BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Menjelang perayaan Iduladha, umat muslim yang mampu secara ekonomi, sudah bersiap menyembelih hewan kurban sebagai salah satu ibadah yang disyariatkan agama.
Sebagai muslim yang baik, kita harus mengonsumsi sesuatu makanan termasuk daging kurban, yang sifatnya halal. Namun dalam proses pelaksanaan dan pengelolaan daging kurban, kebanyakan orang tidak tahu bagaimana proses yang sesungguhnya, bisa saja tercampur dengan hal-hal yang haram.
Begitulah salah satu benang merah yang dikatakan Ketua Pusat Kajian Halal Universitas Muhammadiyah Bandung (UMBandung) Saepul Adnan, S.Si., M.Si., pada Seminar Sembelih Halal, yang diselenggarakan itQan, Sabtu (3 Juli 2021).
Adnan menjelaskan bahwa pengertian penyembelihan dalam istilah fikih disebut dengan ”al-zakah” yang bermakna baik atau suci.
”Istilah ini digunakan untuk proses penyembelihan karena memang proses penyembelihan harus sesuai dengan ketentuan syariat (Islam) sehingga hewan yang disembelih itu betul-betul baik, suci, dan halal untuk dikonsumsi,” ucapnya.
Tujuan penyembelihan sendiri yaitu untuk membedakan apakah hewan yang telah mati itu halal atau haram dimakan. Tentunya pemilihan hewan kurban disesuaikan dengan apa yang tertera dalam Alquran dan Hadis.
Dalam ajaran Islam, ada beberapa rukun penyembelihan yang harus diperhatikan. Di antaranya penyembelih, hewan yang disembelih, alat menyembelih, dan tempat penyembelih.
Semua rukun penyembelihan tersebut, sejatinya harus dilaksanakan dengan baik agar bisa menghasilkan kualitas daging sembelihan yang bagus. Selain itu, juga bisa melaksanakan tata cara ibadah kurban sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah.
Menurut Adnan, ada tujuh titik kritis kehalalan penyembelihan hewan kurban yang harus diperhatikan. Yakni hewan halal, penanganan hewan, stunning, juru sembelih, proses penyembelihan, pasca-penyembelihan, dan penanganan karkas.
”Karena bisa jadi hewan atau daging yang dari halal sekalipun ketika ketujuh proses ini terlewati, hewan tersebut tidak akan halal ketika akan dikonsumsi. Oleh karena itu, sangat penting untuk kita memahami paling tidak tujuh titik kritis kehalalan dalam penanganan penyembelihan hewan,” tegasnya.
Pada dasarnya semua hewan yang ada di Bumi adalah halal, kecuali yang jelas diharamkan menurut Alquran dan Hadis, seperti anjing, babi, babi hutan, dan keledai jinak.
”Dan tentunya hewan halal ini sebagai salah satu syarat untuk digunakan sebagai hewan penyembelihan,” tegas alumnus Universitas Indonesia ini.
Kriteria hewan kurban
Adnan juga mengatakan hewan yang dikurbankan ataupun yang dikonsumsi haruslah memiliki kriteria yang sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 114 Tahun 2014, yaitu sehat, tidak cacat, cukup umur, dan juga tidak kurus.
”Bisa terlihat kalau hewan yang sakit biasanya kusam, tapi kalau hewan yang sehat itu betul-betul kalau dalam bahasa sekarang glowing, kulitnya mulus, bulunya halus, kelihatan bersih. Ada juga yang bilang ini hewannya kasep, cakep banget hewannya,” ujarnya.
Hewan yang akan dijadikan sembelihan kurban, perlu diperhatikan prinsip kesejahteraan hewan tersebut. Yakni mulai dari bebas dari rasa haus dan lapar, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas rasa sakit, luka dan penyakit, bebas dari rasa takut dan tertekan, serta bebas mengekspersikan sifat alaminya.
Pada proses penyembelihan, hal yang harus dilakukan yaitu menerapkan stunning atau membuat hewan pingsan. Tujuannya agar pada waktu disembelih, hewan tidak banyak bergerak sehingga hal ini harus dilakukan oleh orang yang ahli.
”Kalau tidak menguasai teknik ini, bisa jadi hewan yang akan disembelih itu mati bukan karena proses penyembelihan, tetapi oleh stunning,” jelas Adnan.
Orang yang menyembelih, menurut Adnan, selain beragama Islam, ldewasa, dan sehat, juga harus memahami serta memilik 13 unit kompetensi. Seperti melakukan pemeriksaan fisik hewan, menerapkan teknik penyembelihan hewan, dan sebaginya.
”Ujian kompetensi ini sangat bermanfaat apalagi di negara-negara nonmuslim, mereka membutuhkan sekali juru sembelih halal yang bersertifikat. Oleh karena itu, juru sembelih harus menguasai ke-13 unit atau kompetensi,” katanya.
Pada proses penyembelihan harus melalui beberapa tahap. Yakni mulai dari penyebutan lafaz penyembelihan, memutuskan tiga saluran seperti pembuluh darah, saluran pernapasan, dan saluran makanan.
Kemudian juga harus dilakukan secara cepat dan tepat, memosisikan hewan dengan benar, serta memastikan tanda-tanda hewan itu hidup atau mati.
Setelah selesai, harus menangani karkas daging utuh, daging tulang jeroan agar tidak terkontaminasi yang tentunya dengan konsep aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Tetapi jika penanganan hewan itu gagal, penyembelihan harus dipisahkan.
”Ini akan terlihat bahwa hewan yang betul-betul dilakukan (penyembelihan) atau secara syariat dilaksanakan dengan maksimal sehingga penanganannya itu bisa termanfaatkan,” tutur Adnan.
Pada penanganan dan penyimpanan daging kurban, menurut Adnan, ada beberapa tips yang perlu diperhatikan. Seperti daging yang didapat jangan dicuci terlebih dahulu, tetapi mesti dimasukan kulkas bagian bawah (bagian yang sejuk, bukan frezzer) selama 16-18 jam dengan udara yang misalkan di dalam plastik bening daging sesedikit mungkin.
Selain itu, jika mendapatkan daging banyak dengan berat 2-4 kg, dibuat menjadi beberapa bagian dengan ukuran plastik kecil sebanyak ½ Kg di dalam freezer.
Jika ingin memasak daging kurban beku, letakan di bawah keran air dengan suhu normal yang masih terbungkus rapat dalam plastik. Kemudian jika ingin dimasak besoknya, daging beku tersebut dipindahkan terlebih dahulu dari freezer ke bagian bawah yang paling sejuk pada sore hari agar daging kembali empuk dan siap untuk dimasak. (Rep-FK)