Kuliah Kemuhammadiyahan, Prof Dr Lincolin Arsyad MSc: Rujukan Pelajaran AIK yang Excellent
Pelajaran Al-Islam dan Kemuhammadiyahan atau sering disebut AIK adalah pelajaran khas perguruan Muhammadiyah. Pelajaran AIK ini diberikan di perguruan Muhammadiyah dari Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah hingga perguruan tinggi Muhammadiyah.
Untuk mengetahui bagaimana pengajaran Al-Islam dan Kemuhammadiyahan perguruan tinggi Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah mewawancarai Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Lincolin Arsyad MSc. Berikut ini hasil wawancara yang disajikan dalam bentuk dialog:
Apa tujuan pengajaran AIK di perguruan tinggi Muhammadiyah?
Kita kan kepengin alumni perguruan tinggi kita menjadi kader Persyarikatan Muhammadiyah. Bukan hanya sekedar alumni perguruan tinggi Muhammadiyah, tetapi harapan kita kan menjadi kader Muhammadiyah.
Untuk mencapai tujuan itu, apa yang dilakukan perguruan tinggi Muhammadiyah?
Pelajaran atau materi Al-Islam dan Kemuhammadiyahan ini kan betul-betul harus benar dan tepat diajarkan kepada Mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Benar dalam arti substansinya atau naterinya benar, sedangkan tepat itu dalam metodanya. Tepat metodanya dalam rangka menginternalisasi substansi materi AIK itu kepada mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah. Itu paling penting.
Bagaimana dengan materi yang benar yang diajarkan?
Kalau dari segi substansi, dari segi dasollen, materi buku yang dibuat Pak Haedar (Buku Kuliah Kemuhammadiyahan 1 dan Kuliah Kemuhammadiyahan 2 terbitan Suara Muhammadiyah (red)) itu merupakan buku Al-Islam dan Kemuhammadiyahan yang paling excellent, contoh yang nyaris paling sempurna. Tetapi harus ada langkah lebih lanjut bagi perguruan tinggi Muhammadiyah untuk bisa membumikan atau menginternalisasi materi itu kepada mahasiswanya.
Bagaimana membumikan atau menginternalisasi AIK itu untuk mahasiswa Muhammadiyah?
Untuk melakukan proses internalisasi nilai-nilai Muhammadiyah kepada mahasiswa Muhammadiyah itu kita mungkin butuh kasus-kasus dan juga metode delivery atau internalisasi untuk AIK yang lebih up to date dan tepat guna. Bukan hanya pelajaranpelajaran klasikal saja dengan metode ceramah, tetapi mungkin perlu ada aktivitas-aktivitas tertentu yang sebetulnya merupakan penerapan atau aplikasi dari teologi Al Maun itu, misalnya.
Mahasiswa langsung dilibatkan, upaya-upaya menyantuni fakir miskin. Demikian pula upaya untuk menyantuni anak yatim. Tidak hanya tekstualnya atau teorinya tetapi juga mereka bisa melakukannya secara langsung di lapangan. Mereka bisa menerapkan dan mengalaminya sendiri di lapangan.
Proses yang demikian ini sebenarnya sasaran kita untuk bisa menginternalisasi AIK. Kalau hanya dihapalkan saja, susah, percuma. Nggak akan mungkin bisa melahirkan kader sebagaimana yang dimaksudkan dengan pengajaran AIK di perguruan tinggi Muhammadiyah. Inilah karenanya diperlukan delivery yang tepat dalam menginternalisasi AIK pada mahasiswa Muhammadiyah.
Apakah ada upaya perguruan tinggi Muhammadiyah untuk melakukan internalisasi AIK seperti itu?
Tentu. Ini yang didorong oleh Majelis Diktilitbang kepada perguruan tinggi Muhammadiyah untuk melakukan internalisasi AIK kepada makasiswanya. Bahkan Majelis juga sudah mengadakan workshop agar perguruan tinggi Muhammadiyah mampu melakukan internalisasi AIK secara tepat kepada mahasiswanya.
Adakah contoh penerapan internalisasi pada pelajaran AIK ini?
Contohnya adalah apa yang dilakukan Uhamka (Universitas Prof Dr Hamka) Jakarta. Mahasiswa baru diterjunkan di dalam kampung yang kumuh atau yang miskin. Mereka disuruh membuat program, bagaimana mereka membantu masyarakat itu Ini merupakan salah satu contoh dalam menginternalisasi nilai-nilai AIK itu. Tidak hanya menghafalkan materi-materi AIK tetapi sudah mempraktekkannya.
Itu contoh yang baik unttuk pengajaran AIK. Dan ini harus terus dikembangkan oleh perguruan tinggi Muhammadiyah. Meskinya, hal ini juga harus dikembangkan dan diterapkan pada perguruan tinggi Muhammadiyah lainnya. Kalau hanya ceramah saja, maka pengajaran AIK ini nggak akan ada dampaknya bagi mahasiswaa, apalagi sampai melahirkan kader persyarikatan Muhamadiyah sebagaimana maksud pengajaran AIK diselenggarakan di perguruan tinggi Muhammadiyah.
Bagaimana upaya Majelis Diktilitbang untuk menularkan upaya internalisasi Al-Islam Kemuhammadiyahan seperti ini kepada perguruan tinggi Muhammadiyah yang lain?
Sekarang kan kita kerjasama dengan Uhamka juga mengenai materi dan metode pengajaran yang mereka lakukan. Ini sudah mulai kita susun. Nanti akan kita sampaikan kepada perguruan tinggi Muhammadiyah yang lain. Ada workshop dan upaya lainnya, AIK ini amat intensif kita bicarakan di Majelis saat ini. Harapannya upayaupaya internalisasi untuk menghasilkan kader itu akan dapat terlaksana dengan baik.
Saat ini, lulusan perguruan tinggi Muhammadiyah yang menghasilkan kader kan masih relatif sedikit. Bahkan banyak kader Muhammadiyah yang dihasilkan oleh perguruan-perguruan tinggi non Muhammadiyah. Mereka umumnya menjalani pengkaderan lewat organisasiorganisasi otonom Muhammadiyah seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Tentu kita inginkan di masa depan, perguruan tinggi Muhammadiyah mampu menghasilkan kader Muhammadiyah yang berkualitas. (Lutfi)
Sumber: Majalah SM Edisi 21 Tahun 2018
Pesan Buku di Suara Muhammadiyah Store