Alumni Timur Tengah: Kontestasi dan Peran Keilmuannya di Indonesia
Oleh: Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Alumni Timur Tengah hari ini menghadapi tantangan besar. Perubahan sosial dan perkembangan pemikiran intelektual yang demikian dinamis di Indonesia menjadikan pola interaksi, dakwah, dan politik semakin berat dan kompleks. Perkembangan berbagai disiplin ilmu pengetahuan sejatinya turut memengaruhi hal ini. Selanjutnya keragaman latar belakang keagamaan dan pendidikan yang tidak berasal dari satu jurusan dan tradisi yang sama menjadikan persoalan sosial keagamaan di tanah air semakin dinamis dan dialektis.
Namun tidak dipungkiri, para lululusan Timur Tengah memiliki peran signifikan dalam kemajuan syiar Islam dan pengembangan peradaban di tanah air. Corak keislaman di Indonesia sendiri memiliki hubungan erat dengan gagasan dan pemikiran keislaman yang ada di Timur Tengah, khususnya Mesir, yang menjadi pusat keilmuan Islam sampai hari ini.
Bila ditilik, ada banyak pelajar Indonesia yang pernah mengenyam pendidikan di Timur Tengah yang beberapa diantaranya mampu berkiprah mulai dari tingkat daerah hingga dalam tingkat nasional. Bila ditilik lebih jauh lagi, Indonesia juga memiliki tokoh-tokoh ulama yang pernah belajar di Timur Tengah dan berkiprah dengan menjadi pengajar di majelis-majelis ilmu atau menjadi pemberi fatwa (mufti) di Haramain seperti Syaikh an-Nawawi al-Bantani (dari Banten) dan Syaikh Yasin al-Fadani (dari Padang). Syaikh Ali Jum’ah (mantan mufti Mesir) sendiri memiliki rangkaian genealogi keilmuan (sanad) dari Syaikh Yasin al-Fadani. Ini menunjukkan Indonesia yang dahulu biasa disebut “Komunitas Jawa” (jama’ah jawiyyin) atau “Melayu Nusantara” memiliki posisi keilmuan yang cukup diperhitungkan.
Sampai hari inipun, lapangan dan kiprah utama alumni Timur Tengah di tanah air tampaknya tidak jauh dari bidang keilmuan, keislaman, dakwah dan pendidikan. Berangkat dari kondisi sosio-religius intelektual Indonesia saat ini, alumni-alumni Timur Tengah pada dasarnya memilki peran vital dalam kehidupan keagamaan dan kebangsaan di tanah air. Para alumni Timur Tengah dapat masuk dan berperan dalam berbagai bidang mulai politik, ekonomi, sosial, pendidikan maupun dakwah.
Di bidang politik misalnya, dimaklumi pada masa orde baru kekuatan dan gagasan Islam seakan tertahan dan tertekan, namun kini iklim dan suasana perpolitikan di Indonesia telah berubah dan memberi angin segar kepada semua anak bangsa untuk berperan. Pasca munculnya partai-partai politik Islam memberi peluang terhadap alumni Timur Tengah untuk mengambil peran. Politik sendiri dalam fikih Islam mendapat tempat yang luas dalam kehidupan umat Islam, dikenal dengan siyasah asy-syar’iyyah.
Namun demikian, harus diakui bahwa peran utama para alumni Timur Tengah adalah bidang dakwah dan pendidikan atau pengembangan keilmuan. Para alumni ini memiliki peran dan tanggung jawab moral-intelektual mengawal syariat Islam dari pengaruh liberalisme, pluralisme, komunisme, LGBT, dan sejenisnya, dan terutama berperan dan bertanggung jawab mengembangkan peradaban Islam.
Setidaknya ada satu hal penting yang harus dikuasai oleh para alumni Timur Tengah dalam kiprahnya di tanah air, yaitu terkait penguasaan dan kemampuan memadai disiplin ilmu yang digeluti serta kemampuan dalam mengintegrasi dan menginterkoneksikan ilmu-ilmu keislaman yang dikuasai dengan ilmu-ilmu lainnya. Harus diakui, perkembangan teknologi yang demikian pesat serta perubahan sosial yang begitu cepat menyebabkan kajian-kajian keislaman di tanah air terus meluas dan memunculkan persoalan-persoalan yang terkadang tak terpikirkan.
Untuk menjawab persoalan-persoalan kekinian ini rasanya tak cukup dengan mengandalkan literatur-literatur yang pernah dibaca. Berbagai teori, gagasan dan konsep dalam berbagai literatur yang pernah dipelajari terkadang sangat berbeda dengan realita di lapangan betapapun ada benang merah di dalamnya. Diantaranya dapat disebutkan di sini betapa perlunya integrasi dan interkoneksi studi keislaman hadis dengan studi astronomi kontemporer.
Belakangan, muncul kajian baru dalam mengkonfirmasi kualitas sebuah hadis, yaitu dengan menilik secara kritis teks (matan) sebuah hadis dengan menggunakan parameter keilmuan lain yang dikenal dengan pendekatan interkoneksi. Pendekatan interkoneksi ini menyebabkan terjadinya perluasan perspektif dengan menyerap informasi (data) dari keilmuan lain, dalam hal ini studi astronomi kontemporer.
Sebagai misal, hadis riwayat al-Thabarani yang menyatakan idulfitri di zaman Nabi Saw pernah jatuh pada hari Jumat bernilai tidak sahih (daif) sebagaimana ditegaskan Abd ar-Razzaq dalam al-Mushannaf-nya. Sejauh ini ulama masih berdebat tentang kesahihan dan fenomena hadis ini. Namun melalui pendekatan astronomi kontemporer (berdasarkan pelacakan fenomena konjungsi bulan-matahari dan penampakan hilal di zaman Nabi Saw) ditemukan bahwa idulfitri di zaman Nabi Saw memang tidak pernah jatuh bertepatan pada hari Jumat. Maka, disini temuan astronomi mengkonfirmasi temuan studi hadis. Pendekatan seperti ini dikenal dengan pendekatan interkoneksi yang terhitung sebagai studi baru dunia hadis.
Oleh karena itu, patut digarisbawahi bahwa hal penting yang harus dikuasai oleh para alumni Timur Tengah adalah penguasaan memadai bidang keilmuan yang digeluti dan kemampuan mengintegrasi dan menginterkoneksikannya dengan bidang keilmuan lain. Tanpa kemampuan dan wawasan pada dua hal ini agaknya alumni Timur Tengah tidak terlalu cakap dan tidak cukup kuat bersaing dengan alumni-alumni barat atau alumni lokal yang memiliki daya telaah dan metodologi yang terbilang baik.
Berikutnya lagi para alumni Timur tengah tidak terlalu berhasil menyuguhkan wajah Islam yang shalih li kulli zaman wa makan. Dalam konteks keilmuan dan peradaban, memadukan teks dan konteks adalah keharusan, sementara mensinergikan ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu kontemporer (sains) adalah keniscayaan.
Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Kepala OIF UMSU dan alumnus “Institute of Arab Research and Studies” Cairo