Egoisme Akar Kemelut Sejarah
Oleh: Dr Mas’ud HMN
Sejarah sebagai dua sisi mata uang memunculkan pikiran pada nilai, kejujuran, objektiff dan spirit. Sisi lain membawa arus ambisius, egoisme dan tahta. Ada paradok antara nilai dan Egoisme itulah yang membawa kemelut dan anarkis.
Fenomena anarkis membawa sejarah itu menjadi persoalan yang kelam gelap, berketerusan. Karena sumber cahaya nilai yang menjadi acuannya adalah nilai anarkis, dengan turunan seperti egosime, dengan kekayaan, kekuasaan yang zalim merusak kemanusiaan dan lingkungan.
Komparasi Sejarah ada dalam al Qur an yang menorehkan kisah nabi Musa tentang iman, kebaikan, dan kemaslahatan. Nilai yang dibawa oleh Nabi Musa itu memajukan peradaban. Namun dilecehkan oleh Firaun dengan berhala, taghutnya, kezaliman, dan sok kuasanya, lalu Firaun hancur.
Hal itu kemudian memunculkan kualitas kemanusiaan menurun. Nyaris tanpa harga. Itulah yang pada gilirannya menimpa umat Islam.
Realitas Islam demikian digambarkan satu hadis Rasulullah SAW,
Hampir saja para umat (kaum kafir) mengerumuni kalian dari berbagai jurusan seperti menghadapi hidangan makanan. Seorang sahabat bertanya mengapa demikian keadaannya ya Rasullulah ? Apakah karena jumlah umat Islam itu sedikit?
Rasullullah menjawab tidak. Jumlah kamu besar. Akan tetapi kalian seperti khaghusai sail (buih dilaut ), Allah menghilangkan rasa takut di hati musuh kalian dan akan menimpakan di hati kalian penyakit wahn. Ada yang bertanya apa itu Wahn, Rasulullah menjawab Cinta dunia dan takut mati (HR Abu Daud , h.4927 dan Ahmad 5 : 278).
Fenomena yang terjadi yaitu satu masa umat Islam kualitasnya dan kemampuannya menurun, tak berdaya disimbolkan dengan pilihan kata kaghusa sail menjadi ibarat buih di laut.
Tetapi telah terkena penyakit wahn. Sahabat bertanya lagi apa itu penyakit wahn? Rasullulah menjawab Hubbun dunnya wa kahharaytul maut, penyakit wahn adalah terlalu mencintai dunia dan takut pada kematian
Kata buih di laut kaghusa sail bermakna kelihatan besar, dan banyak, Namun mengambang tanpa daya, tanpa kekuatan yang andal. Ya buih yang terombang ambing gelombang.
Hadis ini memberi anjuran kepada umat Islam bagaimana menjadi kuat tidak disepelekan oleh kalangan lain. Jumlah yang besar tanpa diringi kualitas sama dengan buih di lautan. Keberadaannya sama dengan tidak adanya yang bisa diombang ambingkan, karena tak bermakna.
Bagi para pemerhati sejarah, dapat memahami dalam teori trilogi sejarah yaitu petumbuhan, perkembangan dan kehancuran. Ini dijelaskan oleh peran keberadan satu umat dengan kualitasnya. Satu umat diawali dengan pertumbuhan, kemudian berkembang lalu kemudian jatuh.
Setiap episode dari trilogi itu ada besaran nilai yang dibawanya. Ketika besaran nilainya baik, maka akan terjadi pencerahan dan pada gilirannya muncul kejayaan. Bila sebaliknya, maka timbul keruntuhan, jadi umat tanpa kualitas seperti buih tersebut di atas adalah masa kehancuran.
Akhirnya kehancuran satu umat bersumber dari wahn dengan dominannya kandungan cinta dunia dan takut mati, wahn itu membawa anarkis pemikiran yang terbentuk berupa egoisme, lupa diri, cinta harta. Nampaknya anarkis dari wahn ini masih terjadi hingga kini.
Seperti dikatakan Ibnu Qayyim al Jauziyah (1292-1350) intekletual Islam abad 13 asal Syria Timur Tengah,
Orang yang mencintai berlebihan pada dunia siaplah menerima penderitaan. Karena akan menemukan, tiga hal dalam hidupnya yaitu kekalutan pikiran, kepayahan, penyesalan tak berakhir.
Dr Mas’ud HMN, Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta