JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Di era yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini, tidak menjadikan manusia semakin cerdas dan arif. Di dalam sebuah buku yang ditulis oleh Franklin Foer dengan judul ‘World Without Mind: The Existential Threat of Big Tech’ ia menjelaskan bahwa manusia semakin bodoh justru karena teknologi yang ada digenggaman tangannya. Fenomena ini menjadi persoalan tersendiri di mana kecenderungan umat Islam yang lebih memilih memedomani informasi-informasi di sosial media, yang secara ilmiah maupun keagamaan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Dan jika dihubungkan dengan sebuah buku berjudul ‘The Death of Expertise’ (matinya kepakaran) yang ditulis oleh Tom Nichols, kita dapat melihat sebuah realita baru bahwa semua manusia merasa bisa dalam berbagai macam hal. “Manusia merasa tahu segalanya, padahal sejatinya ia tidak tahu apa-apa,” ungkap Abdul Mu’ti dalam Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan tema “Iduladha dalam Masa Pandemi” (9/7).
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah tersebut mentautkan persoalan ini dengan sebuah hadist yang menjelaskan tanda-tanda terjadinya kiamat, diantaranya disebabkan oleh kebodohan yang merajalela. Ketika di dunia ini tidak ditemukan lagi orang-orang yang berilmu, maka mereka akan mengangkat manusia-manusia bodoh sebagai pemimpin. Dan ketika pemimpin tersebut ditanya banyak hal, ia akan menjawab pertanyaan tersebut semaunya, disebabkan kebodohannya. Memberikan fatwa atau keputusan tanpa ilmu. “Dan jika itu terjadi maka sebagaimana sabda Nabi, ia akan sesat dan menyesatkan banyak orang,” ujarnya.
Persoalan ini menjadi sangat penting karena di dalam internal persyarikatan Muhammadiyah sendiri masih banyak orang yang lebih memilih untuk mengikuti fatwa individu yang ia dapat dari sosial media daripada mengikuti fatwa para ulama yang kredibel. Di sisi yang lain, Al-Qur’an juga telah mengingatkan kepada orang-orang yang mengimaninya untuk tidak mengikuti sesuatu yang tidak diketahui (kuasai). Di dalam QS. Al-Isra’ ayat 36 Allah SwT berfirman “Jangan kamu ikuti sesuatu yang kamu tidak mengerti tentang sesuatu itu. Sesungguhnya pendengaran, pengelihatan, dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya masing-masing.”
“Oleh karena itu, daripada kita mengikuti sesuatu yang tidak kita ketahui atau merasa tahu padahal tidak tahu, lebih baik kita tanyakan sesuatu yang tidak kita tahu kepada ahlinya,” pesan Mantan Ketua PP Pemuda Muhammadiyah tersebut.
Abdul Mu’ti menambahkan, kecenderungan lain yang juga menjadi permasalahan cukup serius dalam tradisi keberagamaan kita yaitu, adanya kelompok masyarakat yang merasa sempurna melakukan perintah agama jika dilakukan dengan cara yang berat. Tidak mau mengambil atau memanfaatkan keringanan yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya. “Ruksoh gak mau, tapi maunya rusuh,” ungkap Abdul Mu’ti. Ironisnya, fenomena seperti ini banyak terjadi di saat situasi darurat pandemic Covid-19. Masih banyak masyarakat yang bersikukuh untuk melaksanakan ibadah seperti di waktu normal, sebelum terjadi pandemi. Padahal Allah sendiri tidak menghendaki kesulitan bagi hamba-Nya dalam urusan beragama. Paling tidak pesan ini disebutkan dua kali di dalam Al-Qur’an yaitu di QS. Al-Maidah ayat 6 dan QS. Al-Hajj ayat 78.
Pada intinya, Rasulullah ingin mengajak kita untuk tidak berlebih-lebihan dalam beragama. Agama itu mudah, maka jangan dipersulit karena ia akan dikalahkan oleh agama. Hendaknya dalam melaksanakan perintah agama itu sewajarnya (tidak diberat-beratkan) dan kemudian senantiasa bergembira. Hendaknya juga senantiasa meminta pertolongan kepada Allah dan berserahdiri kepada-Nya. (diko)