Al-Khabiir, Yang Maha Mengenali

Al-Khabiir

Ilustrasi Dok Amuba/SM

Al-Khabiir, Yang Maha Mengenali

Kata Al-Khabiir berakar dari kata Khabara yang artinya mengetahui berdasarkan pengalaman. Karena Allah SwT adalah Dzat Yang Maha Sempurna dan Maha Kuasa, maka kalau kata Khabara ini dipakai sebagai akar kata dari sifat Al-Khabiir, tentu terjemahannya menjadi berbeda. Yaitu mengetahui atau mengenali secara menyeluruh dan utuh tentang sesuatau. Sebab Allah Swt yang menciptakan seluruh kenyataan dalam alam semesta ini. sudah tentu Allah SwT mengenali benar detail (rincian) dari seluruh makhluk-Nya. Mulai dari yang nyata (kasat mata) sampai yang ghaib, mulai dari yang tersurat sampai yang tersirat. Itulah sebabnya sifat Al-Khabiir diterjemahkan dengan Yang Maha Mengenali.

Pengenalan Allah SwT terhadap makhluk-Nya terutama terhadap makhluk manusia, dalam Al-Qur’an digambarkan menyentuh berbagai macam hal. Pertama, Al-Khabiir dikaitkan dengan masalah amal atau perbuatan yang bermuatan nilai (misalnya nilai benar, baik, indah, manfaat, luhur, dan keselama-lamannya). Ini tertulis dalam Al-Qur’an sebanyak 21 kali, salah satunya QS Al-Baqarah, 2: 234. Kedua, Al-Khabiir dikaitkan dengan masalah kemahabijaksanaan Allah SwT sendiri (Al-Hakim), yakni bahwa kemahamengenalan Allah SwT berkait erat dengan kemahabijaksanaan-Nya, ini tertulis sebanyak 4 kali (salah satunya QS Al-An’am, 6: 18).

Ketiga, Al-Khabiir dikaitkan dengan masalah kemahalembutan Allah SwT (Al-Lathif), yakni bahwa kemahamengenalan Allah SwT seiring dengan kemahalembutan-Nya, ini tertulis 5 kali (termasuk QS Al-An’am, 6: 103). Keempat, Al-Khabiir dikaitkan dengan masalah bidang keahlian manusia, dalam arti Allah SwT sangat mengenali apapun yang menjadi daya kemampuan dan prestasi dari keahlian manusia, tertulis 1 kali saja (QS An-Nur, 24: 30). Kelima, Al-Khabiir dikaitkan dengan perbuatan manusia pada umumnya, dalam arti Allah SwT sangat mengenali seluruh perbuatan manusia, entah variasinya, jumlahnya, maupun matanya, tertulis satu kali (An-Naml, 27: 88).

Keenam, Al-Khabiir dikatkan dengan masalah kemahamengetahuian Allah SwT (Al-‘Alim), dalam arti dengan kemahamengetahuian-Nya, sejajar dengan Ilmu-Nya yang mumpuni, tertulis 4 kali (adalah salah satunya Qs Lukman, 31: 34). Ketujuh, Al-Khabiir dikaitkan dengan kemahamelihatan Allah SwT (Al-Bashir), dalam arti kemahamengenalan Allah SwT tidak terlepas dari kesempurnaan penglihatan-Nya terhadap segala sesuatau yang telah diciptakan-Nya, tertulis 5 kali (QS Al-Fatir, 35: 31). Kedelapan, Al-Khabiir dikaitkan dengan tegaknya hari kiamat, dalam arti kemahamengetauan Allah SwT dijadikan bukti dalam proses penimbangan amal manusia di alam akhirat nanti, tertulis 1 kali (QS Al-Adziyat, 100: 11).

Yang terkhir, Al-Khabiir dikaitkan dengan masalah dosa-dosa hamba-Nya, dalam arti kemahamengenalan Allah SwT terkait erat dengan masalah dosa-dosa manusia yang telah mereka perbuat, tertulis 1 kali (QS Al-Furqan, 25: 58).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka kemahamengenalan Allah SwT (Al-Khabiir) itu ditandai dengan, pertama, Allah SwT cermat dalam merekam data perbuatan manusia untuk alat bukti autentik dari perjalanan hidup manusia. Kedua, Allah SwT akan mempertunjukkan keutuhan perbuatan namusia di dunia berdasarkan alat bukti dari hasil rekaman data perbuatan manusia itu sendiri. Ketiga, Allah SwT menginterogasi dan menimbang amal manusia juga atas dasar alat bukti dari hasil rekaman data perbuatan manusia tersebut juga. Pelajaran yang bisa kita ambil adalah bahwa rekaman data perbuatan apapun yang kita perbuat harus kita waspadai benar-benar agar nanti tidak akan mencelakai. Wallahu a’lam bishshawab.

Moh Damami Zain, Dosen Tetap Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Sumber: Majalah SM Edisi 16 Tahun 2018

Exit mobile version