YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – “Jika negara dalam kondisi sulit maka Muhammadiyah ‘Aisyiyah adalah yang terdepan. Bukan untuk riya tetapi kehadiran persyarikatan selalu terdepan untuk merawat dan menjaga negara kita Republik Indonesia ini dari berbagai ancaman dan juga dari berbagai musibah.” Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini dalam acara Webinar Abdimas 4 tahun 2021 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada hari Kamis (19/8/2021).
Disampaikan Noordjannah bahwa masalah Covid-19 ini adalah masalah bersama yang meniscayakan keterlibatan dan usaha bersama untuk mengatasinya dan Muhammadiyah sejak pertama Covid-19 muncul di Indonesia ini dapat segera berkontribusi karena secara organisasi sudah memiliki kesiapan untuk menghadapi situasi sulit.
Noordjannah menyebut peran ‘Aisyiyah dalam mengatasi dampak pandemi tersebar di berbagai isu seperti bidang keagamaan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, juga taawun sosial yang dilakukan seluruh kader ‘Aisyiyah di Indonesia maupun Cabang Istimewa ‘Aisyiyah di luar negeri.
Dalam bidang keagamaan selain melakukan perubahan pengajian yang dilakukan secara virtual, kader-kader mubalighot ‘Aisyiyah juga bergerak untuk memberikan edukasi terkait pandemi dari sisi agama. “Dalam menghadapi Covid-19 ini masih ada pikiran lain-lain itu juga masih menjadi kendala, tapi tidak apa-apa karena tugas ‘Aisyiyah Muhammadiyah adalah terus membimbing dan melakukan sosialisasi, melakukan dakwah, untuk melakukan pencerahan bagi mereka-mereka yang belum memahami,” ujarnya.
Di bidang kesehatan begitu juga meluas hal-hal yang dilakukan oleh ‘Aisyiyah baik sosialisai pencegahan pandemi, memutus rantai covid-19, protokol kesehatan, juga terkait kesehatan kelompok rentan seperti kesehatan lansia, ibu hamil, ibu menyusui. Sampai saat ini disebutkan oleh Noordjannah terdapat lebih dari 86 rumah sakit yang terlibat langsung dan banyak klinik Muhammadiyah ‘Aisyiyah yang terlibat dalam penanganan Covid-19 di bawah koordinasi MCC.
Terkait kegiatan vaksinasi, di awal Muhammadiyah ‘Aisyiyah menjadi yang pertama sebagai organisasi keagamaan turut menggerakkan dan mendorong kepercayaan masyarakat untuk bersedia divaksin. Walaupun pada saat ini masih ada memang punya pandangan terkait tidak mau divaksin, tetapi Muhammadiyah sejak awal sudah menyatakan bahwa vaksin ini menjadi ikhtiar bersama. “Kata Allah kita berikhtiar dulu baru bertawakal, jangan pasrah tanpa sebuah ikhtiar termasuk terkait vaksinasi,” tegas Noordjannah.
Salah satu hal yang menjadi perhatian ‘Aisyiyah untuk berkontribusi pada pencapaian angka vaksinasi adalah untuk mendorong para lansia agar bersedia divaksin. “Di daerah-daerah itu tidak mudah bahkan ibu-ibu ‘Aisyiyah sampai menghadirkan lansia itu ketempat vaksin. Menyadarkan sekaligus menghadirkan karena banyak lansia yang tidak bisa hadir sendiri ke lokasi vaksin.”
‘Aisyiyah juga melakukan berbagai upaya agar keluarga sebagai entitas terkecil dari masyarakat mampu bertahan di masa pandemi ini. Berbagai kegiatan ekonomi serta ta’awun sosial, memberi kepada sesama yang membutuhkan terus di dorong oleh ‘Aisyiyah. Noordjannah menyebutkan gerakan seperti lumbung hidup, budikdamber, gerakan berbagi dengan cantelan, serta penguatan usaha keluarga serta UMKM melalui berbagai pendampingan yang dilakukan.
Saat ini, menurut Noordjannah yang terus menjadi gerakan yang ingin ‘Aisyiyah luaskan adalah untuk menangani dampak pandemi ini dari sesi ekonomi yaitu dengan gerakan 5 juta perempuan menanam pangan yang dikoordinir oleh majelis ekonomi dan bersinergi dengan banyak pihak. “Gerakkan ini dilakukan secara sistematis, dari ranting sampai ke tingkat PDA dan bisa memberi kepada sesama yang membutuhkan sekaligus untuk menambah pemasukan bagi mereka yang melakukan.” Disebut Noordjannah bahwa gerakan ekonomi perempuan ini harus menjadi panglima dalam dakwah ‘Aisyiyah walaupun kelak pandemi ini selesai.
Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah dalam menangani Covid-19 ini disebut Noordjannah sejak awal tidak pasif, tidak pasrah, juga tidak menyerah, sebaliknya optimis, praktis, berbuat nyata melalui usaha keagamaan, kesehatan. “Artinya ikhtiar dilakukan secara rasioal ilmiah dan spiritualitas rohani yang harus maju selaras. Kalau kita mau berubah, maka ubahlah diri sendiri, itulah kewajiban kita dalam ‘Aisyiyah.” (Suri/Riz)