Kata al-mu’izz merupakan kata benda bentukan dari kata ‘azza-yu’izzu yang berarti memberi daya dan kekuatan. Adapun kata al-Mu’izz sendiri berarti Yang Maha Memuliakan hamba-Nya. Ini mengandung pengertian bahwa Allah yang menjadi sumber kekuatan (al-‘Aziz) memberikan kekuatan dan daya itu kepada hamba-Nya. Hamba yang diberi kekuatan oleh Allah merupakan hamba yang unggul dan mulia (al-izzah) dari makhluk lainnya. Dengan keunggulan itu, manusia merupakan makhluk yang dimuliakan oleh Allah di antara sebagian besar makhluk-makhluk lainnya (QS. Al-Isra’ [17]: 20).
Kekuatan di sini bukan kekuatan tenaga, namun kekuatan hakiki yang bukan materiil, yakni kekuatan jiwa, kekuatan hati, kekuatan potensi, kekuatan akal dan lain sebagainya. Semua kekuatan itu merupakan sarana bagi manusia untuk menggapai kemuliaan Allah. Pada hakikatnya kemuliaan itu adalah milik Allah, maka manusia yang mulia adalah manusia yang dimuliakan oleh Allah karena telah menggunakan kelebihan dan kekuatan yang telah diberikan oleh Allah hanya untuk menggapai kemuliaan.
Allah berfirman, Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur (QS. Fathir [35]: 10)
Berangkat dari pengertian di atas, kata al-Mu’izz mengandung makna bahwa pada hakikatnya Allah telah memuliakan manusia dengan kekuatan, maka manusia hendaknya selalu menggunakan kekuatan dan kemuliaan itu untuk semakin menjadikan dirinya makhluk yang mulia. Cara untuk menjadikan diri menjadi makhluk mulia adalah hanya menjadikan Allah tempat bersandar, memohon, berlindung, dan lain sebagainya. Ketika manusia berubah kecenderungan bersandar, memohon, dan berlindung kepada selain Allah, maka hakikatnya dia telah menghinakan dirinya sendiri.
Allah berfirman, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah (QS.al-Nisa [4]: 139)
Mengacu dari penjelasan dari Allah ini, maka kemuliaan telah diberikan kepada manusia, untuk menjaganya tergantung kepada manusia itu sendiri. Ketika manusia ingin tetap dalam kemuliaan maka harus selalu bersandar, memohon, berlindung hanya kepada Allah (tauhid dan iman). Namun, ketika manusia terdorong untuk bersandar, memohon, dan berlindung kepada sesama makhluk (syirik dan kufur) maka dia hakikatnya telah mengingkari kemuliaan Allah dengan menghinakan dirinya di hadapan sesama makhluk.
Ustadi Hamzah, Department of Religious Studies Faculty of Ushuluddin (Islamic Theology & Thought) State Islamic University Sunan Kalijaga
Sumber: Majalah SM Edisi 21 Tahun 2018