Muhammadiyah di Hadapan Neo-Covid-19; Revitalisasi Dakwah Persyarikatan
Oleh: Arsyad Arifi
Seabad lebih persyariakatan Muhammadiyah dirintis oleh sang pencerah, KH. Ahmad Dahlan. Bermacam tantangan zaman telah dilaluinya, bermulai dari upaya merebut kemerdekaan hingga menebar keadilan dewasa ini. Kini Muhammadiyah tengah dihadapkan dengan realitas zaman berupa bencana global berupa virus covid-19. Muhammadiyah menjadi problem solver di tengah jenuhnya para aparat dalam penanganan wabah tersebut. Tercatat per-tanggal 3 Juli 2021, dana sejumlah Rp. 347.801.832.234,- digelontorkan dengan penerima manfaat 32.052.238 jiwa dalam penanganan covid-19 ini. (sumber:covid19.muhammadiyah.id.)
Mengingat fluktuasi dunia global dalam meniti masa kritis covid ini, bagaimana kiranya arah dakwah Muhammadiyah era Neo-Covid-19 ?
Revitalisasi MCCC
Muhammadiyah Covid-19 Command Center atau yang biasa disebut MCCC adalah lembaga khusus bentukan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dibentuk guna menanggulangi wabah Covid-19 yang diketuai oleh Drs. H. M Agus Samsudin, MM. Upaya revitalisasinya berupa massifikasi penjaringan personil MCCC berbagai lembaga Muhammadiyah khususnya dari Angkatan Muda Muhammadiyah. Hal ini bisa dupayakan dengan dilakukannya penjaringan melalui diklat eksklusif penanggulangan pandemi covid-19 di berbagai cabang-ranting di seluruh Indonesia.
Selain itu adalah massifikasi pengadaan APD, logistik hingga pengadaan AmbulanMu. Karena di level grass-root hal tersebut mengalami kendala. Sebagai studi lapangan, bisa dilihat upaya penanganan Covid-19 dengan AmbulanMu di PCM Tempel, Sleman, DIY. Koordinator MCCC PCM Tempel bagian Ambulans Juang Muhammad Mahron (7/7) menyatakan Per-hari bisa menerima lima belas pasien dengan satu mobil ambulan. Hal ini tentunya membutuhkan penambahan armada guna mengentaskan ummat dari pandemi ini. Selain itu, perlu kiranya sistematisasi dan globalisasi pembentukan MCCC di setiap cabang di seluruh Indonesia. Hal ini dilakukan demi menanggulangi meroketnya angka penyebaran dan evolusi virus covid-19.
Revitalisasi Peran PKU
Semenjak dinisiasi oleh KH. Syudja’ pada tanggal 15 Februari 1923, PKU telah benar-benar membuktikan namanya sebagai penolong kesengsaraan umum. Pada saat ini tercatat terdapat 364 RS atau klinik Muhammadiyah di seluruh Indonesia yang berjuang melawan pandemi (data : Update PSDM Desember 2020). Di berbagai daerah dengan konsentrasi pasien covid-19 yang tinggi, terdapat berbagai masalah berupa kurangnya kapasitas rumah sakit dalam menampung pasien dan ruang isolasi.
Hal ini, dapat dimaklumi karena meroketnya angka penyebaran pandemi tersebut. Tercatat Pelayanan Isolasi Mandiri Muhammadiyah per-tanggal 2 Juli 2021, hanya memuat 317 kamar dengan penerima manfaat 867 jiwa.(sumber:covid19.muhammadiyah.id.) Perlu kiranya MCCC bersama menggugah cabang dan ranting untuk lebih bersama membuka layanan isoman tersebut. Sebagai contoh, sekolah atau bangunan kosong lainnya dialihfungsikan menjadi ruang isoman.
Selain itu demi menghadapi pasien yang wafat, para keluarga sangat kesulitan menunggu jenazah dipulangkan mengingat pemandian jenazah memakan waktu yang terlalu lama dikarenakan minimnya alat pemandian khusus dan juga peti mati. Sebagai studi grass-root Ketua MCCC PCM Tempel, H. Arief Sulistya mengatakan bahwasannya di salah satu RS di Yogyakarta ketika diwawancarai pada (8/7) mengatakan, “Jika ada antrian pemandian jenazah sepuluh saja menunggu sehari penuh, apabila menunggu dicarikan peti bisa dua hari.” Hal ini tentunya berseberangan dengan syari’at Islam yang menyunnahkan untuk menguburkan jenazah secepatnya. Maka dari itu poin ini perlu mendapat perhatian dari berbgai pihak.
Massifikasi Digitalisasi Dakwah
Akbar S. Ahmed dalam Islam and Post-Modernism mengatakan bahwasannya pada masa post-modernisme saat ini, barangsiapa menguasai wacana media adalah yang mengusai dunia. Begitupula Muhammadiyah, meminjam istilah Prof. Haedar Nashir, di era covid-19 ini muncul berbagai paham pseudo-ilmiah, dan cenderung pragmatis dalam memahami teks hadis. Hal ini cenderung membahayakan umat. Maka dari itu Muhammadiyah senantiasa melakukan kajian ilmiyah dalam menanggulangi paham tersebut.
Akan tetapi yang menjadi tantangan adalah menyesuaikan dakwah tersebut dengan audiens. Perlu kiranya Muhammadiyah merevitalisasi bidang ini melalui Majelis Tabligh untuk lebih giat membumikan kajian berupa video pendek, tutorial praktek ibadah, dan karikatur yang banyak beredar di media sosial khususnya yang membumi dan menarik, terutama untuk kaum muda dan awam.
Karena tekadang kajian berdurasi panjang, zooming, dan streaming youtube kurang membumi bagi anak muda dan masyarakat menengah kebawah dikarenakan aspek finansial. Hal ini ditengarai dengan program Covid-19 Talk yang hanya menjangkau 211.054 orang se-Indonesia per-4 Desember 2021. Inilah segi yang patut direvitalisasi di era Neo-Covid 19. (sumber:covid19.muhammadiyah.id.)
Massifikasi Peran Majelis Ekonomi dalam Upaya Sosialisasi Ketahanan Ekonomi dan Pangan.
Pandemi yang berkepanjangan berimplikasi pada distabilitas ekonomi suatu bangsa. Begitupula di Indonesia, maka dari itu MCCC merilis program GETAPAK atau Gerakan Ketahanan Pangan Keluarga. Hal ini sangat relevan mengingat kebutuhan akan pangan merupakan kebutuhan primer. Pada poin ini kiranya perlu globalisasi program.
Tercatat penerima manfaat dari program ini per-Maret 2021 sejumlah 4.381 jiwa yang tersebar di 15 kab/kota di 4 provinsi. Selain itu, aspek produksi industri rumah tangga sangat relevan di era PPKM, dimana lockdown menjadi fenomena yang biasa. Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah pada era Neo-Covid-19 ini, kiranya merevitalisasi aspek ini dengan mengadakan berbagai webinar dan lokakarya online di berbagai grass-root secara global demi mencapai ketahanan ekonomi dan pangan.
Massifikasi Lembaga Keluarga dalam Pendidikan Anak Usia Dini
Memandang agenda pendidikan secara daring tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Diantara kekurangannya adalah upaya pendidikan usia dini. Banyak disaksikan dalam lembaga pendidikan dasar diskondusifitas KBM usia kelas 1-6. Hal ini dikarenakan ketidaksiapan siswa dalam menemrima materi daring. Pada akhirnya orang tualah yang menggantikan sosok guru di dalam rumah. Banyak orang tua juga mengalami kesulitan dalam menerima metode KBM dengan hal ini.
Hingga ada ungkapan bahwasannya ‘orangtualah yang bersekolah bukan anaknya’. Maka dari itu aspek inilah kiranya Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah bekerjasama dengan institusi pendidikan Muhammadiyah lebih berupaya memberikan pengetahuan bagi orang tua terkait kurikulum, materi dan metode pembelajaran melalui webinar dan kuliah singkat demi mencapai hasil pendidikan yang maksimal hingga orang tua benar-benar menjadi sosok guru yang diharapkan. Hal inilah yang relevan untuk direvitalisasi pada era Neo-Covid-19.
Massifikasi Peran Cabang-Ranting dalam Upaya Penanggulangan Pandemi
Pimpinan Pusat Muhamadiyah bersama MCCC telah bergerak simultan demi menanggulangi pandemi covid-19. Berbagai kajian ilmiah fikih, solusi dan cara hidup era covid 19 telah dilakukan. Upaya pencegahan, mitigasi dan evakuasi telah berjalan. Akan tetapi yang menjadi tantangan kali ini adalah massifikasi sosialisasi program-program pimpinan pusat di level grass-root. Mengingat seperti kasus shalat Idul Fitri tahun 2020, banyak dari ranting dan cabang masih menggelar shalat berjamaah di lapangan.
Padahal PP Muhammadiyah telah menegaskan untuk shalat Iedul Fitri di rumah. Pada era Neo-Covid-19 ini, kiranya PP Muhammadiyah melalui Lempaga Pengembangan Cabang dan Ranting atau LPCR lebih mengawasi jalannya kegiatan cabang dan ranting dan memberikan teguran bagi cabang-ranting yang tak sejalan dengan keputusan pusat. Selain itu LPCR hendaknya memantau sosialisasi cabang-ranting terhadap upaya penanggulangan covid-19 kepada warganya, agar benar-benar tercapai maksud dari upaya tersebut.
Enam hal inilah yang kiranya diupayakan dan menjadi arus dakwah dakwah Muhammadiyah dalam bidang agama, kesehatan, sosial, dan pendidikan menghadang gelombang Neo-Covid-19. Bagaimana kontribusi anda?
Arsyad Arifi, Ketua PCIM Yaman