Munawwar Khalil dan Wasiat Pak AR Fachruddin

(Diskusi terakhir tentang Kaderisasi dan Internasionalisasi Muhammadiyah)

Munawwar Khalil dan Wasiat Pak AR Fachruddin

Oleh: Hananto

Ketua LHKI PCIM Jepang/Ketua Panitia Pelaksanaan Perkaderan Fungsional PCIM Se-Asia Timur 6 Juni – 25 Juli 2021

Mendengar kabar sakitnya Bapak Munawwar Khalil saya begitu terkejut dan sedih mengingat selama sekitar 7 (tujuh) bulan terakhir saya berinteraksi cukup intensif dengan beliau selaku Wakil Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) PP Muhammadiyah bidang pelatihan dalam tugas saya selaku Ketua Panitia Pelaksanaan Perkaderan Fungsional (PF) untuk PCIM Se-Asia Timur yang terdiri dari PCIM Jepang, PCIM Korea, PCIM Taiwan, dan PCIM Tiongkok. Belum genap sebulan setelah beliau menutup acara PF yang berakhir pada 25 Juli 2021, beliau tutup usia pada 22 Agustus 2021. Secara emosional tentunya ada kesan mendalam bagi saya mengingat selama berkoordinasi saya mendapat bimbingan teknis dari beliau dengan sabar mempersiapkan jadwal acara, pilihan materi dan narasumber.

Setiap pekan selama jalannya acara saya melaporkan peserta yang hadir dengan screenshoot zoom. Beliau amat senang dengan jumlah peserta yang menurut beliau terbesar untuk perkaderan fungsional online selama ini yakni berkisar di angka 50-an. Beberapa kader yang pernah berinteraksi dengan beliau semasa hidupnya menuliskan kisah kebaikan dan prestasi beliau sebagai kader yang tangguh di berbagai media sosial. Saya pun ingin membagi kisah interaksi terakhir dengan beliau termasuk pesan-pesan beliau untuk para kader terutama bagi PCIM beserta PRIM di luar negeri.

Yang ingin saya bagikan disini adalah beberapa poin diskusi terakhir saya dengan beliau setelah acara PF berakhir. Setelah saya memberi laporan penutup rangkaian PF, beliau memberi sambutan penutupan PF kepada para kader. Beberapa poin sambutannya adalah:

(1) bagaimana PCIM memiliki dan mengembangkan amal usaha.

(2) anjuran agar setiap pengurus merekam atau mendokumentasikan kegiatan sejak pendirian dan perkembangan organisasi sehingga menjadi reportase historis khasanah lokal di tempat masing-masing karena nantinya dapat membantu museum Muhammadiyah yang dikelola Majelis Pustaka dan Informasi PPM.

(3) mempertahankan dan meningkatkan militansi kader dengan selalu memperbaharui kemuhammadiyahan dengan mengikuti perkaderan terus menerus.

(4) Selain itu beliau mengingatkan bahwa Pak AR Fachruddin pernah mewasiatkan bahwa menjadi Muhammadiyah itu harus lahir dan batin. Tidak cukup lahir saja tapi juga harus batin. Tidak cukup batin saja tapi juga harus lahir. (5) Sebagai kader hendaklah senantiasa bergerak menggerakkan organisasi sebagai elit strategis dan jangan memikirkan sedikitnya kader dan jangan pula menunggu banyaknya, karena memang kader itu tidak banyak, kalo anggota itu banyak.

Bak gayung bersambut, setelah acara ditutup kami berdua berdiskusi ditemani beberapa kader. Seraya mengucap syukur karena acara telah selesei dengan rangkaian 8 (delapan) sesi setiap ahad pagi, saya menyampaikan beberapa pemikiran terkait internasionalisasi Muhammadiyah. Sebagaimana diamanatkan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir dalam Webinar Internasional Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) PP Muhammadiyah dengan Tema “Dinamika Diaspora Muhammadiyah dalam Gerakan Internasional”, Sabtu 5 Desember 2020 bahwa tiga pilar internasionalisasi Muhammadiyah adalah diaspora kader, diaspora program, dan diaspora pemikiran. Lihat: https://web.suaramuhammadiyah.id/2020/12/07/tiga-pilar-diaspora-muhammadiyah-di-kancah-global/. Dalam diskusi dengan Pak Munawwar saya menggunakan kerangka internasionalisasi Muhammadiyah dengan tiga pilarnya seperti yang disampaikan Prof Haedar dalam webinar internasional LHKI PP Muhammadiyah tersebut.

Pertama, terkait diaspora kader. Dalam diskusi kami membahas antara lain tentang tindak lanjut dari PF yang baru pertama kali ini diadakan untuk Asia Timur. Saya berharap agar PF dapat ditindaklanjuti dengan perkaderan yang lebih mendalam mengingat ideologi Muhamadiyah dari para kader akan menopang diaspora program di dunia internasional. Hal ini karena komunitas diaspora Indonesia di luar negeri seperti di Jepang tentunya tidak hanya berasal dari warga Muhammadiyah. Lingkungan organisasi gerakan Islam lainnya baik dari tanah air maupun dari negara muslim lainnya cukup beragam. Banyak di antara gerakan Islam lainnya tersebut telah memiliki diaspora program berupa amal usaha yang mendukung pergerakan mereka. Disinilah dibutuhkan kegigihan kader dalam gerakan berkemajuan dengan menjaga dan meningkatkan pemahaman ideologi Muhammadiyah melalui perkaderan berkesinambungan secara berkala.

Kedua, terkait diaspora program, seperti disampaikan Prof Haedar, realisasinya adalah berupa amal usaha seperti pendirian Universiti Muhammadiyah Malaysia. Menyambut amanat penutupan PF dari Pak Munawwar tentang bagaimana PCIM memiliki dan mengembangkan amal usaha, untuk kondisi di Jepang saya sampaikan kepada beliau bahwa saat ini kader-kader pelopor dan penggerak di lingkungan PCIM Jepang yang diamanahi telah mendaftarkan badan hukum Muhammadiyah Japan. Pemerintah Jepang telah memberikan izinnya pada tanggal 21 Mei 2021. Dengan badan hukum ini Muhammadiyah kedepan dapat menjalankan amal usaha di Jepang.

Badan hukum ini ibarat software, yang mana diperlukan hardware untuk menjalankan amal usaha dengan mendirikan pusat keunggulan seperti Muhammadiyah Center untuk pendidikan, kesehatan, tempat ibadah, riset dan sertifikasi halal maupun amal usaha lainnya sesuai ADART. Tinggal bagaimana para kader bahu membahu memanfaatkan badan hukum ini untuk melaksanakan diaspora program kedepannya. Untuk itulah diperlukan proses lanjutan untuk merealisasikan diaspora program dan disini keterkaitan pentingnya diaspora kader yang tangguh sebagai penggerak diaspora program.

Ketiga, terkait diaspora pemikiran dapat diterjemahkan sebagai output pelaksanaan diaspora kader dan diaspora program dimana apabila Muhammadiah di Jepang dapat memperkuat kader dan mendirikan pusat keunggulan, maka langsung atau tidak langsung akan menjadi benih kuat pengembangan pemikiran berkemajuan yang digagas Muhammadiyah diantaranya pengembangan gerakan Islam berkemajuan dan wasathiyah. Dengan pusat keunggulan itu, pemikiran Muhammadiyah untuk dunia internasional dapat disebarkan secara lebih inklusif dengan kearifan lokal. Masyarakat Jepang pun akan lebih mudah mengakses informasi mengenai Muhammadiyah secara lebih mudah dan interaktif dengan para kader secara langsung.

Lebih lanjut, saya juga mengusulkan kembali dibukanya program beasiswa kader bagi warga negara Jepang yang ingin menuntut ilmu di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) mengingat fasilitasi ini masih terbatas bagi warga negara Jepang. Kader Muhammadiyah asli Jepang saat ini diantaranya Ibu Prof Nurchasanah Satomi Ohgata yang pernah menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah Surakarta dan di Pesantren Sobron. Beliau kini adalah satu-satunya orang Jepang yang menjadi pengurus PCIM Jepang sebagai penasihat. Sebelumnya ada Alm. Prof Khalid Higuchi Mimasaka yang juga menjadi salah satu pendiri dan penasihat PCIM Jepang. Internasionalisasi Muhammadiyah akan lebih baik bila tidak hanya dengan webinar namun juga memberi fasilitasi terhadap warga Jepang yang ingin belajar di PTM untuk belajar tentang Islam maupun ilmu pengetahuan lainnya. Mengapa? Warga negara Jepang mengenal Islam dari siapa yang mereka kenal.

Banyak warga negara Jepang belajar ke Turki, Malaysia, Arab Saudi, Mesir, India, Pakistan, Bangladesh, dan lain-lain, namun relatif belum banyak yang belajar Islam ke Indonesia. Tentunya akan menjadi lebih kaya pemahaman masyarakat Jepang akan Islam bila dapat lebih luas mengakses wawasan Islam dengan belajar di PTM di Indonesia. Muhammadiyah dapat meningkatkan kontribusinya dalam memperkenalkan Islam yang rahmatan lil alamin. Oleh karena itu, dakwah Muhammadiyah seyogyannya tidak hanya dilakukan oleh warga negara Indonesia tetapi juga oleh warga muslim Jepang itu sendiri mengingat ini akan lebih efektif menyebarkan gagasan Islam berkemajuan. Disinilah pentingnya kaderisasi dilakukan untuk warga muslim Jepang. Dengan begitu, diaspora pemikiran tidak hanya dikembangkan oleh para kader WNI pendatang, namun juga warga muslim Jepang yang telah kembali dari menempuh studi di PTM di Indonesia.

Saya menyampaikan hal beasiswa bagi muslim Jepang untuk studi di PTM tersebut mengingat bahwa Alm. Prof Yunahar Ilyas ketika berkunjung ke Tokyo pernah berpesan kepada saya ketika menemani beliau rihlah dakwah di Jepang. Beliau menyampaikan kepada saya bahwa bila ada orang Jepang ingin kuliah di PTM agar dapat difasilitasi sehingga nanti dipertimbangkan skema beasiswanya oleh PTM supaya banyak orang Jepang bermuhammadiyah. Lantas saya sering menyampaikan hal ini dalam berbagai kesempatan ke rekan-rekan pengurus PCIM Jepang untuk ditindaklanjuti secara institusional. Saya diskusikan pula hal ini ke beberapa pengurus PP Muhammadiyah diantaranya Majelis Diktilitbang PPM, Ketua MPK PPM Pak Ari Anshori saat pembukaan PF, dan termasuk kali ini kepada Pak Munawwar dengan maksud untuk memperkuat kader dari warga muslim Jepang.

Terkait poin-poin tersebut, Pak Munawwar Khalil merespon ide program untuk warga negara Jepang yang ingin belajar di PTM bahwa itu sangat memungkinkan, mengingat setiap PTM ada program beasiswa kader. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk merekrut kader asal warga negara Jepang yang ingin berkuliah di PTM dengan memberi alokasi kuota untuk luar negeri. Menurut beliau sebelumnya sudah ada program beasiswa untuk warga negara Thailand, oleh karenanya program ini dapat dikembangkan ke negara lainnya yang strategis seperti Jepang mengingat perkembangan Islam di Jepang juga sangat pesat. Berdasar testimoni yang saya peroleh dari beberapa rekan yang memiliki istri Jepang, mereka akan sangat senang bila anaknya mendapat kesempatan kuliah di PTM mengingat bahwa PTM juga tidak ketinggalan di bidang science namun lebih penting lagi ada lingkungan dan wawasan keagamaan yang akan diperoleh di PTM dan ini bisa menjadi bekal putra-putri mereka ketika kembali bermasyarakat di dalam negeri Jepang. Perhatian mereka akan fasilitasi pendidikan keagamaan sangat penting mengingat di Jepang sendiri untuk mendapat pendidikan agama cukup sulit. Sisi inilah yang menurut testimoni mereka dapat diisi oleh Muhammadiyah melalui PTM-nya baik untuk program S1, S2 ataupun S3 bagi warga Jepang.

Pesan Alm. Prof Yunahar tersebut sering saya sampaikan baik kepada sesama pengurus dan anggota PCIM Jepang agar dapat ditindaklanjuti menjadi berbagai program nyata mengingat Alm. Prof Khalid Higuchi pernah berkata bahwa Muhammadiyah itu cocok untuk orang Jepang. Hal ini pun kami tindak lanjuti dengan mendaftarkan badan hukum dengan nama Muhammadiyah Japan yang salah satu tujuannya agar institusi Muhammadiyah dapat bergerak dan berinteraksi secara formal dengan masyarakat dan pemerintah Jepang di berbagai bidang termasuk pendidikan, dan lain-lain.

Disinilah pentingnya pelaksanaan diaspora kader dan diaspora program yang dapat dirintis melalui badan hukum Muhammadiyah Japan sebagai institusi yang dapat secara formal berinteraksi dengan masyarakat dan pemerintah Jepang untuk membuka dan memfasilitasi kerjasama pendidikan maupun program-program lainnya. Itulah poin-poin besar diskusi dengan Pak Munawwar Khalil. Memang tidak semuanya tapi setidaknya poin-poin penting terkait kaderisasi dan internasionalisasi Muhammadiyah melalui tiga pilarnya yakni diaspora kader, diaspora program dan diaspora pemikiran menjadi diskusi utama kami.

Akhirul kalam, dengan merujuk kembali wasiat Pak AR bahwa menjadi Muhammadiyah itu harus lahir dan batin, dapat disimpulkan bahwa realisasi diaspora program berupa amal usaha dengan program-program unggulan yang nyata nantinya merupakan bentuk aspek lahir sebagaimana wasiat Pak AR tersebut. Dan aspek batinnya adalah meneguhkan hati dan menekunkan diri berkhidmat dan berjuang bersama Muhammadiyah dengan tidak menduakannya dengan organisasi lain sebagaimana pesan KHA Dahlan. Selamat jalan Pak Munawwar Khalil semoga kiprah dan kontribusinya untuk Persyarikatan selama ini menjadi amal jariyah yang selalu mengalir pahalanya yang mengantarkan ke Surga Jannatun Na’im.

Nasrumminallah wa fathun qariib wa bassyiril mu’minin.

Tokyo, 1 September 2021

Exit mobile version