PURWOREJO, Suara Muhammadiyah – Sastrawan Kabupaten Purworejo yang juga dosen Universitas Muhammadiyah Purworejo (UMP), Dr Junaedi Setiyono MPd, terpilih menjadi peraih Hadiah Sastra Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) Tahun 2020. Ia berhak meraih penghargaan bergengsi itu atas novel berjudul “Dasamuka” versi Bahasa Inggris terbitan Dalang Publishing tahun 2017.
Informasi tersebut diterima oleh Junaedi Setiyono belum lama ini. Namun, belum diketahui secara pasti terkait waktu dan teknis penganugerahannya.
Abdul Rohim S.Ag., M.Hum., Peneliti Ahli Muda di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) selaku Ketua Sekretariat Mastera Indonesia, saat dikonfirmasi Purworejo Ekspres melalui pesan elektronik membenarkan informasi itu. “Betul,” katanya, Minggu (1/8).
Disebutkan, ada 2 kategori penerima hadiah pada Mastera Tahun 2020, yakni Sastra Kreatif dan Sastra Nonkreatif. Junaedi Setiyono terpilih pada kategori Sastra Kreatif. Sementara untuk Kategori Sastra Nonkreatif terpilih Abdul Wachid Bambang Suharto dari Kabupaten Bantul DIY dengan karya esai berjudul “Sastra Pencerahan” terbitan Basabasi tahun 2019. Abdul Wachid juga tercatat sebagai dosen di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto).
“Untuk tahun 2020 kami panitia bersama pakar Mastera Indonesia dari kalangan sastrawan dan akademisi mencari atau memantau sendiri karya-karya yang memenuhi persyaratan. Dari Sekitar 200 karya fiksi dan 150-an karya nonfiksi, muncul dua pemenang tahun 2020 dari Mastera Indonesia yaitu Pak Junaedi dan Pak Abdul Wachid BS,” sebut Abdul Rohim yang juga menjadi Tim Penilai Mastera Indonesia.
Kriteria penilaian Mastera Tahun 2020 terdiri atas berbagai aspek. Pertama, karya yang dinilai terbitan 4 tahun terakhir, yakni tahun terakhir Malaysia memberikan hadiah. Kedua, karya asli (bukan terjemahan). Ketiga, ditulis oleh orang Indonesia dan dalam bahasa Indonesia. Keempat, karya yang diterbitkan dalam bentuk buku. Keempat, karya bernuansa pembaharuan dan belum pernah memperoleh penghargaan yang sejenis.
“Karya juga harus memperlihatkan konvensi kultur budaya setempat. Hadiah diprioritaskan kepada pengarang yang belum pernah mendapatkan penghargaan tanpa mengabaikan segi kualitas,” lanjutnya.
Terkait penghargaan, Abdul Rohim menyatakan bahwa hadiah Mastera Tahun 2020 ini akan diberikan oleh Mastera Malaysia. Namun, belum diketahui secara pasti mengenai bentuk, jumlah, serta teknis penyerahannya.
Menurutnya, hadiah ini rencana akan diberikan ketika Malaysia menjadi tuan rumah Sidang Mastera pada oktober 2020. Namun, karena adanya pandemi Covid-19, saat itu pemilihan di masing-masing negara anggota Mastera terpaksa diundur.
Indonesia baru memilih dan memutuskan nomine pada Desember 2020. Padahal awalnya dijadwalkan April 2020 sudah ada pemenang sehingga ketika sidang Mastera di Malaysia, pemenang diundang menerima hadiah di Sakat (Seminar Antarbangsa Kesusastraan Asia Tenggara, satu hari setelah acara Sidang Mastera.
“Tahun 2020 karena pandemi Malaysia tidak melaksakan sidang, sehingga tahun selanjutnya tetap menjadi hutang Malaysia melaksanakan sidang Mastera. Akan tetapi, sekali lagi karena pandemi semakin ganas Malaysia tampaknya tidak akan melaksanakan lagi untuk tahun ini,” terangnya.
“Karena sudah tertunda dua tahun, pemberian hadiah Mastera tahun ini tampaknya akan diberikan simbolis, tanpa mengundang pemenang ke Malaysia,” imbuhnya.
Lebih lanjut dijelaskan, Mastera didirikan di Kualalumpur pada tahun 1996 yang digagas 3 negara, yakni Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia. Di Indonesia Sekretariat Mastera ada di bawah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek, sedang di Malaysia dan Brunei berada di bawah Dewan Bahasa dan Pustaka.
Ada berbagai kegiatan rutin Mastera. Mulai dari persidangan, seminar, kuliah, penerbitan, penyusunan, penelitian, penerjemahan, hingga pemberian anugerah, hadiah, atau penghargaan.
“Seiring perkembangan, anggota Mastera sekarang tambah Singapura dan Thailand,” jelasnya.
Sementara itu, Junaedi Setiyono saat dikonfirmasi mengaku bersyukur dan senang karena karyanya mendapatkan perhatian dari suatu ajang penghargaan lintas negara semacam Mastera. Dirinya berharap, penghargaan ini bermanfaat bagi kemajuan sastra Indonesia.
“Menulis karya sastra yang baik saya yakin adalah termasuk kebaikan. Semoga dapat menginspirasi sastrawan muda Indonesia, generasi setelah saya, untuk semakin giat menulis,” katanya.
Novel “Dasamuka” merupakan novel ketiga Junaedi Setiyono yang versi Bahasa Indonesianya juga pernah dinobatkan sebagai Pemenang Unggulan Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2012. Sebelumnya, dua novel yang ia terbitkan juga menasional. Novel pertamanya berjudul “Glonggong” menjadi pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2006 dan finalis Khatulistiwa Literary Award 2008. Novel keduanya “Arumdalu” menjadi Nomine Khatulistiwa Literary Award 2010.
Karya terbaru Junaedi berjudul “Tembang dan Perang” terbitan PT Kanisius tahun 2020, juga diterjemahkan dalam Bahasa Inggris oleh Dhalang Publishing dengan judul “Panji’s Quest“. Endorsement ditulis oleh tokoh-tokoh kondang di bidang sastra budaya Indonesia, yakni Lydia Kieven (Jerman), Kathy Folley (Amerika), dan Eka Budianta (Indonesia). Rencananya, peluncuran akan dilakukan di KJRI San Fransisco Amerika Serikat.
“Alhamdulillah Tembang dan Perang sudah selesai diterjemahkan dan insya-Allah sekarang sudah naik cetak,” ungkapnya. (PE/Swarakenanga/Riz)