk hewan kurban yang kecil seperti kambing atau domba, jika mampu penyembelihan dapat dilakukan di rumah masing-masing oleh pekurban.

Ketetapan tersebut dilandaskan pada dalil-dalil syariah sebagai berikut:

A.    Dalil-dalil Terkait Pelaksanaan Salat Iduladha:

  1. Hukum salat ‘Idain (Idulfitri dan Iduladha) adalah sunah muakkadah, karena salat yang wajib itu hanya salat lima waktu, berdasarkan hadis berikut,

عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ قاَلَ جاَءَ رَجُلٌ إِلىَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُهُ عَنِ اْلإِسْلاَمِ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلمَ خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ فَقَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهاَ؟ قَالَ لاَ إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصِيَامَ رَمَضَانَ قَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُ؟ قَالَ لاَ إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ قَالَ وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزَّكاَةَ قاَلَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا قَالَ لاَ إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلاَ أَنْقُصُ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ [رواه البخاري ومسلم ومالك وأبو داود والنسائي].

Dari Ṭalḥah Ibn ‘Ubaidillāh (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw lalu serta merta bertanya kepada beliau tentang Islam. Lalu Rasulullah saw menjawab: Lima salat diwajibkan sehari semalam. Ia bertanya lagi: apakah ada kewajiban (salat) lainnya? Rasulullah saw menjawab: Tidak, kecuali salat-salat tatawuk (sunah). Rasulullah saw kemudian meneruskan: Juga diwajibkan puasa Ramadan. Lalu ia bertanya lagi: apa ada kewajiban (puasa) lainnya? Rasulullah menjawab: Tidak, kecuali puasa tatawuk (sunah). (Abū Ṭalḥah melanjutkan): Lalu Rasulullah menyebutkan kewajiban (membayar) zakat. Orang itu bertanya lagi: apa ada kewajiban (pembayaran) lainnya? Rasulullah saw menjawab: Tidak, kecuali (infak) tatawuk (sunah). Lalu laki-laki itu pergi sambil berkata: Demi Allah saya tidak akan tambahi dan kurangi ini. Kemudian Rasulullah saw berkata: Orang itu beruntung, jika dia benar [HR al-Bukhārī, Muslim, Mālik, Abū Dāwūd, dan an-Nasā’ī].

Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan salat ‘Idain selama sembilan kali Syawal dan Zulhijah setelah disyariatkannya, tetapi juga tidak adanya sanksi hukum atas tidak mengerjakannya. Oleh karena itu, dari sini disimpulkan hukumnya sunah muakkadah.

  1. Salat ‘Idain dikerjakan di lapangan dua rakaat, sebelum khutbah, tanpa azan dan tanpa ikamah, serta tidak ada salat sunah sebelum maupun sesudahnya, dasar hukumnya adalah hadis-hadis berikut ini,
  1. Hadis Abū Saʻīd,

عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيِّ قاَلَ كاَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ اْلفِطْرِ وَاْلأَضْحَى إِلىَ اْلمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْيءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلاَةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُوْمُ مُقاَبِلَ النَّاسِ وَالنَّاسُ جُلُوْسٌ عَلَى صُفُوْفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وَيُوْصِيْهِمْ وَيَأْمُرُهُمْ [رواه البخاري].

Dari Abū Saʻīd al-Khudrī r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw keluar ke lapangan tempat salat (muṣallā) pada hari Idulfitri dan Iduladha, lalu hal pertama yang dilakukannya adalah salat, kemudian ia berangkat dan berdiri menghadap jamaah, sementara jamaah tetap duduk pada saf masing-masing, lalu Rasulullah menyampaikan wejangan, pesan, dan beberapa perintah … [HR al-Bukhārī].

  1. Hadis Aḥmad dan an-Nasā’ī,

عَنْ جَابِرٍ قَالَ شَهِدْتُ الصَّلَاةَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ [حديث صحيح رواه أحمد والنسائي].

Dari Jābir (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya mengikuti salat bersama Rasulullah di suatu hari Id. Beliau memulai salat sebelum khutbah, tanpa azan dan tanpa ikamah [Hadis sahih, riwayat Aḥmad dan an-Nasā’ī].

  1. Hadis Ibn ‘Abbās,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ اَلنَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى يَوْمَ اَلْعِيدِ رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلَا بَعْدَهَا [رواه السبعة واللفظ للبخاري].

Dari Ibn ‘Abbās (diriwayatkan bahwa) Nabi saw salat Id pada hari Id dua rakaat tanpa melakukan salat lain sebelum dan sesudahnya [HR tujuh ahli hadis, dan lafal di atas adalah lafal al-Bukhārī].

  1. Bahwa salat Iduladha dapat dilaksanakan di rumah karena adanya masyaqqah untuk dilaksanakan di lapangan didasarkan kepada,
  1. Nilai dasar ajaran Islam tentang perwujudan maslahat yang mengharuskan pelaksanaan perlindungan lima kepentingan pokok di antaranya adalah perlindungan jiwa (ḥifẓ an-nafs) dan dalam mewujudkan ḥifẓ an-nafs itu pelaksanaan salat Iduladha dalam kondisi Covid-19 sekarang ini dilakukan di rumah masing-masing.
  2. Asas bahwa pelaksaan ajaran Islam tidak boleh menimbulkan mudarat dan dalam pelaksanaannya diberi kemudahan sebagaimana ditegaskan dalam beberapa kaidah fikih. Berdasarkan kaidah tersebut untuk menghindari mudarat penularan Covid-19, maka salat di lapangan yang melibatkan kumpulan banyak orang harus dihindari, sehingga karenanya salat Iduladha dikerjakan di rumah. Kaidah dimaksud adalah:

B.     Dalil-dalil Terkait Pelaksanaan Ibadah Kurban (Uḍḥiyyah) di Masa Pandemi

Terkait dengan penyelenggaraan ibadah kurban pada saat penularan Covid-19 terus mengalami peningkatan yang signifikan, maka Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menuntunkan sebagai berikut:

  1. Hukum ibadah kurban adalah sunah muakkadah berdasarkan beberapa hadis berikut,

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا [رواه مسلم].

Dari Ummu Salamah (diriwayatkan), bahwasanya Nabi saw bersabda: Apabila telah masuk hari kesepuluh (bulan Zulhijah), dan salah seorang darimu ingin berkurban, maka ia tidak memotong rambut dan kukunya [HR Muslim].

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ثَلاَثٌ هُنَّ عَلَىَّ فَرَائِضُ وَهُنَّ لَكُمْ تَطَوُّعٌ الْوِتْرُ وَالنَّحْرُ وَصَلاَةُ الضُّحَى [رواه أحمد].

Dari Ibn ‘Abbās (diriwayatkan) ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Ada tiga hal yang wajib untukku dan sunah untukmu yakni salat witir, menyembelih kurban dan salat duha [HR Aḥmad].

عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو أَخْبَرَنِي مَوْلَايَ الْمُطَّلِبُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَنْطَبٍ أَنَّ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيْدَ اْلأَضْحَى فَلَمَّا انْصَرَفَ أَتَى بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ فَقَالَ بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ اَللّهُمَّ هَذَا عَنِّى وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِى [رواه أحمد وأبو داود والترمذى].

Dari Ibn Umar bin Abī Amr (diriwayatkan), telah memberitahukan kepadaku pelayan al-Muṭallib bin Abdillah bin Ḥanṭab bahwa Jābir bin ‘Abdillāh berkata:Saya salat Iduladha bersama Rasulullah saw, kemudian setelah selesai, kepada beliau diberikan seekor kibasy (kambing yang besar) lalu beliau menyembelihnya seraya berdoa: Bismillāhi wallāhu akbar, Allāhumma hāżā ‘annīy wa ‘an man lam yuḍaḥḥi min ummatīy (Dengan menyebut nama Allah, Allah Maha Besar, Wahai Allah, ini dariku dan dari orang yang tidak berkurban dari umatku) [HR Aḥmad, Abu Dāwūd, dan at-Tirmiżī].

  1. Mengutamakan membantu orang-orang yang terdampak langsung oleh Covid-19 di mana mereka mengalami kesulitan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya yang pokok dari pada melaksanakan kurban didasarkan kepada nilai-nilai dasar dan asas-asas syariah sebagai berikut:

a. Nilai dasar al-mā‘ūn yang mengharuskan menyantuni orang dalam kesulitan seperti orang miskin dan lain-lainnya.

أَرَءَيۡتَ ٱلَّذِي يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ (1) فَذَٰلِكَ ٱلَّذِي يَدُعُّ ٱلۡيَتِيمَ (2) وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِينِ (3) [الماعون، 107: 1 – 3].

Tahukah engkau orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin [QS al-Mā’ūn (107): 1-3].

b. Nilai dasar saling membantu (at-taʻāwun), sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an,

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ [المائدة، 5: 2].

Tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan [QS al-Māidah (5): 2]

c. Nilai dasar solidaritas sosial, sebagaimana ditegaskan dalam hadis-hadis Nabi saw,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ [رواه مسلم].

Dari Abū Hurairah (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw bersabda, barangsiapa membebaskan seorang mukmin dari suatu kesengsaraan dunia, maka Allah akan membebaskannya dari suatu kesengsaraan hari kiamat, dan barangsiapa yang memberi kemudahan kepada orang yang sedang mengalami kesukaran, maka Allah akan memberi kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat, dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong sesamanya … [HR Muslim].

عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى [رواه مسلم].

Dari an-Nu‘mān ibn Basyīr (diriwayatkan), ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Perumpamaan orangorang mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut merasakan sakitnya baik terjaga (tidak bisa tidur) dan demam [HR Muslim].

عَنْ أَبِى مُوسَى عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا [رواه البخاري].

Dari Abū Mūsā, dari Nabi saw (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: Sesungguhnya seorang mukmin dengan mukmin lainnya seperti sebuah bangunan yang satu dengan lainnya saling menguatkan [HR al-Bukhārī].

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ سُئِلَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ؟ قَالَ أَنْ تُدْخِلَ عَلىَ أَخِيْكَ اْلُمسْلِمِ سُرُوْرًا أوْ تَقْضِيَ عَنْهُ دَيْنًا أوْ تُطْعِمَهُ خُبْزًا [رواه البيهقي].

Dari Abū Hurairah (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw ditanya tentang amal apakah yang paling utama? Beliau menjawab: Memasukkan rasa gembira kepada saudara muslim atau membantu menyelesaikan utangnya, memberinya roti atau makanan [HR al-Baihaqī, dalam kitab Syu‘ab al-Imān].

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ وَأَيُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعَهُمْ لِلنَّاسِ، وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ سُرُورٍ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ، أَوْ تَكْشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دِينًا، أَوْ تُطْرَدُ عَنْهُ جُوعًا، وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخٍ لِي فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا، وَمَنْ كَفَّ غَضَبَهُ سَتَرَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ كَظَمَ غَيْظَهُ، وَلَوْ شَاءَ أَنْ يُمْضِيَهُ أَمْضَاهُ، مَلأَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قَلْبَهُ أَمْنًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ مَشَى مَعَ أَخِيهِ فِي حَاجَةٍ حَتَّى أَثْبَتَهَا لَهُ، أَثْبَتَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قَدَمَهُ عَلَى الصِّرَاطِ يَوْمَ تَزِلُّ فِيهِ الأَقْدَامُ [رواه الطبرني].

Dari Ibn Umar (diriwayatkan) ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah lalu ia berkata: Siapakah manusia yang paling dicintai Allah dan amal apakah yang disukai Allah? Rasulullah saw menjawab: sebaik-baik manusia di hadapan Allah adalah yang memberikan manfaat bagi manusia lainya, dan seutama-utama amal di sisi Allah adalah memberikan rasa gembira kepada seorang muslim, membebaskan dari kesulitan, membantu menyelesaikan utangnya, menghilangkan rasa lapar darinya, seseorang yang berjalan untuk membantu saudaranya dalam suatu keperluan lebih Aku cintai dari ia beriktikaf di masjid ini yakni masjid Madinah selama satu bulan. Barangsiapa yang menahan dari murkanya maka Allah akan menutupi aibnya dan barangsiapa yang menahan marahnya sekali pun mampu untuk memperpanjang marahnya maka Allah akan memasukkan rasa aman ke dalam hatinya pada hari kiamat. Barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya dalam membantu suatu keperluan hingga tetaplah baginya maka Allah akan menetapkan langkahnya menuju kepada jalan yang pada suatu hari yang ia akan berjalan padanya [HR aṭ-Ṭabrānī].

d. Berdasarkan kaidah fikih,

اَلْأَهَمُّ مُقَدَّمٌ مِنَ اْلُمهِمِّ.

Yang lebih penting didahulukan dari yang penting [Fakhruddīn ar-Rāzī, Tafsīr al-Fakhr ar-Rāzī (Mafātīh al-Gaib, 31: 55].

e. Berdasar pendekatan irfani dalam pemahaman dan pelaksanaan agama yang menuntut penajaman kepekaan nurani untuk menyadari mana amalan-amalan agama yang harus didahulukan dalam konteks tertentu, sehingga pengamalan agama itu tidak sekedar bersifat lahiriah tanpa mendalami substansi dan makna yang terkandung di baliknya. Dalam kondisi pandemi Covid-19 yang sangat mengkhawatirkan sekarang di mana banyak warga masyarakat yang terdampak langsung, baik secara kesehatan, ekonomi dan keuangan, sehingga mengalami kesulitan dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasarnya, maka penyaluran dana untuk infak kepada mereka yang terdampak tersebut dipandang lebih penting dan merupakan amal yang lebih utama seperti dikatakan dalam hadis yang dikutip di atas bahwa amal yang paling afdal adalah membebaskan saudaramu dari kelaparan.

Yogyakarta, 21 Zulkaidah 1442 H/2 Juli 2021 M

Majelis Tarjih dan Tajdid

Pimpinan Pusat Muhammadiyah,

Ketua,                                                 Sekretaris,

Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A.         Drs. Mohammad Mas’udi, M.Ag.

Download Selengkapnya Edaran PP Muhammadiyah Imbauan Perhatian Covid-19 dan Persiapan Iduladha 1442-2021

Exit mobile version