3 Hal yang Mendorong Manusia Beribadah
Oleh: Bobi Hidayat
Berawal dari sebuah kegundahan terkait dengan manusia yang masih enggan beribadah mendorong penulis untuk mengkaji secara ringkas tentang masalah ini. Bahkan hal ini sering banyak terjadi dilingkungan sekitar kita. Penulis berfikir mengapa orang masih enggan beribadah padahal itu menjadi sebuah keharusan sebagai umat islam. Sesuai dengan firman Alloh dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. Merujuk ayat tersebut, perintah untuk beribadah ini merupakan sebuah kewajiban seorang muslim, tidak hanya pengakuan secara lisan tapi juga perlu dibuktikan dalam prilaku sehari-hari.
Tentu kalau dilakukan survey, akan ditemukan berbagai alasan yang muncul kenapa ada manusia yang masih enggan untuk beribadah. Dalam tulisan yang singkat ini, penulis ingin menyoroti dari sudut pandang hal yang mendorong manusia untuk beribadah, bukan melihat alasan mengapa enggan beribadah yang dengan hal ini diharapkan bagi pembacanya dapat dijadikan dasar pemikiran untuk tetap terus istiqomah dalam beribadah kepada Alloh SWT dan dapat memberikan dorongan bagi manusia yang masih enggan beridah sehingga tergerak hatinya untuk kembali kepada-Nya.
Amal baik belum sebanding dengan keburukan
Diperlukan pemikiran terhadap perbuatan yang pernah dilakukan sebagai bentuk evaluasi diri. Hal ini menjadi tolak ukur diri sudah sejauh mana perbuatan baik yang sudah dilakukan. Evaluasi diri ini merupakan anjuran Al Qur’an dalam surat Al Hasyr ayat 18 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Menghitung-hitung amal kebaikan kita di dunia sebagai bentuk evaluasi diri merupakan bentuk kepedulian diri akan persiapan diri menuju menuju akhirat. Agar kita selamat maka yang perlu dilakukan adalah melakukan evaluasi diri, melihat apakah kebaikan kita jika dibandingkan dengan keburukan lebih banyak sehingga apabila ditimbang maka kebaikan kita lebih berat dibandinkan dengan keburukan kita. Namun untuk mendorong kita agar terus dapat beribadah adalah kita merasa bahwa amal baik kita belum sebanding dengan keburukan sehingga akan terus mendorong untuk beribadah sebagai bekal menuju hari kemudian (alam akhirat).
Amal yang diperbuat belum tentu diterima
Cara pandang selanjutnya adalah bagaimana kita dapat merendahkan hati dengan berasumsi bahwa ibadah kita belum tentu diterima. Syarat diterimanya ibadah diantaranya adalah dicontohkan oleh Rosululloh dan yang paling penting adalah Ikhlas. Selain itu, tidak bertentangan dengan dasar perintah sebuah ibadah. Dalam hal ikhlas, sudah sejauh mana keikhlasan terkait dengan ibadah kita perlu diperhatikan. Penting untuk diperhatikan, ikhlas ini mudah diucapkan namun tidak mudah diimplementasikan. Ikhlas terdapat didalam hati yang dapat nampak dan tidak dari sikap dan prilaku seorang terhadap ibadahnya. Berasumsi bahwa amal yang diperbuat belum tentu diterima akan mendorong seseorang untuk terus memperbanyak amal ibadahnya.
Asumsi yang muncul selanjutnya adalah semoga dari banyaknya ibadah yang dilakukan, diantaranya ada yang diterima Alloh, terlebih lagi jika diterima semua tanpa ada pengurangan. Dorongan berparadigma amal yang diperbuat belum tentu diterima akan mengubah pola fikir bahwa kalau sedikit amal perbuatan kita yang belum tentu menjadi amal baik akan merubah pola fikirnya untuk memperbanyak amal ibadah. Sehingga akan memperberat timbangan amal kebaikan kita kelak jika dilakukan perhitungan.
Tidak ada yang tau kematian kapan akan menghampirinya
Hampir setiap pagi hari terdengar sayup-sayup atau terang benderang informasi tentang meninggalnya seseorang. Lalu lalang mobil ambulan juga terdengar hampir setiap hari melalui jalan utama. Suasana dirasakan seperti cukup mencekam. Sempat berfikir, tanda apakah ini?. Hipotesa yang muncul adalah efek dari adanya pandemi covid 19 yang semakin menyebar luas, atau memang sudah waktunya usia manusia yang telah usai berada di dunia. Apakah hipotesa yang muncul ini benar adanya? Yang pasti benar adalah Alloh memberikan peringatan kepada kita semua akan datangnya kematian. Pelajaran yang berharga dari kematian untuk diambil oleh setiap manusia.
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati (Surat Al-‘Ankabut Ayat 57) menjadi pengingat kita semua agar tetap terus istiqomah dalam beribadah. Mengingat belajar dari kematian merupakan salah satu pendorong agar kita giat beribadah kepada Alloh. Semua akan mati dan kematian itu tidak tau kapan akan menghampirinya. Sebuah keniscayaan bagi setiap mahluk Alloh yang bernyawa akan merasakan mati, dan bekal yang baik dalam menghadapi kematian adalah ketaqwaan yang dapat diperoleh melalui ibadah kepada Alloh SWT.
Kondisi seperti ini jika kita sadari adalah peringatan dari Alloh agar kita kembali kepada-Nya. Kembali menyembah dan beribadah kepada Alloh SWT. Yang sudah taat akan semakin taat, dan yang berlum tersadar akan bergerak kembali kepada Alloh SWT.
Tiga hal ini jika ditanamkan dalam pemikiran kita, maka akan mendorong kita untuk giat dalam beribadah. Selain terdapat faktor lain yang juga dapat mendorong seseorang untuk giat beribadah, paradigma berfikir seperti ini dapat digunakan untuk memotivasi diri agar tetap terus istiqomah dalam beribadah. Sebagai manusia, tidak sepantasnya untuk sombong dengan berfikir bahwa setiap kebaikan yang kita lakukan pasti bernilai pahala.
Jika asumsi ini digunakan, maka akan mendorong manusia untuk enggan menambah-nambah lagi ibadanya kepada sang pencipta karena merasa bahwa amal baiknya sudah banyak dan mengalahkan amal buruknya. Semoga kita tetap terus istiqomah dalam mengemban misi hidup di dunia yaitu yang tertuang dalam Al Qur’an surat Adz-Dzariyat ayat 56. Dan semoga, yang masih enggan beribadah kepada Alloh dibukakan hatinya untuk kembali kepada-Nya. Amiin ya robbal ‘alamiin
Bobi Hidayat, Dosen FKIP UM Metro