YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Memasuki minggu ketiganya dalam tema Muhammadiyah untuk Bangsa, Bedah Karya Sejarah menampilkan hal berbeda. Edisi kali ini, pemantiknya adalah Duta Besar Indonesia untuk Lebanon yang merupakan lulusan doktoral bidang antropologi, Hajriyanto Y. Tohari.
“Turun gunung”-nya beliau untuk turut menuliskan sejarah Muhammadiyah merupakan penguat bahwa profesi sejarawan tidak terikat dengan gelah akademik. Hal ini senada dengan nafas Kongres Sejarawan Muhammadiyah yang tidak mau mengeksklusifkan diri.
Mengenai bahasan, pembicaraan Pak Hajriyanto malam ini (16/8) bertajuk “Tokoh-tokoh Muhammadiyah dalam Kemerdekaan Republik Indonesia”. Selain dalam konteks masa Revolusi, Pak Hajriyanto cukup banyak juga menuangkan tulisan tentang tokoh-tokoh sejarah Muhammadiyah. Salah satunya terangkum dalam buku Muhammadiyah dan Orang-orang Bersahaja: Sketsa-sketsa Etnografis dari Beirut yang diterbitkan Penerbit Suara Muhammadiyah.
Di antara banyak tokoh-tokoh yang berperan dalam perjuangkan mempertahankan kemerdekaan. Diskusi ini berfokus mengambil beberapa nama seperti Sukarno, Ki Bagus Hadikusumo, Djuanda Kartawijaya, Kasman Singodimedjo, Abdul Kahar Mudzakkir, Teuku Mohammad Hasan, Sukaptinah Sunaryo, Mas Mansur, Sukiman Wiryosanjoyo, dan Mohammad Roem.
Nama tokoh-tokoh nasional tersebut masih belum banyak diketahui khalayak bahwa mereka juga merupakan bagian dari Persyarikatan. Contohnya saja, Djuanda Kartawijaya yang dikenal dalam sejarah nasional lewat Deklarasi Djuanda. Namanya dalam grand history Indonesia lebih tersohor dengan jabatan perdana menteri dan kiprahnya dalam diplomasi. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa sebelum duduk di jajaran birokrat negara, beliau aktif mengelola sekolah Muhammadiyah.
Lalu, ada juga tokoh dari Aceh, Teuku Muhammad Hasan. Dalam dunia pemerintahan, ia adalah Gubernur Sumatra Pertama dan pernah menjabar beberapa jabatan menteri serta Wakil Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Sebagai anggota Persyarikatan, salah satu jasanya adalah mendirikan ‘Aisyiyah di Aceh.
Tokoh lainnya adalah Sukaptinah Sunaryo atau dikenal pula dengan Siti Sukaptinah. Bagi kalangan sejarawan pergerakan nasional maupun gerakan perempuan, namanya lebih erat dikaitkan dengan Taman Siswa dan Kongres Perempuan Indonesia. Jarang sekali ada yang menyebut Siti Sukaptinah sebagai bagian dari Siswapraja Wanita Muhammadiyah, cikal bakal Nasyiatul Aisyiyah.
Itulah tiga di antara tokoh-tokoh lain yang didiskusikan edisi ketujuh Bedah Karya Sejarah Muhammadiyah ini. Tidak lupa, kami ucapkan sampai berjumpa di Kongres Sejarawan Muhammadiyah pada November mendatang. (ykk)