Dari Media Daring ke Objek Alam
Oleh: Armen Mara
Selama Pandemi, Proses Belajar Mengajar (PBM) khususnya di tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah (Dikdasmen) memang tidak memungkinkan melakukan tatap muka dalam kelas (off line atau Luring). Semua diarahkan untuk melakukan PBM melalui media online atau Daring. Pembelajaran dengan menggunakan media online telah berlangsung selama 3 Semester dan mungkin akan berlanjut pada Semester-semester berikut.
Banyak keluhan tentang kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan PBM online yang disampaikan oleh peserta didik dan orang tua terhadap pendidik dan dari pendidik kepada atasanya, serta dari atasan ke atasan nya lagi. Kendala tersebut antara lain, sinyal tidak stabil, tidak mampu membeli kuota, dan arus listrik tidak ada. Pendidik pun mengeluhkan bahwa media daring tidak efektif dalam menyampaikan hal-hal tertentu, memerlukan waktu yang panjang untuk persiapan, memerlukan perangkat yang mahal, dan biaya operasionalnya tinggi, dan alasan lainnya. Sementara berbagai media memberitahukan bahwa Pandemi ini masih akan berlangsung lama, kita akan hidup bersama Covid19 dalam waktu yang lebih lama.
Tulisan ini akan membahas tentang “objek” yang dipelajari dalam mata pelajaran-mata pelajaran (Mapel) yang umumnya terlupakan, mungkin karena kesibukan membahas media pembelajaran. Sebenarnya sebelum Pandemi pun “objek” ini nyaris terabaikan. Pada hal “objek” kajian Mapel (objek yang dibahas dalam setiap Mapel) tersebut sebagian besar ada di alam dan di lingkungan peserta didik maupun lingkungan pendidik. Media Daring seperti zoom meeting maupun aplikasi e-learning atau media aplikasi lainnya adalah media yang diperlukan untuk mengkomunikasikan “objek” kajian tersebut, dan tentu akan dipakai “jika diperlukan”.
Kalau objek kajian masing-masing Mapel tersebut sudah dipahami dengan seksama maka pendidik, peserta didik , dan pengelola sekolah dapat membicarakan media yang tepat dan terjangkau untuk memahami nya. Mungkin solusi nya tidak harus media daring 100 %, bisa jadi media daring tersebut dikombinasikan dengan media alam atau media lainnya yang lebih sederhana dan lebih murah, tentu saja harus efektif dalam menyampaikan pesan-pesan Mapel tersebut.
Objek Mapel (Mata Pelajaran) dalam lingkup Dikdasmen dapat dikelompok menjadi 3 kelompok. Masing-masing Mapel dapat dimasukan ke dalam salah satu kelompok tersebut. Mungkin ada beberapa Mapel yang objek nya ada dalam dua kelompok, hal ini disebabkan objek dari Mapel tersebut memang ganda atau hermaprodit sehingga memang objek tersebut harus ada di dua kelompok. Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut.
- Objek Fisik
Yaitu Mapel (Mata Pelajaran) yang objeknya berupa benda (fisik). Sebagai contoh adalah Mata Pelajaran fisika, kimia, biologi, dan mata pelajaran lainnya yang objeknya mengambil tempat dibumi ini, baik yang terlihat maupun yang tak terlihat tetapi bisa diketahui keberadaannya dengan menggunakan panca indra. Beberapa ahli memasukan juga ilmu matematika dan ilmu ekonomi ke dalam kelompok ini. Alasan nya karena matematika berciri eksak, dimana benda yang dihitung berujut dan ada di alam. Sedangkan ilmu ekonomi dimasukan ke dalam kelompok ini karena objek kajiannya bersifat ganda ada fisik dan ada social.
- Objek Sosial
Yaitu Mapel (mata pelajaran) yang objek nya bukan benda melainkan prilaku manusia. Sebagai contoh adalah Mapel ilmu ekonomi, sosiolosi, sejarah, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan ilmu mata pelajaran lain nya yang objeknya prilaku manusia baik dalam kehidupan ekonomi dan kehidupan social, seperti prilaku dalam berproduksi, mengkonsumsi, maupun dalam berteman, berkelompok, bermasyarakat, bernegara, dan dalam kehidupan lainnya.
- Objek Humaniora
Yaitu Mapel yang objek nya adalah nilai-nilai dan bersifat normative. Sebagai contoh adalah mata pelajaran agama, sejarah, Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, sastra, seni, dan lainnya. Beberapa ahli memasukan juga ke dalamnya ilmu sejarah bahkan ada juga yang memasukan ilmu matematika (mungkin karena Mapel ini mengkaji tentang nilai).
Semua Mapel baik fisik, social, atau humaniora objek nya ada tersedia di alam dan mungkin tidak ada di dunia maya. Kalau pun ada, hanya bersifat visualisasi (bayangan) saja sedangkan objek nyata nya ada di luar.
Khususnya selama pandemic, para pendidik dalam PBM cenderung tidak memperkenalkan objek-objek kajian Mapel yang ada di lingkungan kepada peserta didik. Biasanya langsung menjelaskan apa yang ada pada media pembelajaran. Langsung pada materi yang ada dalam buku-buku tek dan focus menyampaikan apa yang sudah ditetapkan dalam kurikulum. Sebenarnya, sebelum pandemic pun, ketika proses PBM masih berlangsung dalam kelas pendidik juga lebih fokus untuk mengajak peserta didik mengenal objek yang ada dalam media, media literasi (buku), audio visual, dan maupun visualisasi. Kecuali pada ilmu-ilmu keteknikan atau ilmu terapan SMK missal nya, pendidik bisa memperkenalkan objeknya secara langsung di laboratorium atau workshop sedangkan Mapel lain mungkin agak kesulitan melakukannya.
Untuk ilmu-ilmu murni atau materi yang bersifat umum seperti ilmu fisika, kimia, dan biologi serta ilmu terapannya, seperti pertanian, peternakan, dan perikanan hanya bisa menggunakan laboratorium dalam memperkenalkan objek nya dalam bentuk miniatur, replica, atau duplikat. Sedangkan Mapel dari kelompok ilmu social seperti ekonomi, sosiologi, dan IPS banyak kesulitan dalam menyediakan objek di laboratorium atau workshop tapi tersedia banyak di lingkungan sekolah. Ada warung, toko, pasar tradisional, super market, pabrik, kebun, dan lainya.
Untuk ilmu humaniora yang objeknya adalah nilai-nilai yang hidup dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan karya-karya sastra seperti prosa, puisi, pantun, novel, cerpen, gurindam, lukisan, kesenian, dan kitab-kitab suci adalah media dimana peserta didik bisa menelusurinya dalam masyarakat dimana karya-karya tersebut hidup.
Dengan demikian, dapat dipahami kenapa banyak peserta didik kita yang sudah tamat SMA tapi belum kenal dengan objek-objek yang sudah mereka pelajari di sekolah. Bisa jadi seorang peserta didik tidak bisa membedakan antara tanaman padi dengan rumput alang-alang. Pada hal kedua nya ada di lingkungan mereka. Mungkin saja karena Mapel biologi memiliki objek yang terlalu banyak yang harus dipelajari dan semua nya ada di dalam buku atau media dan kurang waktu untuk mengajak peserta didiknya untuk mengenal objek nyatanya yang ada disekitar di sekitar sekolah.
Walaupun sudah diperkenalkan sedemikian rupa melalui Mapel ekonomi, kebanyakan peserta didik belum menyadari bahwa objek ekonomi ada di lingkungan mereka, bahkan ada di dalam rumah mereka sendiri, yaitu ekonomi rumah tangga. Walau pun sehari-hari mereka menyaksikan aktivitas jual beli, ada harga, ada barang, ada pembeli, dan ada penjual tapi mungkin mereka belum menyadari bahwa semua itu objek ekonomi.
Di sekolah, peserta didik belajar fisika, mungkin tentang gerak suatu benda tapi peserta didik kurang tertarik untuk mempelajari lebih lanjut yang memunculkan pertanyaan bagi mereka, kenapa mobil bisa bergerak sendiri sedangkan gelobak tidak bisa bergerak sendiri. Mereka belajar gerak jatuh bebas di sekolah, tapi mereka tidak tertarik bertanya, kenapa buah kelapa jatuh ke bawah, bukan ke atas atau ke samping. Mereka belajar ilmu kimia, mungkin tentang unsur-unsur yang bereaksi dengan unsur lain, tapi tidak ada mereka bertanya kenapa makanan bisa busuk dan kenapa besi bisa berkarat.
Semua nya ini terjadi mungkin karena PBM terlalu focus pada penggunaan media yang ada dalam kelas dan lupa memperkenalkan objek-objek nyata yang ada di alam itu sendiri. Termasuk juga karena pendidik dalam PBM terlalu dibebani dengan tugas-tugas rutin, materi pelajaran yang sudah ditetapkan dalam kurikulum dan harus mencapai hasil sesuai dengan target yang ditetapkan, akibatnya kurang tanggung jawab dalam mencapai target yang sebenarnya, yaitu peserta didik memahami dan pintar menjelaskan sifat-sifat objek yang mereka pelajari.
Selama pandemic, kondisi PBM tentu menjadi lebih rumit, dimana pendidik harus menyampaikan materi pelajaran dalam kondisi yang tidak bisa bertemu langsung. Jadi harus menggunakan perangkat tambahan yang “Hi Tech”, banyak peserta didik maupun pendidik yang tidak mampu menjangkau nya. Kondisi ini, sepertinya menambah banyak kesulitan pendidik untuk memperkenalkan objek-objek mata pelajaran yang akan dikaji. Semakin sulit memperkenalkan objek yang nyata karena pertemuannya saja tidak nyata, bagaimana bisa memperkenalkan objek yang sebenarnya.
Tulisan ini mengajak kita untuk tidak melupakan objek mata pelajaran yang ada dialam. Konon sejarah menceritakan bahwa James Watt menemukan energy uap bukan di dalam kelas melainkan di dapur ketika ibu nya memasak nasi. Archimedes menemukan teori fisika nya bukan ketika belajar dalam kelas melainkan ketika berendam di kolom kecil. Thomas Alfa Edison juga tidak menemukan energy listrik di dalam kelas melainkan ketika sedang bermain-main di tanah, dia menemukan serbuk yang bergerak. Semua objek kajian ada di alam, untuk itu, mari kita kembali belajar kepada alam.
Pendidik pasti mengetahui benar apa objek yang dibahas bersama dengan peserta didik nya, peserta didik pun tentu mengetahui juga kondisi objek-objek yang ada di lingkungan mereka. Sementara itu, media yang dapat digunakan untuk membahas objek dengan topik tertentu sebenarnya tersedia banyak, yang penting tidak tergantung pada media online. Kalau media IT yang canggih seperti Whatsapp dan Zoom meeting, tidak memungkinkan bisa menggunakan video rekaman, bisa juga foto, gambar, literasi, audio, dan lain-lain. Pilihan media akan tergantung pada sifat objek yang akan dibicarakan. Jadi tidak harus menggunakan video langsung secara seratus persen. Media-media tersebut bisa juga dikombinasikan antara beberapa media sehingga lebih efektif. Mari berfokus pada objek dan tidak bergantung pada media online.
Armen Mara, Ketua Bidang Litbang Majelis Dikdasmen PWM Jambi