Memahami Kembali Sosialisme Islam KH Ahmad Dahlan
Oleh: Miqdam Awwali Hashri
Barangkali sebagian dari aktivis Muhammadiyah kurang sepakat dengan paham Sosialisme. Hal ini dapat dimengerti karena asosiasi Sosialisme sangat dekat dengan paham Komunisme, Marxisme, atau golongan kekiri-kirian. Bahkan dalam buku yang berjudul “Cerita tentang Kiai Haji Ahmad Dahlan”, Kyai Sudja mengisahkan pada masa awal berdirinya Muhammadiyah, KHA Dahlan pernah mengundang propagandis Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV), yang merupakan cikal bakal Partai Komunis Idonesia (PKI), untuk berpidato menerangkan maksud dan tujuan dari organisasi kiri ini. Mereka yang datang untuk berpidato antara lain, yaitu Semaoen dan Darsono.
Karena yang disampaikan oleh kedua aktivis ISDV ini membuat kuping panas, maka keesokan harinya beberapa anggota Muhammadiyah mengundurkan diri. Mereka menganggap Muhammadiyah setuju dengan gagasan-gagasan ISDV yang berhalauan Sosialis-Komunis-Marxis tersebut. Namun demikian, KHA Dahlan tetap bersabar. Sebenarnya yang diharapakan dari undangan tersebut bukanlah untuk mempelajari maupun menyetujui gagasan dari ISDV, melainkan hendak menjadi pelecut gerakan dakwah Islam yang diusung oleh Muhammadiyah.
Sebagian mubaligh dan aktivis Muhammadiyah kala itu justru ada yang semakin giat dan bertambah tebal keyakinannya bahwa Islam akan memenangkan perjuangan. Menurut mereka, bahwa ideologi ISDV yang remeh saja bisa laku dijual ke orang asal ditawarkan, maka tentunya spirit islam yang bersumber dari wahyu suci diturunkan kepada Nabi, yang memberikan jaminan dunia dan akhirat, lebih layak didakwahkan kepada umat manusia. Maka setelah itu, para mubaligh dan aktivis Muhammadiyah pun semakin gencar dalam berdakwah.
Namun demikian, gerakan dakwah Muhammadiyah ini tidak dapat dilepaskan dari ajaran Sosialisme. Yang menjadi pertanyaan adalah paham Sosialisme seperti apakah yang melandasi gerakan dakwah Muhammadiyah? Apakah paham Sosialisme yang diadopsi oleh ajaran dari Karl Marx yang cenderung bersifat materialis?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita perlu membuka kembali buku yang ditulis oleh Kyai Hadjid, yaitu buku yang berjudul “Pelajaran Kiai Haji Ahmad Dahlan: 7 Falsafah dan 17 Kelompok Ayat Al Quran”. Kyai Hadjid sangat jelas menyebut istilah Istirakiyah Islamiyah atau Sosialisme Islam sebagai pokok persoalan yang terkandung dalam 17 Kelompok Ayat Al Quran yang dijelaskan dalam buku tersebut.
Kyai Hadjid juga menyebutkan beragam kitab atau buku yang dibaca oleh KHA Dahlan. Kitab-kitab tersebut diantaranya adalah kitab-kitab yang ditulis oleh ulama-ulama klasik ahlussunnah wal jama’ah hingga ulama kontemporer seperti Jamaluddin al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Tidak satu pun disebutkan mengenai buku yang ditulis oleh Karl Marx atau tokoh kiri lainnya. Lalu darimana rujukan paham Sosialisme yang digagas oleh KHA Dahlan tersebut?
KHA Dahlan memahami bahwa Sosialisme Islam merupakan cara hidup yang menurut kemauan ajaran Islam. Menurut Kyai Hadjid, KHA Dahlan mengajarkan dan mengamalkan apa yang dipahami dan diamalkan oleh Shahabat Abu Dzar Alghifari r.a, yang berpendapat bahwa wajib bagi tiap-tiap orang memberikan harta bendanya yang lebih dari hajad kehidupannya. Dari spirit pengorbanan ini, KHA Dahlan memiliki perspektif tersendiri mengenai paham Sosialisme, yaitu Sosialisme yang dijiwai oleh nilai-nilai Islam dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT sesuai yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan diikuti oleh para Shahabat untuk kepentingan umat manusia.
Paham Sosialisme Islam KHA Dahlan inilah yang kemudian melahirkan amal usaha baik dibidang dakwah, pendidikan, dan kesehatan. Pada awal berdirinya Muhammadiyah, lahirlah empat Bahagian sebagai pilar pergerakan, yaitu: Bahagian Sekolahan, Bahagian Tabligh, Bahagian Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), dan Bahagian Taman Pustaka. Keempat pilar inilah yang menjadi solusi keumatan pada saat itu, terutama saat masih dalam penjajahan Pemerintah Kolonial Belanda.
Seiring dengan berkembangnya waktu, maka amal usaha Muhammadiyah terus berkembang sehingga menyentuh seluruh aspek maqashid syariah, yaitu yang meliputi agama, akal, jiwa, keturunan atau kemanusiaan, dan harta. Maka dapat dipahami bahwa Sosialisme KHA Dahlan adalah paham Sosialisme yang murni dikembangkan oleh KHA Dahlan dengan menjadikan wahyu, baik Al Quran dan Sunnah Nabi sebagai rujukannya. Tak heran jika KHA Dahlan sering mengingatkan agar warga Muhammadiyah senantiasa kembali kepada Alquran dan Sunnah dengan tetap mempergunakan akal pikiran secara sungguh-sungguh.
Kyai Hadjid menuliskan bahwa sebagai muslim hendaknya berbudi mulia, pemurah hati, dermawan, suka berbuat jasa, sabar hati, pengampun dan penyayang, belas kasihan, pemberani, pembela jalan Allah, dan menjunjung tinggi Kalimah Allah. Umat Islam juga perlu berkawan dan bekerja dengan siapa pun dengan batasan-batasan sesuai ajaran Islam. Cinta perdamaian dan persatuan dalam memegang kebenaran. Nilai-nilai ini tentunya berbeda dengan Sosialisme yang bersifat materialis atau kebendaan yang cenderung mengabaikan nilai-nilai Ketuhanan dan ajaran agama.
Kyai Hadjid pun menulis dalam bukunya, agar warga Muhammadiyah setidak-tidaknya mengerti tentang apa dan bagaimana KHA Dahlan memahami dan melaksanakan ayat-ayat Al Quran yang telah diajarkannya tersebut. KHA Dahlan memiliki prinsip bahwa sebagai orang Islam, khususnya warga Muhammadiyah, agar suka untuk berderma bahkan melebihi kebutuhan dirinya sendiri. Kala itu KHA Dahlan pernah sampai melelang harta bendanya untuk mencukupi kebutuhan sekolah Muhammadiyah yang dirintisnya termasuk untuk menggaji guru-gurunya. KHA Dahlan sering berucap dalam pengajiannya “yen durung wani mbeset kulite dewe, durung Islam temenan” (Kalau belum berani mengelupas kulitnya sendiri, belum menjadi Islam yang sejati).
Ucapan ini terinspirasi dari surat Ali Imran ayat 94, yang menurut pemahaman KHA Dahlan: kamu sekalian walaupun sudah menjalankan amal shalih, kamu belum diakui baik, belum menjadi orang abrar, sehingga kamu berani menguliti (mbeset) kulitmu sendiri, artinya sehingga kamu berani membelanjakan harta bendamu yang sangat kamu cintai (inilah amal yang sangat berat seperti menguliti kulitmu sendiri). Maka terjawab sudah pertanyaan di atas bahwa ajaran Sosialisme KHA Dahlan merujuk pada nilai-nilai Ketuhanan yang terkandung dalam wahyu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, sangat jauh berbeda dengan paham Sosialisme dari tokoh-tokoh sekuler Barat.
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa paham Sosialisme yang dikembangkan oleh Karl Marx beserta tokoh-tokoh kiri lainnya dapat berkembang luas seperti sekarang ini karena terus dikampanyekan oleh para aktivisnya, maka sebagai penerus perjuangan KHA Dahlan para kader, aktivis, dan warga Muhammadiyah hendaknya juga mempunyai semangat untuk mendakwahkan ajaran Islam sebagaimana yang telah diajarkan dan diamalkan oleh KHA Dahlan. Bukan hanya saja di indonesia melainkan keseluruh penjuru dunia. Wallahua’lam.
Miqdam Awwali Hashri, Mahasiswa Program Magister Universitas Indonesia, Amil BAZNAS RI