LAMONGAN, Suara Muhammadiyah – Akhir-akhir ini, bisa dikatakan bahwa dakwah sedang mengalami signifikansi, baik dalam skala sebagai sebuah aktivitas ataupun ilmu. Salah satu penyebabnya adalah, terjadinya perkembangan yang luar biasa dalam bidang teknologi komunikasi. Pengaruh teknologi komunikasi di satu sisi bisa sebagai media dakwah, tetapi di sisi lain juga bisa menjadi sebuah trendsetter (penentu) keberhasilan dakwah.
Mengingat begitu potensialnya peran media (teknologi) dalam dakwah, maka sebagai salah satu misi Islam, sudah seharusnya mulai menyapa para khalayak melalui media-media mutakhir, di antaranya dengan apa yang dikenal dengan istilah “new media”, yang ditandai dengan lahirnya internet, virtual reality, realitas maya, atau cybercommunity, sebagai akibat langsung dari perkembangan teknologi telematika.
Hal demikian disampaikan oleh Athiful Khoiri dalam Webinar Literasi Digital Nasional 2021 (Indonesia Makin Cakap Digital) yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) Jawa Timur dengan tema “Cara Ampuh Memaksimalkan Potensi di Digital World.”
Hadir sebagai Key Opinion Leader adalah Anggely Emitasari, kepala desa Kedungkempul, kecamatan Sukorame, kabupaten Lamongan. Sedangkan bertindak sebagai narasumber lain adalah Ir. Andre Parvian Aristio, M.Sc, peneliti dan dosen ITS Surabaya; Aulia Siska, S.Sos, CFO Digital Solusi Entrepreneurship dan Master Mentor Sigap UMKM Pandu Digital; dan Andy Ardian, SP, program manager ECPAT Indonesia.
Dalam paparannya, Athiful Khoiri menyampaikan pesan bahwa kemajuan dan kecanggihan teknologi mesti dikendalikan oleh sentuhan moral dan nilai-nilai kemanusiaan yang juga tinggi pula. “Kita harus makin cakap dalam bermedia sosial. Jadilah generasi high tech, high touch, bukan sebaliknya,” ujarnya.
Mengutip pendapat Yasraf Amar Pilliang, Athiful mengatakan bahwa perkembangan teknologi cyberspace telah melahirkan berbagai macam perubahan yang ditandai dengan tiga tingkat pengaruh. “Pertama, dalam tataran indiviual. Kedua di tingkat antar-individual, dan ketiga dalam ranah sosial masyarakat,” tuturnya.
“Pada tingkat individu, cyberspace menciptakan perubahan mendasar terhadap pemahaman tentang identitas. Misalnya dengan cara memasang yang sudah diedit, dengan mudah yang bersangkutan membangun konstruksi baru tentang dirinya yang pada dasarnya berbeda dengan kehidupan di dunia nyata,” papar mahasiswa Pascasarjana UAD ini.
Kedua, pada tingkat interaksi antarindividu, kehadiran cyberspace melahirkan semacam deterisosialisasi sosial, artinya interaksi sosial tidak dilakukan di dalam suatu ruang teritorial yang nyata, tetapi di dalam suatu halusinasi teritorial.
Adapun ketiga, pada tingkat komunitas, kehadiran cyberspace dapat menciptakan model komunitas demokratik dan terbuka. Di dunia maya tidak terhindarkan munculnya semacam demokrasi radikal, berupa ide, gagasan, ekspresi, hasrat, tuntutan, kritik, usulan, dan segala bentuk tindakan sosial yang datang dari masyarakat sipil.
Di akhir paparannya, Athiful mengajak peserta untuk selalu berhati-hati dan waspada dalam bermedia sosial, mengingat bangsa kita adalah bangsa yang menjunjung tinggi budaya adiluhung. “Marilah kita cakap digital, arif dalam bermedia sosial, di mulai dari diri kita sendiri,” pungkasnya. (Fikri)