MEDAN, Suara Muhammadiyah – Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan, dua kabupaten yang dikenal sebagai penghasil ikan sale (ikan asap) yang diminati banyak orang, khususnya dari Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel). Produksi ikan sale ini adalah produksi rumahan. Lalu bagaimana menjadikan ikan sale ini memiliki nilai tambah dan mampu menerobos pasar yang lebih luas. Misalnya, menjadikan ikan sale ini mampu menerobos pasar internasional.
Ikan sale adalah ikan yang dipanggang atau disale sampai kering hingga berwarna coklat kehitaman. Ikan ini merupakan makanan khas dan ikonik dari Kabupaten Mandailing Natal. Salah satu jenis ikan yang dipakai untuk ikan sale ini yaitu baung dan lele. Ikan sale merupakan suatu produk yang melekat dari Mandailing Natal yang dibuat masih secara tradisional.
Lima mahasiswa lintas fakultas dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) lewat tim PKM PI Pengembangan dan Pengemasan Ikan Sale siap ekspor bagi pengusaha rumahan Ikan Sale di Kelurahan Sipolu Polu, Panyabungan, Mandailing Natal. Mereka berharap, ikan sale bisa naik kelas, agar pasarnya menjangkau nasional bahkan internasional. Selain, kualitas, maka persoalan kemasan menjadi perhatin kelima mahasiswa UMSU.
Kelima mahasiswa UMSU itu, Haris Muda Batubara, mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris (Ketua), Niken Ananda Sitorus, mahasiwa Pendidikan Matematika, Ratih Amara mahasiswa Bimbingan dan Konseling, Muhammad Adjie Akbar Damanik mahasiswa Manajemen Bisnis Syariah dan Abdur Rohim mahasiswa Teknik Mesin.
Ketua tim PKM-PI UMSU itu, Haris Muda Batubara kepada mengatakan, produksi ikan sale masih menjadi produk rumahan dan pemasarannya masih mengandalkan pasar tradisional. Tentu saja, saat transaksi tentu saja tidak ada kemasan bahkan hanya dibungkus dengan kertas koran bekas atau tas plastik. Dengan kondisi seperti itu, kata Haris, maka ikan sale dari Mandailing Natal itu tidak naik kelas. Pasar terbatas dan harga relatif murah.
Tim PKM-PI UMSU kemudian melakukan komunikasi dan pendekatan kepada salah seorang pedagang ikan sale yang biasa memasarkan ‘ikan asap’ ini di pasar tradisional, Muhammad Roihan Rangkuti. Diakui Roihan, kondisi pandemi Covid19 sangat memukul pemasaran ikan sale disebabkan kondisi ekonomi yang semakin sulit.
Tim PKM PI UMSU itu kemudian menawarkan satu teknologi pengemasan ikan sale yang bagus, menarik, higienis, dan tahan lama dengan menggunakan bambu sebagai bahan utama pembuatan kemasan tersebut. Bambu tersebut akan dibelah serta diukur ketipisannya, setalah itu akan dianyam sampai menjadi kemasan yang diinginkan.
Apresiasi dari Pemerintah Daerah
Kehadiran tim PKM-PI UMSU di Kelurahan Sipolu Polu, Panyabungan, Mandailing Natal itu, mendapat apresiasi dari pemeritah kabupaten. Kepala Dinas Perdagangan Jhon Amriadi SP MM dan Kepala Bidang Perindustrian Rahmad Hidayat S.Sos, mengatakan, kehadiran mahasiswa UMSU ke Sipolu-polu ini memberi manfaat yang sangat baik bagi upaya perbaikan produksi dan kemasan ikan sale hingga memiliki daya jual yang tinggi. Progam ini sangat membantu tugas pemerintah daerah, ujar dua pejabat di sektor perekonomian itu.
Terkain kemasan yang menggunakan bahan baku bambu, dinilai sangat tepat karena di Mandailing Natal memiliki tanaman bambu yang cukup banyak. Selain itu, kemasan bambu lebih artistik dan tahan lama.
Harapan pemerintah daerah melalui Dinas Perdagangan dan Bidang Perindustrian itu, tentu saja disahuti oleh tim PKM-PI UMSU dengan memberikan edukasi kepada Muhammad Roihan Rangkuti dan kawan-kawan yang memroduksi ikan sale untuk menjadikan ikan khas ‘Mandailing’ itu menjadi ikan sale itu yang siap bersaing di perdagangan nasional dan internasional. (Syaifulh/Riz)