YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Angka perceraian di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Bahkan, dilansir dari Lokadata pada tahun 2020 presentase perceraian di Indonesia naik menjadi 6,4 persen dari 72,9 juta rumah tangga atau sekitar 4,7 juta pasangan. Tidak hanya itu, selama masa pandemi kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pun meningkat. Begitu juga jumlah laporan kekesaran menanjak pada tahun 2020 hingga mencapai 2.389 laporan. Kedua hal ini pada akhirnya mengorbankan anak dan meningkatkan angka broken home.
Prihatin dengan hal ini, Indah Suci Lorian, mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menginisiasi hadirnya platform Your Home. Platform ini, menurut Lorian, bertujuan untuk merangkul para penyintas broken home, utamanya yang membutuhkan bantuan konsultasi psikologi hingga yang mengalami kekerasan. Mahasiswi program studi Manajemen angkatan 2019 ini mengaku bahwa platform ini terbentuk dari pengalaman pribadi ia dan adiknya sebagai penyintas broken home yang mendapatkan kekerasan dan merasa membutuhkan bantuan namun bingung harus meminta bantuan kemana.
Saat dihubungi pada Jum’at (03/09), Lorian menjelaskan bahwa platform Your Home memiliki tiga program unggulan yakni perlindungan hukum, layanan konseling, dan juga edukasi. “Program perlindungan hukum ini ditujukan kepada teman-teman penyintas yang mendapatkan kekerasan dari orang tuanya, kami sudah bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta. Selain itu, untuk layanan konseling kami bekerja sama dengan psikolog yang ada di UMY, sehingga layanan ini dapat diakses secara gratis untuk mahasiswa UMY. Sedangkan untuk edukasi, kami melakukannya melalui konten-konten yang diunggah di sosial media untuk meningkatkan awareness masyarakat terhadap isu broken home ini,” terangnya.
Saat ini, platform Your Home dapat diakses pada sosial media instagram @yourhome.idn melalui direct messages. “Teman-teman yang berkonsultasi dapat langsung mengirimkan direct messages ke Instagram. Nantinya kami akan menjadi penguhubung serta memfasilitasi teman-teman untuk mengakses psikolog dan LBH. Teman-teman yang ingin sekedar curhat dengan akun anonim pun dapat mengirimkan pesan, kami akan berusaha sebaik mungkin untuk memberikan respon,” tambahnya.
Lorian berharap, dengan adanya platform ini, para penyintas broken home khususnya yang masih menjadi mahasiswa UMY, memiliki rumah untuk berbagi dan berkonsultasi. “Saya juga berharap bahwa melalui platform ini, para penyintas broken home yang mendapatkan kekerasa bisa mengakses perlindungan hukum. Selain itu, berdasarkan pengalaman pribadi saat adik saya mendapatkan kekerasan itu sangat sulit untuk meminta bantuan kepada pihak yang berwenang, tidak ada perlindungan hukum yang kami dapatkan,” ungkapnya.
Lorian juga bercerita bahwa platform yang baru ia bangun selama dua bulan ini terbentuk melalui vessel program yang diadakan oleh Student Entrepreneur and Business Incubator (SEBI) UMY. Ia menuturkan bahwa SEBI UMY banyak memberikan bantuan, mulai dari bantuan dana, surat pengantar, hingga konsultasi. (ays)