JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1998-2005, Ahmad Syafii Maarif, mengatakan sosok Muhadjir Effendy sudah dikenal banyak kalangan jauh sebelum menjadi Menko PMK. Hal tersebut menurut Buya Syafii tak lepas dari peran Muhadjir dalam ikut serta membesarkan kampus Universitas Muhammdiyah Malang.
“Saya mengucapkkan selamat, ya kepada sahabat saya, pak Profesor Muhadjir Effendy dalam ulang tahun yang ke-65. Saya kenal sudah cukup lama sejak beliau dulu menjadi Rektor III di UMM, Malang. Kemudian menjadi rektor selama empat periode,” ujar Buya Syafii.
Hal tersebut disampaikan Buya Syafii Maarif dalam perayaan ulang tahun “65 Tahun Prof Muhadjir Effendy, Merawat Matahari”. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB) via zoom sekaligus disiarkan melalui kanal YouTube JIB Post, Jum’at (30/7/2021). Acara ini digagas deklarator JIB, David Krisna Alka dan dipandu oleh peneliti Malik Fadjar Institute, Wilda Kumalasari
Selain Buya Syafii Maarif, beberapa tokoh turut memberikan testimoni. Diantaranya Prof. Zakiyuddin Baidhawy (Rektor IAIN Salatiga), Prof. Ravik Karsidi (Ketua GNRM), Prof. Hilman Latief (Ketua Lazismu), Riki Saputra (Rektor UMSB), Pradana Boy ZTF (Dosen UMM), Zuly Qodir (Dosen UMY), Rita Pranawati (Wakil ketua KPAI), Andar Nubowo (Kandidat Ph.D ENS de Lyon, France), Ahmad Fuad Fanani (Kandidat Ph.D The Australian National University (ANU) Canberra), Fajar Rizal Ul Haq (Dewan Pembina MAARIF Institute), Nasrullah (Penulis Biografi Prof ME), Diyah Pusparini (Ketum NA), Cak Nanto (Ketum PP Pemuda Muhammadiyah), Ali Muthohirin (Komisaris Adhibeton), Machendra S Atmaja dan Khoirul Muttaqien (Staf Khusus Menko PMK), Najih Prasetyo (Ketum DPP IMM), dan Azaki Khoirudin (CEO IBTimes).
Menurut Buya Syafii, di samping sebagai kader almarhum Malik Fadjar, Muhadjir Effendy merupakan sosok gigih dan tangguh.
“Dari UMM Malang ini sudah dua menjadi menteri ya, pak Malik almarhum, sahabat kita dan kemudian diteruskan oleh pak Muhadjir. Dan siapa tahu nanti, ya pada tahun-tahun yang akan datang masih banyak juga orang muhammadiyah masuk dalam kabinet dan itu banyak tergantung juga pada Muhammadiyah-nya,” ungkap Buya Syafii.
Buya menilai Muhammadiyah memang agak gagap dalam dunia politik. Hal ini, lanjutnya, dikarenakan Muhammadiyah dirancang bukan untuk mengurus negara, tetapi mengurus bangsa.
“Mengurus negara itu kan konsep politik, ya. Politik kita tahu lah, ya. Politik itu dua tambah dua itu bisa tujuh bisa berapa gitu ya atau tiga dan segala macam. Kalau bangsa itu kan konsep kultural. Itu bedanya,” jelas Buya.
“Kalau Muhammadiyah ini mau jadi pembantu terus-menerus, ya itu pilihan. Tapi menurut saya ndak cukup itu, tidak cukup apalagi dikaitkan dengan anggaran dasarnya: gerakan Islam, gerakan amar ma’ruf nahi munkar. Jadi kadang-kadang terpaksa juga walupun bukan politik kepartaian, ya. Tapi politik itu, kan macam-macam, ya. Dulu pernah dikatakan ada politik tinggi, politik rendah, ya. Muhammadiyah, kan lebih mengambil politik tinggi, politik yang lebih bermoral gitu. Dan sekarang wakil Muhammadiyah di pegang oleh pak Muhadjir,” pungkasnya. (Riz)