JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Dr Mukhaer Pakkana menyoroti Pidato Tahunan Presiden di MPR RI, Senin 16 Agustus 2021. Menurutnya Pidato kenegaraan Presiden Jokowi pada Sidang Tahunan MPR RI, masih sumir dan belum menukik pada inti persoalan struktural ekonomi yang menjadi janji beliau.
“Dalam pidato itu, Presiden bermaksud menggeser struktur ekonomi yang selama ini selalu ditopang sektor konsumsi menjadi sektor investasi tetutana investasi asing,” ungkap Dr Mukhaer Pakkana kepada Suara Muhammadiyah, Senin (16/8/2021).
Di sini, katanya, terlihat kebijakan liberalisasi ekonomi menjadi prime mover ekonomi pemerintah. Makanya UU Cipta Kerja dan segala regulasi turunannya harus terus di gas dan dikebut di lapangan. Karena sektor itu yg menjadi harapan di tengah pandemi
“Padahal kalau ingin menguatkan struktur ekonomi, bukan semata sektor investasi. Investasi ini sesunguhnya bermata ganas. Bisa membantu sekaligus mengkolonialisasi bangsa,” tambah Dr Mukhaer Pakkana.
Sejatinya, investasi asing itu dalam jangka panjang memantik tingkat repatriasi dana yang keluar negeri jauh lebih besar. Terjadi the cost of colonialsm.
Kalau Presiden ini membangun struktur ekonomi seperti yg diucapkan dalan Pidato Tahunan itu, maka pondasi kekuatan ekonomi domestik berbasis ekonomi rakyat jauh lebih penting.
Bagaimana mungkin membangun kekuatan ekonomi lokal, jika keran laju importasi dibuka lebar-lebar. Produk pangan, pertanian, produk industri usaha mikro kecil, dll semakin tergusur tanpa pemihakan yang berarti. Dengan dalih bisnis berbasis ekonomi digital, justru produk lokal milik rakyat kalah bersaing dalam ekosistem platform e-commerce. Usaha rakyat kurang mendapatkan advokasi dan proteksi. Dibiarkan liar tanpa pembelaan. Kalaupun dibela, kebanyakan kebijakan kosmetik.
Makanya, pada masa pandemi di mana platform e-commerce mendapatkan sorganya, justru ekonomi rakyat terutama produk rakyat termasuk UMKM kurang terangkut dalam ekosistem itu. “Kalaupun meningkat, akelerasinya tertatih-tatih dibanding produk asing yang ada dalam ekosistem platform itu. Kadang kita tidak adil memandang dan memperlakukan produksi usaha mikro kecil di pasar,” pungkasnya. (Riz)