Idul Adha di Australia, dari Suasana Normal hingga Pembatasan Ketat lagi

Idul Adha di Australia, dari Suasana Normal hingga Pembatasan Ketat lagi

Oleh : Haidir Fitra Siagian

Hari ini adalah hari raya Idul Adha yang ketiga kalinya bagi kami sekeluarga di Australia, sejak tiba di sini bulan Mei 2019 lalu. Tepatnya di kota kecil, Wollongong, sekitar 90 km dari pusat Kota Sydney, ibukota Negara Bagian New South Wales. Pertama kali ikut salat Idul Adha bulan Juli 2019 bertempat di auditorium University of Wollongong, bersama dengan ribuan umat Islam dari berbagai wilayah di kawasan Illawara.

Suasana saat itu cukup menggembirakan dan sahdu, karena dapat berinteraksi dengan umat Islam dari berbagai komunitas, terutama dari Asia Selatan dan Timur Tengah. Terasa hangatnya persaudaraan sesama umat Islam. Memang kehangatan akan lebih memiliki makna yang lebih tinggi jika bersama-sama berada di daerah minoritas. Perasaan ikatan seakidah dan senasib, turut memberi andil menguatkannya.

Pada saat salat Idul Fitri dan Idul Adha tahun 2020 lalu, suasana kota Wollongong masih dalam pembatasan pergerakan warga oleh Pemerintah Australia terkait dengan pencegahan penularan Covid-19. Menjelang pelaksanaan salat Idul Fitri kala itu, pembatasan pergerakan warga sudah mulai dilonggarkan. Jika beberapa bulan sebelumnya, tidak boleh bertamu, maka pada saat Idul Fitri sudah bisa bertamu maksimal lima orang.

Sehingga saat itu, kami mengundang beberapa teman warga Indonesia, terutama yang tidak membawa keluarga, untuk melaksanakan salat id bersama di rumah kami. Sedangkan masjid dan gedung, masih belum dibuka. Kemudian pada saat salat Idul Adha, pembatasan semakin dilonggarkan. Yakni, boleh melaksanakan salat Idul Adha di tempat terbuka dengan maksimal peserta adalah dua puluh orang. Sehingga kami warga Indonesia melaksanakan salat Idul Adha bersama beberapa pelajar dan keluarganya di halaman rumah teman.

Seiring dengan perkembangan covid yang semakin menurun di Australia, pembatasan yang sudah berlangsung selama satu tahun, pada sekitar bulan April 2021 lalu, sudah sangat longgar. Bahkan keadaan sudah dianggap normal menjelang Ramadhan lalu. Sehingga mulai dari salat Jumat dan salat berjamaah di masjid sudah dibolehkan, bahkan dalam keadaan saf yang rapat seperti biasa, tidak ada perenggangan jarak satu setengah meter. Buka puasa di masjid-masjid pun sudah ramai.

Namun keadaan berubah total menjelang Idul Adha 1442 H ini. Tiga minggu lalu, pemerintah Negara Bagian News South Wales, mengumumkan pembatasan pergerakan warga (lockdown) hampir total. Sebab ditemukannya beberapa warga yang positif covud yang sulit dideteksi keberadannya. Awalnya pemerintah hanya mengalokasikan waktu selama dua minggu, namun diperpanjang satu minggu. Lalu diperpanjang lagi hingga akhir bulan Juli ini. Kemungkinan diperpanjang hingga memasuki bulan Agustus, sudah terasa. Sebab saat ini, meskipun jumlah warga yang positif Covid-19 cenderung turun, tetapi masih di atas angka yang mengkhawatirkan.

Data perkembangan covid-19 yang diumumkan pemerintah New South Wales per hari ini, yang positif adalah sebanyak 79 kasus. Kemarin dulu sempat mencapai lebih dari 100 kasus. Total kasus yang positif sejak covid merebak tahun lalu hingga sekarang di seluruh NSW adalah hampir tujuh ribu orang dan yang meninggal dunia sebanyak 61 orang. Data-data ini setiap hari diumumkan oleh pemerintah melalui berbagai media, baik media cetak, media elektronik dan media sosial.

Pembatasan pergerakan warga saat ini memang cenderung lebih ketat di banding tahun lalu. Semua tempat-tempat yang tidak penting, ditutup tanpa kecuali. Yang boleh dibuka adalah tempat-tempat yang berhubungan langsung dengan hajat hidup orang banyak, seperti supermarket, rumah sakit, dan perbankan. Perkantoran pemerintah dan swasta, sebagian tetap dibuka dengan jumlah karyawan yang masuk dikurangi. Sedangkan sekolah dan lembaga pendidikannya lainnya, ditutup.

Proses belajar mengajar diadakan secara online. Tiga orang anak saya yang sekolah setingkat SMP dan SMA, saat ini juga belajar online. Kebetulan saat ini mahasiswa sedang libur. Namun bagi mahasiswa yang tidak ada istilah liburnya, yakni pelajar pada tingkat doktoral, sangat disarankan untuk tidak masuk kampus. Kampus tidak ditutup total. Namun hanya dosen dan karyawan yang memiliki kepentingan dan mendapatkan surat tugas yang dibolehkan masuk kampus.

Beberapa tempat yang tidak essensial atau tidak terlalu penting, sampai sekarang masih tutup. Misalnya bar, kasino, bioskop, dan sanggar senam. Ini sama sekali tidak boleh buka. Sedangkan restoran dan cafe, masih boleh dibuka. Hanya saja seluruh meja dan kursinya, dilipat atau dipasangi tanda larang. Artinya bahwa di situ tak boleh makan, hanya membeli dan membawa pulang saja.

Sejak minggu lalu, pembatasan lebih diperketat lagi. Pada semua ruangan, termasuk di lorong-lorong apartemen atau rumah susun, semua orang harus memakai masker. Hanya di tempat terbuka saja yang tidak wajib memakai masker, itupun kalau sendirian atau bersama keluarga. Jika bersama dengan orang lain, maka harus pakai masker. Warga boleh berkumpul yang bukan serumah atau sekeluarga, maksimal dua orang. Tidak boleh menerima tamu. Jika ada yang meninggal dunia, yang hadir di pemakaman adalah maksimal sepuluh orang.

Pembatasan lainnya adalah dalam hal berbelanja kebutuhan pokok di supermarket. Sekarang hanya boleh satu orang per keluarga yang diizinkan pergi berbelanja per hari. Tidak boleh ke supermarket hanya jalan-jalan atau sekedar melihat-lihat. Harus betul-betul belanja. Pelanggaran atas ketentuan ini, bisa kenai denda hingga $120 AU atau sekitar satu juta tiga ratus ribu Rupiah per orang.

Termasuk tempat yang dianggap tidak penting di sini, adalah rumah ibadah. Sehingga masjid, gereja, kuil dan rumah ibadah lainnya, ditutup sama sekali. Saya pernah lewat di depan sebuah gereja pada hari Ahad, sama sekali tidak ada aktivitas. Tidak boleh ada aktivitas ibadah di dalamnya, apalagi sampai mengundang jamaah lain. Sudah hampir tiga minggu kami salat di rumah saja dan salat jumat sudah tiga kali berturut-turut diganti denga salat Duhur.

Untuk pelaksanaan salat Idul Adha tadi pagi, hanya kami sekelurga yang ikut. Tak boleh mengundang teman-teman datang ke rumah untuk silaturahmi. Sebagai gantinya, kami mengantar makanan ke rumah teman-teman sesama Indonesia yang tinggal seorang diri. Itupun dia harus menunggu di depan rumahnya, sebab kami tak boleh masuk ke rumahnya.

Demikian juga tetangga yang datang membawa kue hadiah untuk kami, dia hanya boleh sampai depan pintu. Sedangkan seorang teman pelajar dari Arab Saudi, tadi sore datang membawakan daging kurban. Saya harus keluar rumah menemuinya di pinggir jalan untuk menerima daging tersebut.

Wassalam
Keiravilla, NSW, Australia, 20 Juli 2021
Haidir Fitra Siagian
Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah (PRIM) New South Wales, Australia

Exit mobile version