Sekte Babiyah-Bahaiyah; Sejarah, Kepercayaan Pokok dan Penyimpangannnya dari Islam

bahai

Ilustrasi Dok Pinterest

Sekte Babiyah-Bahaiyah; Sejarah, Kepercayaan Pokok dan Penyimpangannnya dari Islam

Oleh: Fahmi Salim

Baru-baru ini, heboh pernyataan Menag Yaqut Cholil Qoumas yang memberi ucapan selamat kepada pengikut agama Baha’i ramai di media sosial dan ditanggapi dengan pro-kontra. Sebenarnya ucapan selamat itu sudah basi karena hari raya Nawruz yang disebut Menag itu sudah lama jatuh tanggal 21 Maret 2021. Namun barangkali bocornya sambutan singkat itu baru beredar luas sekarang di tengah melonjaknya kasus Covid19 dan kebijakan pemerintah yang disoroti oleh masyarakat luas.

Agama Baha’i yang disebut Menag itu sebenarnya adalah kelanjutan sekte Al-Babiyah. Sekte Al-Babiyah sendiri adalah pecahan dari sekte Syiah Itsna ‘Asyariyah (Syiah dua belas imam) dari negeri Persia yang muncul pada awal abad ke-19 M. Nama sekte Al-Babiyah ini ditujukan kepada para pengikut Al-Bab: Mirza Ali Muhammad al-Syairazi (1819-1850 M), meskipun mereka lebih suka menyebut dirinya dengan Ahlu al-Bayan. Sekte ini muncul saat negeri Iran sedang galau menunggu datangnya ‘juru selamat’ (paham mesianistik) yang akan menyelamatakan mereka dari situasi dan kondisi yang buruk.

Mirza Ali Muhammad memproklasaikan dirinya sebagai Al-Bab atau pintu bagi imam yang bersembunyi. Kata Al-Bab sendiri adalah istilah yang dipakai oleh pengikut Syiah sejak awal periode kemunculannya. Berdasar riwayat hadis popuer yang palsu, “Aku (Nabi Muhammad) adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya”. Jadi Al-Bab merupakan tingkatan dalam derajat spiritual di kalangan sekte Ismailiyyah dan pernah digunakan di masa daulah Fathimiyah di Mesir. Tingkatan Al-Bab adalah tingkatan kedua setelah Al-Imam dan darinyalah ilmu dan ajaran diterima secara langsung.

Mirza Ali Al-Bab menyatakan tentang dirinya, “Aku bersaksi bahwa tiada seorangpun selain aku di barat dan timur yang bisa mengaku sebagai Al-bab yang akan mengantarkan manusia kepada ma’rifatullah. Tidak ada bukti dariku atas semua itu kecuali bukti yang ditunjukkan kebenaran Muhammad Rasulullah.” Di Isfahan, Mirza Ali memproklamirkan dirinya sebagai nabi dan Allah telah menurunkan kepadanya kitab suci yang dinamakan Al-Bayan. Setelah ia ditangkap oleh otoritas setempat, para tokoh sekte Al-Babiyah menggelar pertemuan di desa Badasyt,  yang dihadiri pentolan utamanya yaitu:

Mulla Husain Al-Basyrui yang dijuluki ‘Bab Al-Bab’, Mulla Muhammad Ali Al-Barfarusyi yang dijuluki ‘Al-Quddus’, Mirza Yahya yang dijuluki ‘Subhu Al-Azal’, Zurain Taj Qurratul Ain yang dijuluki ‘al-Thahirah’, dan Mirza Husain Ali Al-Mazandarani yang dijuluki Al-Baha’ (tokoh sentral pendiri Bahaiyah, pelanjut sekte Babiyah) pada tahun 1848 M mengumumkan penghapusan syariat Islam dan mendirikan agama baru dengan nama Al-Babiyah. Setelah itu Mirza Ali Al-Bab dieksekusi mati pada tanggal 9 Juli 1850 dan jasadnya dikubur di gunung Karmel.

Foto Dok Bahai Pedia

Pokok kepercayaan Babiyah-Bahaiyah

  1. Ketuhanan. “Sesungguhnya hakikat ruhaniyah yang keluar dari Allah telah bersemayam pada diri Al-Bab secara materi bukan jasmani. Al-Bab adalah tuhan dan ia suci dari dosa dan kesalahan. Dan dzat Allah telah bersemayam dalam dirinya. Derajat Al-Bab sampai derajat ketuhanan.
  2. Kenabian. “Sesungguhnya para nabi semuanya mulai dari Adam telah berwujud pada dirinya. Mereka mengambil darinya jalan untuk Kembali lagi ke dunia. Al-Bab melihat dirinya sebagai wakil hakiki dari para nabi semuanya dan sebagai pengungkap atas risalah mereka. Ia memproklamirkan dirinya sebagai nabi baru dan bahkan iapun bukan penutup nabi tapi masih ada nabi-nabi sampai tidak ada batasnya. Sehingga Bahaullah pelanjut ajaran Bab Mirza Ali, mengaku sebagai nabi dan menghapus syariat Al-Babiyah, sebagaimana sebelumnya Al-Bab menghapus syariat Islam.”
  3. Menghapus Syariat. Para penganut syariat Islam dalam kebenaran sampai malam munculnya Al-Bab membawa agama Al-Babiyah, setelah itu syariat sebelumnya batal dan dusta dengan datangnya nabi di zamannya. Kitab Al-Bayan dalam pandangan mereka menyamai kitab suci Al-Qur’an. Al-Bab memiliki hak pilihan mutlak untuk mengubah hukum-hukum dan menggantinya karena Al-Bab datang sebagai penyeru syariat Islam dan yang mereformasi hukum-hukumnya.
  4. Takwil. Mereka menafsirkan alquran dengan penafsiran bathini (esoterisme ekstrim) seperti: Yusuf adalah Husain, matahari adalah Fatimah, bulan adalah Muhammad, sebelas bintang yang sujud kepada Yusuf adalah 11 imam ahlul bait. Wahyu memiliki penakwilan tinggi, rahasia misteri, makna rumit dan pemahaman tersembunyi yang tidak dapat dijelaskan kecuali oleh tuhannya yaitu Al-Bab, menurut mereka.
  5. Hari Kiamat. Mereka mengingkari semua perkara akhirat spt hari kiamat, kebangkitan, shirath, perhitungan amal, timbangan amal (mizan), surga, neraka dan lainnya.
  6. Peribadatan. Shalat berjamaah tidak wajib kecuali shalat jamaah pada shalat jenazah. Shalat hanya Sembilan rakaat saja dalam 1 hari, dengan 3x shalat masing-masing 3 rakaat. Ibadah puasa buat mereka adalah mencegah nafsu dari semua yang tidak diinginkan oleh Al-Bab. Mereka berpuasa sebulan penuh selama 19 hari karena memang penanggalan mereka 1 bulan = 19 hari, dan 1 tahun itu = 19 bulan. Puasa wajib mereka lakukan selama 19 hari dilakukan pada tanggal 2-20 Maret, sebelum Hari Raya Nauruz yang jatuh setiap tanggal 21 Maret. Hari raya Nauruz itu sendiri adalah tradisi kebangsaan Persia yang diberikan stempel kesucian agama dalam ajaran Syi’ah maupun Baha’i. Menurut mereka, puasa diwajibkan mulai umur 11 tahun sampai 42 tahun. Setelah usia itu manusia dibolehkan untuk tidak berpuasa. Ibadah haji menurut mereka adalah ziarah ke rumah tempat lahirnya Al-Bab Mirza Ali, ziarah ke tempat penjaranya dan ke rumah 18 pemimpin lainnya. Setelah tongkat estafel Al-Bab beralih ke Mirza Husain Ali, maka kiblat shalat dan tujuan haji mereka ke Haifa di Israel (lokasi kuburan pendiri sekte Baha’i). Bukan ke Baitullah di Mekkah.

وملخص القول في البابية والبهائية أنه مذهب مصنوع من ديانات ونحل وآراء فلسفية قال صاحب كتاب (مفتاح باب الأبواب) يصف البابيين: (لهم دين خاص مزيج من أخلاط الديانات البوذية والبرهمية الوثنية والزرادشتية واليهودية والمسيحية والإسلامية ومن اعتقادات الصوفية والباطنية وما زالت البهائية مذهبا قائما على أطلال الباطنية يحمل في سريرته القصد إلى هدم الإسلام بمعول التأويل ودعوى الرسالة والوحي بشريعة ناسخة أحكامه…. )

Walhasil, aliran Babiy-Baha’i adalah sekte buatan hasil percampuran banyak agama dan Aliran filsafat. Agama mereka adalah campuran dari Budhisme, Brahmaisme, Paganisme, Zoroaster, Yahudi, Kristen dan Islam, paduan sekte sufi dan bathini. Pondasinya dibangun di atas reruntuhan filsafat bathiniah yang bertujuan utama untuk menghancurkan Islam dengan alat takwil, klaim risalah, wahyu dan syariat yang menasakh hukum Islam. (Lihat Grand Syekh Azhar, Muhammad al-Khudr Husain, kitab Rasail Ishlah, vol. 2 hlm. 188)

Fatwa Ulama Dunia Islam

Untuk memberikan bimbingan Islam kepada ummat menyikapi fenomena agama Baha’i ini, Lembaga-lembaga fatwa dan ulama dunia telah meresponsnya. Di antara fatwa ulama dunia Islam adalah:

  1. Fatwa Syekh Salim Al-Bisyri, Grand Syekh Al-Azhar, Mesir: penganut Baha’i adalah KAFIR.
  2. Fatwa Darul Ifta Mesir tahun 1939 dan Komisi Fatwa di Al-Azhar, Mesir tahun 1947: muslim yang mengikuti agama Baha’i adalah murtad.
  3. Fatwa Syekh Gad el-Haq, Grand Syekh Al-Azhar, Mesir tahun 1981: tidak sah alias batal pernikahan Muslimah dengan lelaki penganut agama Baha’i. Pernikahan itu batal menurut syariat dan hubungan suami-isteri itu haram seperti perzinahan.

Sekian, wallahu a’lam. Diolah dari berbagai sumber:

Ensiklopedia Aliran dan Madzhab di Dunia Islam, Tim Riset Majelis Tinggi Urusan Islam Negara Mesir

H. Fahmi Salim, MA., Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah dan dosen Fakultas Agama Islam UHAMKA

Exit mobile version