Kekuatan Cinta ASA

Kekuatan Cinta

Alif Sarifudin Ahmad (ASA)

Sejak kematian istrinya lima tahun yang lalu, hadirlah rasa kesepian mendalam di hati Bahreisy. Namun Bahreisy tidak serta merta mencari pengganti cinta istrinya  kepada wanita lain yang banyak mengharapkan untuk menjadi pengganti istrinya. Cinta yang telah dibangun selama 25 tahun seperti Rasulullah dan Khadijah telah menguatkan diri Bahreisy untuk tidak mencintai wanita lain.

Fatimah, istrinya seorang hafizah dan mubalighot itu telah membuahkan kasih sayangnya empat orang anak. Empat orang anak itu semua menjadi hafizah. Bagi Bahreisy ketika melihat dan menyaksikan keempat anaknya yang sedang murajaah hafalannya seakan kehadiran istrinya menguatkan untuk lebih sayang kepada anak-anaknya daripada wanita lain.

Lima tahun yang lalu, Fatimah menghembuskan nafas terakhir karena perjuangan melawan sakit, karena kecelakaan sepulang dari dakwah yang menghadapi segerombolan para pemuda sepeda motor yang menabraknya entah karena sengaja atau kecelakaan….

Bahrreisy seorang guru PNS selama 30 tahun mengabdi dari sekolah yang satu ke sekolah yang lain. Pernah mengajar di TK, SD,SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi. Cita-citanya membesarkan anak-anaknya kini telah rampung. Setelah pensiun kembali mengabdi sebagai mubalig kampung dan sesekali ke uar kota. Kerinduan kepada istri dan perjuangannya menjadi semangat di sisa-sisa usianya.

Pernah teringat wasiat istrinya agar segera menikah lagi sepeninggalnya. Tetapi kekuatan cinta telah membuat ia lebih mencintai untuk menghasilkan karya-karyanya. Setelah anak-anaknya menikah dan berbahagia dengan pasangannya masing-masing. Bahreisy tinggal sendirian di rumah. Tetapi ia nikmati dengan ikhlas tanpa merasa kesepian. Ayat-ayat suci Al-Qur’an menjadi sahabat setia yang terus menemani siang dan malam.

Saat itu bulan menampakkan senyumnya di langit malam yang cerah. Bintang-bintang mulai menemani bulan setelah awal malam menampakkan senyumnya yang indah tidak seperti malam-malam sebelumnya. Malam semakin larut, suara binatang malam pun hadir bersaut-sautan, burung malam mengucapkan salam untuk seluruh makhluk Allah yang sedang berzikir tak terkecuali insan yang sedang bahagia bersama teman setianya, ayat-ayat suci Al-Qur’an. Angin sepoi-sepoi menyentuh tubuh rumah sederhana Bahreisy. Saat itu harapan mempunyai impian untuk saling berlomba dalam cinta Al-Qur’an pelangsung amal tertunda karena Allah lebih menyayangi istrinya, Fatimah. Cinta dan kasih sayang hamba Allah di dunia ini terbatas,  tidak ada  cinta yang abadi di dunia fana.

Fatimah yang manis dan senyumnya menawan itu, telah melambaikan tangan perpisahan , yah…suami mana yang tak akan sedih saat istrinya yang sangat dicintainya telah pergi selama-lamanya. Semangat mulai tercabik-cabik dengan kepergian istrinya saata itu. Dengan segala suka dan dukanya kekuatan cinta tidak menjadikan lemah. Senyum istrinya itu selalu menginspirasi dan menyadarkan dirinya bahwa semua makhluk yang bernyawa pasti ada ajalnya.

Perpisahan adalah cermin, itulah pelajaran dalam kehidupan kita terutama ketika istri brpisah dengan suaminya yang sangat dicintainya. Sang istri  pergi dengan senyumnya yang indah, melambaikan tangan, dan kini sedang menunggu di alam cinta abadi untuk dipersatukan dalam cinta keluarga. Seakan Fatimah berkata kepada suaminya, “Mas…. Fatimah pergi dulu ya! nanti mas, dan anak-anak kita menyusul setelah selesai tugas di dunia, segera susul  Fatimah ya!” Sebelum meninggalnya, Fatimah pernah bercita-cita umrah Ramadhan bersama suami dan keempat anaknya yang menjadi penghafal Al-Qur’an. Saat sakit karena kecelakaan di rumah sakit, Anak-anaknya sedang ada kegiatan di pondok Tahfidzul Quran sehingga tidak menyaksikan saat ibunya yang tercinta melambaikan tangan perpisahan dan meninggalkan selama-lamanya. Hanya Bahreisy yang sangat setia hingga membimbing untuk mentalkinnya. Laa Ilaha Illallah itulah kalimat terakhir wanita shalehah yang menemani selama 25 tahun.

 

PERPISAHAN ITU BERNAMA

KEKUATAN CINTA

Ketika Cahaya bulan melam  menembus rumah sederhana, 

Semerbak mawar merah di depan rumah merekah merana,

Kini senyum itu  telah layu dan haru

Saat cinta suami istri terpisahkan oleh waktu

Sang suami  berkata,

Istriku, kau hirup udara segar  di sini setiap pagi  bersamaku

bersama mentari pagi yang kini sinarnya pergi dan sendu

Hari-hari itu kini telah berakhir tak kan kembali

Hari-hari itu hanya kenangan berarti

 

Kau pergi meninggalkan aku dan empat anak buah cinta  sendiri

Hujan pun seakan tak membasahi

Kicauan burung  indah terdengar di telinga itu pun hanya kenangan

Angin terhembus halus menembus kulit hanya sebatas angan

Di sini sering kau lihat bersama suami yang menemani  penuh keindahan

Taman kecil di samping rumah yang mulai berubah kau tinggalkan

Kini kau tinggalkan tak lagi kau  pedulikan

Hanya kata-kata ini yang bisa dipersembahkan saat rindu kekuatan cinta

 

Kini aku menjadi bahagia karena cinta Al-Qur’an telah menemukan cinta kita

Cinta di dunia dan Insya Allah cinta di surga

Bersama awan kedamaian yang kini telah tiba

Semoga cinta Al-Quran  kita menjadi kekuatan untuk semua

Setelah duka menghampiri dalam masa lima tahun. Bahreisy dengan tegar pergi meninggalkan kampung halamannya untuk melanjutkan cintanya yang tertunda terhadap Al-Qur’an. Berbekal 2 juz hafalannya  yakni juz 29 dan 30 ia tinggalkan kampung halamannya yang sedang sakit untuk pamit melanjutkan cita-citanya sebagai Hafiz di usia kepala 6

Berurai air mata memisahkan perpisahan antara Bahreisy dan jamaahnya yang sedang  semangat-semangatnya belajar Al-Qur’an..

Dalam hari-hari bersama Al-Qur’an, wajah Fatimah sering hadir menyemangati hafalannya. Air mata kerinduan kadang menetes apalagi teringat juga jamaahnya yang masih mengharap kehadirannya. Hafalan Bahreisy dari dua Juz mulai bertambah menjadi tiga, empat, lima hingga sepuluh Juz di perantauan tanah suci.

Setiap hafalan bertambah satu Juz, Bahreisy tak lupa terus memohon kepada Allah agar sahabat-sahabatnya ang sakit segera disembuhkan dan kelak bisa bertemu dengan semua termasuk istri dan anak-anaknya di surga. Karena kerinduan kepada istrinya, Bahreisy terkadang sakit hingga harus dijemput sahabat murojaahnya dan dirawat di rumah sakit di Makkah.

Hari belalu, pekan menyentuh waktu, satu tahun lebih tepatnya selama 20 bulan pun berlalu. Setelah satu bulan menguatkan dalam daurah untuk menyempurnakan hafalannya kini terus menguntai dalam murajaahnya. Di usianya yang lanjut tidak mematahkan semangat hingga ia hafal 30 Juz. Semua itu berasal dari kekuatan cinta agar sama dengan istri dan anak-anaknya.

Satu juta dua puluh tujuh huruf telah menyentuh kalbu Bahreisy setelah selama 20 bulan perpisahan  dengan kampung halamannya. Suka  yang panjang bersama Al-Quran, kini menjadi secercah harapan untuk dipersembahkan kepada jamaahnya di kampung. Inilah hadiah terindah selama hidupnya untul dipersembahkan kepada dirinya, dan jamaahnya yang setia menemaninya. Ia ingin bersama istri da anaknya karena cinta Al-Quran kelak di surga.

Perjuangan dan sakit yang selama ini diderita telah menghasilkan buah keindahan tersendiri. Kerinduan terhadap istrinya telah membimbing untuk lebih mencintai Al-Qur’an dan kini cita-citanya akan terus merawat hafalan Al-Quran bersama indahnya waktu menjadikan semangat untuk berkarya. Murajaah selalu dilantunkan apalagi saat memasuki Ramadhan 1442 H. Al-Qur’an telah menemaninya dalam shalat yang terkadang satu juz mulai hadir untuk dibaca dalam shalatnya mengimami bersama sahabat-sahabatnya.

Cinta Al-Qur’an telah memberikan semangat Bahreisy di sisa-sisa usianya. Saat usia 63 tahun qodarullah Allah menjemputnya di depan ka’bah saat umroh terakhir bersama anak-anaknya yang menyusulnya ke tanah suci. Cita-cita istrinya tertebus sudah….

Pelajaran bagi kita bahwa kekuatan cinta yang utama adalah kekuatan Al-Qur’an. Nabi Muhammad SAW mengibaratkan orang yang tak memiliki hafalan Al-Qur’an sebagai gubuk kumuh yang nyaris roboh. “Orang yang tidak mempunyai hafalan Alquran sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh.” (HR Tirmidzi).

Untuk melengkapi cinta kita terhadap hafalan Al-Qur’an, Berikut  ada beberapa keistimewaan para penghafalnya.

  1. Golongan Manusia Terbaik

Berdasarkan hadits riwayat Bukhari, dari Ustman, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sebaik-baiknya manusia di antara kamu adalah yang mempelajari al-Quran dan mengamalkannya.”

  1. Kedudukan Penghafal Al Quran Berada di Akhir Ayat yang Dibaca

Menjadi penghafal Al Quran memiliki kedudukan seperti pada akhir ayat yang dibaca. Dalam hadist riwayat Ahmad, Rasulullah SAW bersabda “Dikatakan kepada pemilik (penghafal-penghafal) Al-Quran akan diperintahkan baca lah dan bangkit lah! Baca lah sebagaimana kamu membaca di dunia! Maka sesungguhnya  kedudukanmu berada pada akhir ayat yang kamu baca.”

  1. Mendapatkan Syafaat

Menjadi penghafal Al Quran juga memberikan keutamaan di akhirat. Sebab, dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah bersabda Al Quran bisa memberikan syafa’atnya atau pertolongan kepada pemilknya. “Baca lah Al-Quran, maka sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat nanti sebagai pemberi syafaat kepada pemilknya. Baca lah az-Zarawain (dua surat cahaya) yakni surat Al-Baqarah dan Ali Imran karena keduanya datang pada hari kiamat nanti seperti dua awan atau seperti dua cahaya sinar matahari atau seperti dua ekor burung yang membentangkan sayapnya (bersambung satu dengan lainnya), keduanya akan menjadi pembela bagi yang rajin membaca kedua surat tersebut.

Akhirnya  penulis berpesan kepada sendiri dan pembaca, akhiri segala perjalan hidup ini dengan cinta Al-Qur’an. Dengan cinta Al-Qur’an hidup akan menjadi indah dan bahagia. Isilah sisa-sisa usia ini dengan saling mencintai sesama orang beriman yang diilhami cinta Al-Qur’an. Inilah kekuatan cinta yang utama dan sebenarnya. Cinta istri dan anak serta harta hanya pelengkap untuk terus mencintai Al-Qur’an. Semoga tulisan ini bisa bernilai ibadah dan bermanfaat. Nashrun Minallahi Wa fathun Qarieb Wa Bashshiril Mukminin.

Exit mobile version